24. Say yes

46 2 0
                                    


"Huft" Ayra mengatur nafasnya setelah dirinya berlari dari rooftop menuju taman belakang sekolah. Ternyata dugaannya salah, Azka tidak ada di rooftop.

Ayra kemudian berjalan ke arah Azka yang sedang duduk di kursi taman.

"Capek tau. Kirain lo ada di rooftop."

Setelah mendudukkan diri di samping Azka, Ayra mengipasi wajah mengunakan tangannya. Melihatnya Azka menghela nafas. Tangan kekarnya lalu terulur mengusap keringat di kening gadis itu. Tubuh Ayra seketika membeku.

Tak lama bell masuk berbunyi menandakan jam istirahat telah berakhir.

"Pulang sekolah tunggu gue di rooftop." Setelah mengatakan itu Azka berdiri dan berlalu meninggalkan Ayra yang masih diam di tempatnya.

                                *****

Setelah bel pulang berbunyi Ayra membereskan buku-bukunya lalu memasukkan ke dalam tas dan menyimpan tas nya di pundak lalu pergi keluar kelas karna akan menemui Azka di rooftop seperti yang cowok itu katakan di taman belakang tadi.

Sahabat Ayra sudah pulang duluan, Ayra terus melangkahkan kaki hingga tanpa sengaja di koridor berpapasan dengan sahabatnya Azka.

"Hallo ibu Negara." Ujar kelimanya kompak. Kenapa hanya lima? Karna Bara hanya diam dan Azka tidak ada di sana.

"Azka mana?" Tanya Ayra basa basi padahal ia sudah tau jawabannya.

"Harusnya lo tau kan Ra?" Tanya Bara sabar menghadapi sepupu kesayangannya itu.

Ayra mengangguk mantap. "Basa basi aja."

"Eh iya, kenapa kalian manggil gue ibu negara?" Tanya Ayra penasaran.

"Kan bapa negaranya Azka." Balas Satya.

"Suka-suka kalian aja." Mata Ayra lalu beralih menatap Arkan dan Gabriel.

"Kalian aman kan?" Tanya Ayra pada keduanya.

"Aman dong." Jawab keduanya sembari mengangkat jempol masing-masing.

" Kok gue ga di tanya Ra?" Tanya Rian sedih.

"Gue juga yakin lo aman." Karna Ayra tau Azka tidak akan menyakiti sahabatnya, lagi pula mereka hanya bercanda namun sepertinya tadi mood Azka memang sedang buruk.

"Okay deh. Gue duluan, bye." Ayra melambaikan tangan dan berjalan meninggalkan mereka.

"Bye. Hati-hati,"

"Ti ati di jalan ibu negara, jangan sampe kesandung,"

"Siapin hati Ra,"

"Gue yakin ga ada yang bakal misahin mereka lagi,"

"Jangan lupa pajak jad------"

"DIEM TOLOL!" Ujar Bara setelah membekap mulut Satya. Untung saja Ayra sudah berjalan cukup jauh dan tidak mendengar ucapan mereka.

                      
                      
                             *****

Setelah sampai di rooftop Ayra tidak melihat Azka. Hanya ada dirinya di sini. Perlahan Ayra melangkahkan kakinya ke arah depan barulah terlihat Azka yang kini tengah memandang ke arah nya.

"Kenapa nyuruh gue kesini?"

Azka tidak menjawab dan berjalan mendekati Ayra. Setelah sampai di hadapan gadis itu Azka menyodorkan buket bunga yang sedari tadi ia pegang di belakang punggungnya. Ayra mengeryit bingung tapi tetap menerima bunga pemberian Azka. Setelah sadar pipi Ayra memerah tapi sebisa mungkin ia menghilangkan nya.

Ayra masih memandang Azka dengan pandangan bertanya. Azka menunjukkan mimik wajah seakan sedang berpikir. "Kemarin-kemarin siapa yang ngerengek hm?"

"Lo paham ga si kalo cewek tuh butuh kepastian." Lanjut Azka lagi yang membuat Ayra membulatkan mulutnya.

Ayra sudah mengambil ancang-ancang untuk segera pergi dari rooftop sialan ini, sebelum akhirnya sebuah tangan menarik pelan lengannya lalu mendekapnya. Hangat dan nyaman itu yang Ayra rasakan.

Azka menghela nafas berat sebelum memulai ucapannya, "Lo satu-satunya cewek yang gue sayang setelah bunda. Apa selama ini sikap gue masih kurang buat ngeyakinin kalo lo itu satu-satunya?" Ayra hanya diam bingung harus menjawab apa. Walaupun Ayra tau Azka sangat dingin dan cuek kepada perempuan lain tapi tetep saja biar bagaimanapun yang menyukai Azka itu banyak, Ayra hanya takut.

Melihat Ayra yang tak kunjung mengeluarkan suaranya Azka kembali melanjutkan ucapannya.

"Fine. Mau jadi pacar gue?"

"Gue ga menerima jawaban lain selain iya." Lanjut Azka dengan masih memeluk erat gadis yang menjadi cinta pertamanya, setelah bunda tentunya.

"Lo udah tau jawabannya." Ujar Ayra pelan sembari mendongak, detik itu juga Azka menunduk dan membuat cowok itu tersenyum manis.

"Mulai sekarang panggilnya jangan gue lo lagi." Ujar Ayra cemberut.

"Coba bilang aku kamu." Ujar Ayra lagi.

Azka hanya diam bingung harus merespon bagaimana.

"Kamu cantik." Ujar Azka akhirnya yang membuat pipi Ayra kembali memerah, dengan cepat gadis itu memalingkan wajahnya.

"Kenapa gemesin banget hm" sungguh Azka tidak rela jika Ayra sampai di miliki cowok lain, membayangkannya saja Azka tidak rela.

"Gausah ladenin cowok lain,"

"Gausah senyum ke cowok lain,"

"Gausah ramah ke cowok lain,"

"Cukup ke aku aja, ngerti?" Ayra menahan senyumnya, jadi pas di kantin tadi Azka cemburu gitu?

"Kamu juga!"

"Kapan aku gitu ke cewek lain? Kaya nya ga pernah." Azka bingung karna Azka rasa dirinya tidak friendly.

Ayra melepaskan pelukannya dan mundur beberapa langkah dari Azka.

"Nih aku praktek in." Ayra mengusap rambutnya ke belakang yang membuat cowok itu semakin heran.

"Kamu kaya gitu aja cewek-cewek udah histeris." Ujar Ayra sebal.

Azka tertawa pelan kini ia paham apa yang di maksud gadisnya.

"Termasuk kamu?" Tanya Azka berniat untuk menggoda yang membuat Ayra kelabakan. Azka menarik turunkan alisnya dan Ayra semakin memanyunkan bibirnya.

Azka kembali tertawa dan mengacak pelan rambut panjang Ayra.

"Gamau pulang." Ujar Ayra tiba-tiba namun detik berikutnya ponselnya berdering dan memunculkan nama sang mama yang membuat Azka kembali tertawa geli.

"Waktunya pulang tuan putri."

*

Aku selalu terima kritik dan saran ya, kalo ada masukan atau apapun silahkan komen. Seneng loh aku tuh kalo ada yang komen hehe kaya jadi semangat gitu buat lanjutin cerita ini.

Makasi untuk yang sudah baca dan menemukan cerita ini, minta tolong juga untuk vote nya🤍
-
-
-
See you next part;)

AZKAYRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang