5 HARI KEMUDIANDila akhirnya memutuskan untuk membuka matanya setelah 5 hari tertidur lelap. Wajah pucatnya sangat terlihat, tubuhnya kian mengurus.
"Dila, are you ok?" Kesya membalikkan berkali kali kertas di hadapannya. "Kamu sekarang pasien ku, Dila." senyum manis berhasil Kesya munculkan.
"Zaidan mana?" terdengar sedikit berbisik. Suara Dila juga cukup bergetar mengatakan itu. Kesya yakin, Kesya saat ini tak dapat menjawabnya.
"Keadaan mu mengenaskan Dila. Tolong pikirkan dirimu--"
"Zaidan mana, Kesya?" lirih nya. Keadaan nya masih lemas, sangat lemas.
Kesya memeluk erat Dila, Kesya dapat merasakan pundak dengan jas dokter nya kini basah karena Dila menangis.
Dila menyentuh bahu Kesya, "Jangan mandi dulu. Siapa yang membuatmu tertembak?" tanyanya.
"Anjani."
"Kamu sekarang pasien ku, Kesya." Dila memunculkan senyum ssmirk. Kesya tau, Dila sedang mengubah topik, jika ia nangis berlarut larut sekarang, pasti keadaan nya akan sangat lemas.
"Iya deh. Btw, ini RS punya bokap gua. Santai aja."
Dila mengangguk paham. Dila melihat kearah Kesya.
"Kapan mereka bertiga di makam kan? Dimana juga Dika? Terus, kapten Arzan mana?" tanya nya berulang kali. Membuat Kesya terkekeh pelan.
"Nanya satu satu. Ayo ikut aku," ucap Kesya. "Lo pakai kursi roda ya, keadaan lo pasti nggak kuat lama." ucapan Kesya mendapat balasan dari Dila berupa anggukan halus.
***
"Dila, tunggu bentar. Ada panggilan UGD. Maaf banget." pinta Kesya berulang kali. Dila pun mengangguk seru, ia tertawa atas kelakuan Kesya yang memohon pada nya.
Dila pun segera mendorong roda pada kursi rodanya. Cukup berat, karena Dila tidak sabar, ia memilih untuk berjalan. Walau jalannya gontai dan berkali kali jatuh.
Langkahnya berhenti, ia melihat Mayjen keluar dari ruangan yang ada di rumah sakit. apa yang harus di lakukan Dila?
Dila segera berbalik badan, Dila berjalan dengan menyender pada tembok.
Dila segera membuka pintu yang dimasuki Mayjen. Ada sesosok lelaki tengah terbaring dengan alat bantu pernapasan. Kaki nya terlihat cedera.
Dila melihat wajah Arzan. Begitu pun Arzan yang terlihat masih lemah dan bermata sayu. Mereka saling bertatapan.
Dila memincingkan mata, ia berpikir ada yang di rahasiakan untuk semua kejadian ini. Dila mencoba berdiri, mendekati Arzan.
"Dimana Dika? Dimana jasad mereka bertiga? Dimana Thomas dan Anjani?"
Arzan hanya memalingkan wajah ke arah kiri. Ia tak ingin memberitahu semuanya pada Dila. Namun, rasa kasihan terus menyerbu dirinya.
"Dika,--- memilih untuk pergi waktu kecelakaan itu. Aku lumpuh sementara. Thomas dan Anjani sudah melaksanakan sidang. Mereka berdua di penjara seumur hidup. Sedangkan jasad---" ucapan Arzan terpotong. Arzan menghembuskan napas panjang. Air matanya turun dengan mendadak membasahi pipinya.
"Mereka bertig---" Arzan tak ingin membicarakannya. Arzan tak kuat.
"Mereka bertiga tidak di temukan. Ledakan begitu kuat, hingga tersisa abu." bukan suara Arzan. Melainkan suara Rafka.
Dila terjatuh di lantai dengan keras. Pandangannya melebur, namun, lama kelamaan berubah menjadi hitam. Matanya terasa berat.
Iya, Dila pingsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
FUTURE ELITE SQUAD
Художественная проза7 insan indah dengan canda gurau sederhananya. Tapi, sebuah guncangan dahsyat menimpa bumi begitu hebat. Hingga tersisa satu raga. Apa yang harus satu raga tersebut lakukan? Hingga akhirnya mereka kembali karena adanya mesin waktu, namanya Ranggana...