Berpencar

139 10 0
                                    

Aku, Damar, duduk di tangga perpustakaan, memandangi sekelilingku. Para polisi dan tim detektif sedang berjaga, mencatat, dan mendokumentasikan lokasi kejadian perkara.

Pandanganku meluncur ke lantai dua. Aku melihat Dicky, yang tengah duduk dan menundukkan kepala di depan rak N-2, sementara Pak Charlie sibuk merapikan buku-buku di sisi lain.

Pandanganku berpindah ke pintu belakang, dan di sana Pak Rahman baru saja masuk.

Lalu, aku melihat Bu Sri duduk di balik meja administrasi, wajahnya penuh kekhawatiran.

Pandanganku mengarah ke Si Bucin yang masih berdiam diri, berpelukan, membelakangi jasad sahabatku, Seno.

Tidak jauh dari sana, Rio sibuk bermain laptop di meja D-6.

Pembunuhan. Perpustakaan. Hanya dalam waktu 3 menit.

Ada sepuluh tersangka, termasuk aku. Di perpustakaan ini hanya ada dua pintu, pintu depan dan pintu belakang yang biasanya digunakan oleh petugas kebersihan. Jika pembunuhnya lebih dari dua orang, kemungkinan mereka saling mengenal. Si Bucin atau tiga pegawai perpustakaan. Tapi aku dan Nabil pasti tidak terlibat, karena kita berada di lokasi yang berbeda. Jadi orang lain tidak akan mencurigai kita sebagai pembunuhnya. Lalu siapa pembunuhnya?

Kemungkinan pertama: Si Bucin. Karena posisinya sangat dekat dengan tempat cewek itu pergi ke toilet untuk membersihkan barang bukti. Mungkin dia terlibat.

Kemungkinan kedua: Salah satu dari pegawai perpustakaan. Bu Sri berteriak memanggil Nabil, agar Nabil lari, sehingga perhatian orang lain teralihkan. Setelah itu, kita menyapa Pak Charlie yang sedang naik ke lantai atas, tapi ternyata dia berbalik kembali ke tempat Seno, dibantu oleh Pak Rahman untuk membuang barang bukti melalui pintu belakang.

Atau, mungkin beberapa orang di sini sebenarnya saling mengenal dan berkolaborasi. Misalnya, Si Gamer dan Si Kutu Buku. Atau mungkin Si orang berjaket, dengan siapa pun itu... Ah, semakin rumit.

Jika pembunuhnya hanya satu orang. Hmm...

Nabil dan Bu Sri pasti tidak mungkin, karena mereka berada paling jauh dan situasinya paling rumit.

Si Gamer. Aku tidak yakin dia adalah pembunuhnya. Mengapa dia harus membunuh sahabatku? Dia hanya menghabiskan waktu dengan bermain game.

Si Kutu Buku. Mungkin dia bisa menjadi tersangka, karena tadi Detektif mengatakan pembunuhnya "sangat jenius". Nabil juga pernah bilang, pembunuh atau psikopat selalu selangkah lebih maju daripada kita, itulah sebabnya mereka selalu berhasil. Dan dia adalah orang paling cerdas di sini.

Si Jaket Hoodie. Aku tidak mengerti, orang baru datang dan tampak mencurigakan.

Lalu aku memandang ke arah ruang tengah. Aku melihat Detektif Arya dan Nabil duduk berdiskusi. Sementara itu, Sinta masih asyik membaca buku sambil mengulum permen lolipop di mulutnya.

Nabil dan Detektif Arya tengah berbicara di ruang tengah. Suaranya terdengar pelan di telingaku.

"Tapi kan mereka yang paling dekat dengan lokasi, Pak," kata Nabil.

"Iya, memang. Tapi sampai sekarang belum--" jawab Detektif Arya.

Nabil memotong pembicaraan beliau, "Pembunuhannya terjadi dengan cepat, jadi yang paling dekat adalah tersangka yang paling masuk akal."

Detektif Arya menyanggah, "Iya, iya. Saya paham. Tapi apa daya jika hanya berdasarkan tuduhan dan analogi yang kasar. Tidak ada saksi, bukti, atau jejak yang mengarahkan pada mereka."

Detektif Arya berdiri dan meninggalkan ruang tengah. Sinta memandang Detektif Arya dengan perhatian.

Aku mendekati Nabil.

Pembunuhan 3 MenitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang