11. A Secret

15 11 0
                                    

"Tapi Nak, Mamah nggak bisa ...," jawab lirih Bella yang masih menatap putranya.

"Kenapa mah? Om Sam cinta dan sayang sama Mamah, Dananta juga nyaman bersama Om Sam," protes Dananta bertanya.

"Mamah nggak mencintai Om Sam, itu akan menyakiti Om Sam. Mamah nggak mau dia menderita bersama Mamah. Mamah pingin Om Sam bahagia," jawab Bella menjelaskan.

"Tapi Mamah kan bisa belajar mencintai Om Sam. Om Sam tulus, Mah," jawab Dananta sedikit memaksa.

"Lalu bagaimana dengan papahmu? Apa kamu  menyuruh Mamah melupakan papahmu? Melupakannya dari kehidupan kita?" tanya Bella bersikeras menolak permintaan Dananta.

"Belajar mencintai Om Sam, tidak harus melupakan Papah Carey, Mah .... Jangankan Mamah, Dananta juga nggak bakal mungkin bisa melupakan Papah Carey, bahkan di dalam nama Dananta terdapat nama Papah yang selalu ada di hidup Dananta hingga Dananta mati. Tapi sekarang kita hidup di dunia Mah, dan sekarang Dananta belum bisa melindungi Mamah, Dananta juga butuh peran Papah untuk masa depan Dananta, dan Om Sam. Dia ada, dia menyayangi kita. Dananta percaya Om Sam bisa melindungi kita, Mah ...." Dananta mencoba meyakinkan.

"Sayang ..., Mamah ngerti maksud Dananta, tapi Nak, ada hal yang nggak bisa Mamah katakan kepada Dananta," lirih Bella mengusap lembut pipi Dananta dengan tangan kanannya.

"Hal apa Mah?" tanya Dananta meminta penjelasan sang Ibu.

"Dananta nggak—" Belum selesai menyelesaikan kalimatnya. Bella tiba-tiba berhenti bicara, karena rasa sesak yang tiba-tiba datang, dan membuatnya kesulitan untuk bernapas. "Bentar, Mamah mau ke kamar mandi." Bella berdiri dari duduknya, dan berlari keluar dari kamar Dananta. Meninggalkan Dananta sendirian di atas kasur.

"Mah! Mamah belum jawab pertanyaan Dananta ...," seru Dananta melihat ibunya meninggalkannya sendirian di kamarnya.

.

Bella berlari menuju kamarnya dengan rasa sesak di dadanya. Dia segera mengambil inhaler di laci meja dekat tempat tidurnya. Dia tarik napasnya lalu mengembuskan napas panjang, dia kocok inhalernya sebelum ia gunakan.

Merasa napasnya sudah kembali normal, Bella kini mengambil surat pernyataan dari Rumah Sakit yang berada di laci yang sama dia menaruh inhalernya.

_______________________________________________
Rumah Sakit Harapan


Nama : Dafania Silvana Bella
Jenis kelamin : Wanita
Usia : 30 tahun
Diagnosa mengidap penyakit paru obstruktif kronis.

Tanggal : 5 September 2025
Dokter pemeriksa

( Dr. dr. Lara  S. )
_______________________________________________

Menghela napas, Bella memejamkan matanya setelah membaca surat tersebut. Tanpa sadar dia meneteskan air matanya. "Kenapa? Kenapa aku harus sakit, Tuhan ...," lirih Bella menangis.

Tahun lalu, Bella datang ke Rumah Sakit Harapan karena mengalami gejala batuk berdahak, sesak napas dan tekanan dada. Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata Bella didiagnosa mengidap penyakit paru obstruktif kronis. Rasanya sakit saat Bella menerima surat hasil pemeriksaan tentang penyakitnya. Pikiran Bella menjadi kacau setelah menerima surat itu. Setiap kali penyakitnya ini kambuh, itu membuat Bella menjadi marah dan sedih, karena dia takut penyakitnya ini akan mengambil dirinya dari Dananta. Bella takut umurnya tidak bertahan lama, dan itu membuat putranya menjadi yatim piatu. Bella tidak ingin Dananta melanjutkan hidupnya tanpa arahan orang tua, Bella takut hidup Dananta menjadi berantakan tanpa kedua orangtuanya.

"Cukup Carey, aku jangan ...," lirih Bella terisak. "Kamu harus kuat, kamu harus bertahan. Demi Dananta, " ucap Bella kepada dirinya sendiri.

"Tunggu dulu Tuhan, jangan sekarang. Dananta masih butuh aku ...." Bella semakin terisak.

Saat tengah meratapi keadaan, lagi-lagi napas Bella menjadi sesak karena dia yang menangis terlalu dalam. Karena merasa susah bernapas lagi, Bella kini mengambil nebulizer yang ia taruh di dalam lemarinya. "Penyakit si*alan!" geram Bella sedari menyiapkan obat yang harus dia gunakan.

• • •

"Selamat pagi, anak Mamah," sapa hangat Bella membuka selimut Dananta.

Membuka matanya secara perlahan, Dananta dapat melihat ibunya membawakan makanan untuknya. "Pagi Mah," sapa balik Dananta memamerkan senyumannya.

Menarik kursi meja belajar Dananta. Bella membawanya ke samping ranjang Dananta. "Bagaimana tidurmu? Nyenyak kan?" tanya Bella memberikan pelukan hangat. Bella kini duduk di kuris yang tadi ia tarik dan mengambil sarapan yang ia bawa buat Dananta tadi.

"Nyenyak Mah, aku tidur dengan baik malam tadi," jawab Dananta membalas pelukan Bella.

Setelah mendapat pelukan dari ibunya, mata Dananta melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 9 pagi. "MAMAH! DANANTA TELAT SEKOLAH!" seru Dananta terkejut melihat jam dinding.

Melihat Dananta yang tiba-tiba berteriak, membuat Bella terkejut. "Astaga Nak, kamu lupa kamu sakit?" ucap gemas Bella melihat ekspresi Dananta.

"Tapi Mah, kalo Dananta nggak berangkat sekolah nanti Dananta ketinggalan materi, dan menjadi bodoh," ucap Dananta melihat ibunya.

"Memangnya sejak kapan anak Mamah Bella ini bodoh?" ujar Bella menatap Dananta. "Kamu ini sekarang sedang sakit, Mamah mohon jangan terlalu mikirin nilai kamu sekarang. Kalo misal nilai kamu turun gara-gara tidak berangkat hari ini, Mamah juga nggak bakal marah kan? Mamah itu cuma butuh usaha kamu, bukan nilai kamu. Okey?" jelas Bella meminta agar putranya berhenti menuntut dirinya sendiri untuk belajar terlalu banyak di usianya yang masih kecil.

Dananta tersenyum haru dan mengangguk paham mendengar ucapan ibunya.

• • •

( 2 hari berlalu)

"Iya! Makasihh ya! Aku janji kalo aku udah sembuh kita main bersama lagi!" ucap Dananta melambaikan tangan ke teman-teman yang baru saja menjenguknya, dan kini hendak pulang.

Ini sudah hari ke 4 sejak Dananta sakit. Keadaannya kini sudah membaik, meskipun dia harus duduk di kursi roda. Selama 2 hari berturut-turut teman-teman Dananta datang untuk menjenguknya. Dia merasa senang, tetapi juga ada hal yang membuatnya merasa sedih. Dia merindukan seseorang.

"Mamah," panggil Dananta memanggil Bella yang sedang membersihkan makanan sisa di ruang tamu.

"Bentar Nak," saut Bella yang tengah merapikan bantal sofa yang tadi berantakan, karena dibuat main oleh teman-teman Dananta.

"Iya Nak, kenapa?" tanya Bella menghampiri Dananta yang berada di teras rumah.

"Mah, Om Sam kok nggak menjenguk Dananta, ya?" tanya Dananta sedih, melihat ibunya yang kini berdiri di sampingnya dan tengah menghadap ke arahnya.

"Memangnya kenapa?" tanya Bella.

"Dananta rindu Om Sam, apa Om Sam lupa ya sama Dananta?" ucap Dananta bertanya.

"Mungkin Om Sam tidak tahu kalo Dananta sakit," jawab Bella.

"Mamah nggak ngasih tahu Om Sam?" tanya Dananta.

"Mamah lupa memberitahu, maaf ya. Nanti Mamah coba chat Om Sam," jawab Bella meminta maaf.

"Beneran ya?"  -Dananta.

"Iya sayang ...."  -Bella.




Wanna Be Yours Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang