"Itu...." Masih berpikir, seperti tak asing dalam pikiran Gilang. Siapa ya?"MOBIL MILITER KITA!" pekik Rafka dengan suara toa nya. Mohon maafkan Rafka yang reflek berteriak. Seperti berhasil memecahkan materi MTK.
"Kita harus kesana memba-"
"Nggak bisa kapten! Kapten nggak liat keadaan Bian. Bian masih belum sembuh!?!" Rafka membantah ucapan Arzan. Seluruh wajahnya memerah, dalam pikiran nya terlarut dalam keadaan "Bian".
"Rafka, aku hanya tinggal demam. Jangan per-"
"Iya. Kamu selalu bilang nggak papa, Bi. Sampai kapan kamu bilang nggak papa? SAMPAI KAPAN!!?" Rafka menatap lekap mata Bian. Keadaan yang semulanya sudah kacau karena Dila dan Zaidan menjadi semakin kacau. Suasana menjadi sendu, ini menyebalkan!
"Aku menyesal tidak satu sekolah denganmu saat SMP dan SMA, aku menyesal" lirih Rafka.
Bian tersenyum, "Ternyata seperti ini ya rasanya punya pacar. Tapi sayang nya, kamu cowok" ucapnya. Rafka berdecih.
Kapten Arzan mengangguk, "Rafka, kamu sama Bian" Rafka yang mendengarnya segera mengangguk seru. Sedangkan Bian menatap Rafka dengan sinis.
"Dari pada lo sama cewek cewek" ledek Rafka.
***
DOR!
Arzan mengarahkan peluru nya pada lawan Koldik. Dengan senyuman smirk Koldik menarik pelatuk peluru nya kembali.
"Tanpa perlu ku cari, nongol sendiri" ucap Koldik tanpa melihat Arzan di sebelahnya. Arzan pun tertawa pelan.
Semuanya sibuk pada lawan. Darah sudah berada dimana mana. Sial nya Dion tertangkap, ia menjadi sandera saat ini.
"Bunuh aja tuh bocah. Muak gua" Gilang menarik pelatuknya, dan menaikkan satu alisnya. Memejamkan salah satu matanya. "Asalkan gua juga ikut mati!" sambung nya.
DOR!
Dengan napas yang tersengal sengal Dion bernapas. Jantung nya berasa di tikam, tak henti henti nya berdetak dengan cepat.
"Untung gua tepat sasaran" pamer Gilang. Dia meniup pistol nya. Dion masih saja melongo.
"Are you okey?" Koldik memberi tangannya untuk Dion agar segera berdiri dari duduknya.
"Nggak lah Koldik. Udah ketar ketir saya" Dion masih saja memegang jantung nya yang tak henti berdetak kencang. "Ya ampun jantung aku masih berdetak gimana ini--"
"Palamu peyang, kalau nggak berdetak mati bego" Zaidan menyenggol kepala Dion. Bagaimana mungkin anak ini sangat bodoh.
"Sudah sudah, Kami sudah punya bangunan. Dimana yang lain? Dila?" tanya Koldik mencari cari keberadaan adiknya.
Aden menunjuk ke arah dimana yang lain berada. "Disitu, segera jemput mereka. Bian juga demam" ucapnya. Koldik beserta pasukan sneior pun mengangguk.
***
Bian sudah mendapat obat, keadaan nya dari demam sudah pulih. Tawa canda pun mulai terdengar lagi.
Aden yang biasanya hanya terdiam, memilih untuk ikut mengobrol santai. Dalam benak nya, entah kenapa ia tak ingin kehilangan momen seperti ini.
Dion yang memang dasarnya usil, sering kali mengusili Ranggana. Tapi, jika bermasalah dengan Gilang, menurut ia seru---kecuali jika Gilang sudah benar benar marah.
"ARGH DION!? STOP GANGGU GUA!!!!" Rafka sudah berusaha Sekuat tenaga untuk menghentikan Dion yang kini asik mencium Rafka hingga memeluknya.
Koldik, Aden, dan para cewek cewek hanya bisa menggelengkan kepala nya. Memasang wajah yang sulit di artikan, seperti nya mereka lelah dengan sikap Dion.
KAMU SEDANG MEMBACA
FUTURE ELITE SQUAD
Ficção Geral7 insan indah dengan canda gurau sederhananya. Tapi, sebuah guncangan dahsyat menimpa bumi begitu hebat. Hingga tersisa satu raga. Apa yang harus satu raga tersebut lakukan? Hingga akhirnya mereka kembali karena adanya mesin waktu, namanya Ranggana...