Rintik-rintik Cinta

130 9 0
                                    

Hujan terus turun dengan deras, menciptakan alunan gemuruh yang menggema di malam yang gelap. Damar duduk di kamarnya yang remang-remang, berusaha berkonsentrasi mengerjakan tugas di atas kasur dengan bantuan laptopnya. Namun, ketenangan itu terhenti ketika notifikasi panggilan video masuk di layar laptopnya, mengungkap wajah Nabil yang familiar. Damar segera menjawab panggilan tersebut.

"Salam malam, calon arsitek," sapa Nabil melalui panggilan video.

Damar menjawab dengan senyum, "Salam malam, calon psikolog--eh, maaf, calon detektif."

Nabil mengatakan, "Jadi nongkrong kagak nih kita?"

Damar mengamati hujan yang turun dari jendela, ragu-ragu dalam menjawab, "Iya gimana cuaca lagi serem begini."

"Apa tunggu reda aja?" saran Nabil.

Damar menggeleng, "Hujan begini mah kagak tahu bakal reda apa enggak."

Panggilan video bergabung dengan Seno, yang berada di kamar kostnya yang gelap karena mati listrik.

Seno bergabung dalam panggilan video dengan gelap di sekitarnya, "Eh, guys-guys. Di kalian mati lampu gak?"

Nabil menggelengkan kepala, "Enggak, di sini masih nyala."

Damar juga membenarkan, "Iya, di kamar gua juga masih normal."

Seno mengusulkan, "Sini dong kalian, biasanya juga pada ngumpul di kost gua."

Damar menolak, "Iya, tapi lu tahu sendiri kondisi cuaca sekarang. Gua rasa lebih baik gak keluar dulu deh."

Nabil dengan candaannya, "Takut ya? Ahahaha."

Seno cepat membantah, "Enggak, gua cuma butuh teman aja."

Nabil lanjut melanjutkan jahilnya, "Lah bohong. Takut kan weeee. Hahaha. Tuh di belakang lu tuh ada apaan?"

Dalam ketegangan Seno, ponsel Damar berdering dengan keras. Tya memanggil. Damar segera mematikan mikrofon di laptopnya dan mengangkat telepon.

Tya dengan suara girang, "Ayo, jalan-jalan keluar sekarang ya."

Damar menjelaskan dengan ragu, "Eh, tapi cuacanya lagi ujan gede banget ini."

Tya merespon dengan kekecewaan, "Terus, gak jadi gitu aja?"

Damar mencoba menjelaskan, "Iya, kemungkinan sih iya, gak bisa."

Tya menjadi marah, "Ih kok gitu? Kamu udah bilang kemarin malem loh, udah janji bakal main malam minggu sekarang. Aku udah dandan loh, udah milih baju seisi lemari berjam-jam."

Damar mencoba menjelaskan lagi, "Iya, iya sayang. Bukannya aku gak mau, tapi kan kondisinya lagi gini. Aku juga lagi garap skripsi."

Tya dengan nada marah, "Terus ini aku sekarang dandan buat siapa? Buat tukang ojek?"

Damar mencoba memanggilnya, "Tya... aku paham kok."

Tya semakin marah, "Kalo paham berarti harusnya jadi dong? Kamu bisa apresiasi usaha aku gak sih? Udah siap-siap dari tadi, masa ujung-ujungnya gak jadi."

Damar menghela nafas, "Tya, ini cuacanya lagi ujan deres--"

"Di aku udah reda kok," sanggah Tya.

"Tapi kan--"

"Gak mau tahu, sekarang pokoknya kamu bisa jemput aku gak?"

"Lagi ujan gede ya gak bisa."

Tya memaksa, "Yaudah kalo kamu gak bisa, aku ke kost kamu pake ojek. Titik!"

Damar mencoba memanggil, "Tya."

Namun, Tya sudah menutup telepon dengan tegas. Damar merasakan emosi dan kebingungan yang melanda, akhirnya melemparkan ponselnya ke kasur dengan geram. Nabil dan Seno, yang masih berada dalam panggilan video, terkejut melihat reaksi Damar.

Pembunuhan 3 MenitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang