Matahari terbit dengan gemilang di halaman depan perpustakaan kampus. Damar, Nabil, dan Seno, tiga mahasiswa, berjalan dengan pakaian kasual menuju pintu masuk perpustakaan. Mereka saling bercanda dan memukuli satu sama lain, memenuhi udara pagi dengan tawa riang.
Dengan semangat, Nabil memukul bahu Damar. "Kocak banget!"
"Sakit, lo!" Damar sedikit merasa sakit dan mengerutkan kening.
"Ya elah segitu doang."
Seno bersenandung, "Library, I'm coming!"
Mereka membuka pintu perpustakaan dan memasuki bangunan dengan gaya klasik dan usia yang sudah tua. Bentuk bangunan ini berbentuk segi enam, dengan dua lantai yang terbentang luas. Pintu masuk dan keluar terletak di bagian depan dan belakang bangunan. Di sebelah kiri pintu masuk, terdapat meja administrasi yang berfungsi untuk urusan peminjaman dan pencatatan buku.
Ketika mereka melangkah lebih jauh, suasana perpustakaan menyambut mereka. Terdapat ruang tengah yang dilengkapi dengan sofa dan meja di tengah-tengah bangunan. Rak-rak buku melingkari bangunan, dengan rak A-L di lantai bawah dan M-T di lantai atas. Setiap rak dilengkapi dengan meja dan kursi di depannya. Di sisi kanan bangunan terdapat toilet pria, sementara toilet wanita berada di sisi kiri. Ruangan kecil itu dilengkapi dengan tiga kloset dan empat wastafel dengan cermin yang berdiri di depannya. Tempat sampah ditempatkan di sudut-sudut perpustakaan. Akses ke lantai atas bisa dicapai melalui tangga yang bercabang di sisi utara.
Tepat di depan meja administrasi, terlihat Bu Sri, seorang staf perpustakaan berusia 54 tahun, mengenakan seragam ala kantoran dan kacamata gantung. Sambil menurunkan kacamatanya ke atas meja, dia memperhatikan tiga sahabat itu dengan tatapan tajam.
Serentak mereka berseru dengan penuh semangat. "Ibu Sri!"
Bu Sri hanya memberikan senyuman tipis sebagai tanggapannya. "Hmmm..."
Mereka melanjutkan perjalanan mereka di dalam perpustakaan, menemui Pak Rahman, seorang petugas kebersihan berusia 41 tahun yang tengah asyik mendengarkan musik dengan headphone wireless-nya.
Sambil menunjukkan jari ala musisi, Damar berseri-seri. "Wiiii!"
Pak Rahman tersenyum lebar dan mulai berdansa, mengekspresikan keceriaan yang tak terbendung. "Memang kau tercipta bukan untukku... Wohooooo!"
Tak lama kemudian, mereka berpapasan dengan Pak Charlie, seorang pria berusia 33 tahun dengan pakaian semi-formal. Pak Charlie sedang naik tangga menuju lantai dua.
"Mau ke mana, Pak?" tanya basa-basi Nabil pada Pak Charlie.
Pak Charlie menghentikan langkahnya sejenak dan tersenyum pada mereka. "Biasa, beres-beres. Anak-anak pada jorok kalo sehabis ambil buku."
Dengan semangat yang tak terpadamkan, mereka melanjutkan perjalanan di dalam perpustakaan. Siap untuk memulai hari belajar mereka yang penuh pengetahuan dan petualangan di antara rak-rak buku yang penuh dengan harta karun ilmu pengetahuan.
Cahaya pagi ruangan perpustakaan jendela-jendela, menyorot pada jam dinding perpustakaan yang menunjukkan pukul 08:25. Mereka bertiga, Damar, Nabil, dan Seno, menempati pojok yang tersembunyi, yaitu meja G-24, sengaja memilih tempat yang sulit terlihat oleh orang lain. Suasana masih sepi, hanya ada beberapa orang di sekitar.
Rio, Si Gamer berambut botak dan berkacamata, mahasiswa yang sedang terlihat duduk di D-6, dengan penuh serius menghadap laptopnya sambil memainkan video game.
Sinta, Si Kutu Buku mahasiswi cantik berkacamata yang tengah duduk di J-1, sambil mengemut permen lolipop dan tenggelam dalam rumus-rumus matematikanya.
Di G-20, David dan Adel, Si Bucin, mahasiswa yang sedang bermesraan duduk berdampingan, sibuk dengan dunianya sendiri, membelakangi mereka bertiga.
Sementara itu, seorang pengunjung baru, pria berusia 23 tahun, menggunakan jaket hoodie yang menutupi wajahnya, memasuki perpustakaan. Identitas Si Orang Baru masih misterius saat dia melihat-lihat rak-rak buku. Damar yang selalu peka terhadap sekitarnya, tidak melewatkan kehadiran orang baru ini.
Damar melihat sekeliling perpustakaan, berbicara dalam hati, "Hampir setiap hari kita ke perpustakaan pas baru buka di jam 8 pagi, biasanya jam 8 lebih kita udah stand by di luar, karena semester ini kebanyakan jadwal kuliahnya siang. Sampai-sampai kita hafal orang-orang yang sering nongkrong di perpustakaan ini. Si Gamer, ini orang kerjaannya nge-game terus depan laptopnya, sampai itu mata deket banget sama layar. Pantesan kacamatanya tebel banget. Si Kutu Buku, Cewek berkacamata yang paling rajin di perpustakaan ini, kerjaannya baca buku terus sampe bertumpuk-tumpuk di atas meja sama lolipop di mulutnya. Dan Si Bucin, yang pacaran mulu pagi-pagi di perpustakaan. Tapi kali ini ada pemandangan yang beda, ada satu pengunjung baru pake jaket nutupin mukanya liatin rak-rak buku. Ya, Si Orang Baru."
Damar berdiri dari tempat duduknya. "Aduh, kebelet kencing nih gua!" ucapnya sambil berlari menuju toilet.
Tiba-tiba, suara Bu Sri memanggil dari meja administrasi. "Nabil! Bukumu yang kemarin belum dikembalikan ya!"
"Iya Bu, bentar!" teriak Nabil.
Nabil buru-buru membawa bukunya menuju meja administrasi. Namun, ketika dia melemparkan bukunya ke meja administrasi, bukunya mengenai kacamata Bu Sri, membuat kacamata tersebut jatuh ke lantai. Nabil langsung berlari menuju balik meja membantu mengambilkannya.
"Heleh... kacamata saya itu!" kesal Bu Sri.
***
Di dalam toilet perpustakaan, Damar meninggalkan wastafel dengan tangan yang masih basah. Tetesan air jatuh ke wastafel saat dia mengeringkan tangannya dengan tisu. Ia menghela napas lega dan memandangi dirinya sendiri di cermin di hadapannya. Kemudian Damar berjalan keluar toilet sambil memandangi jam tangannya yang menunjukan pukul 08:30.
Damar keluar dari toilet dengan langkah yang cepat, langkahnya diiringi oleh bunyi langkah kakinya yang terdengar di lantai perpustakaan yang sepi. Dalam keheningan tersebut, Damar menuju pojok perpustakaan dengan pikiran yang terfokus.
Namun, ketika ia sampai di pojok, terkejutlah melihat pemandangan yang mengerikan di hadapannya. Seno, yang beberapa menit lalu terlihat ceria, kini sudah tak bernyawa dengan posisi duduknya yang kaku. Kepalanya terkulai di atas meja, penuh dengan noda darah yang menyeramkan.
Damar merasa dunia berhenti sejenak di tempatnya. Tatapannya terpaku pada tubuh tak bernyawa di depannya, dan tak ada kata-kata yang bisa keluar dari bibirnya yang kering. Kehidupan mereka yang biasanya penuh dengan tawa dan keceriaan, kini dihadapinya dengan kematian yang tak terduga.
"Heiii...!"
Damar berteriak dengan suara yang sangat keras, mencoba membangunkan dunia di sekitarnya dari ketenangan palsu yang mereka alami. Ia melihat sekeliling perpustakaan, mencari tanda-tanda kepanikan atau kejutan di wajah orang-orang yang beraktivitas di sana. Namun, yang ia lihat hanyalah suasana yang tenang dan seolah-olah tidak ada yang terjadi.
Namun, suaranya terdengar seperti seruan yang terhanyut di angin. Orang-orang sepertinya hanya terus bergerak dengan sibuknya, tak menyadari kejadian mengerikan yang baru saja terjadi di dekat mereka. Damar merasa sendirian, tak tahu harus berbuat apa.
"Apa ini cuma mimpi? Tolong, ini cuma mimpi!"
Damar mematung memandangi mayat Seno, tubuhnya gemetar dalam kepanikan dan kesedihan yang mendalam. Di tengah hening yang menakutkan, Damar merasa terjebak dalam kegelapan yang tak terbayangkan sebelumnya.
Bagaimana hal ini bisa terjadi? Bisakah dia menemukan pembunuh misterius ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembunuhan 3 Menit
Mistério / Suspense".... Saya yakin pembunuhnya adalah orang yang sangat jenius dan kuat, sehingga bisa mengeksekusi pembunuhan seperti ini ...," tegas Detektif Arya. Tempat terhening, perpustakaan menjadi kasus pembunuhan paling misterius dan sulit sepanjang karir De...