Swan.
Aku dan Papi baru saja menyelesaikan makan malam, seperti malam-malam sebelumnya setelah selesai makan aku dan Papi akan bekerja sama membereskan meja makan. Biasanya Papi yang bagian membersihkan meja dari sisa-sia makanan dan aku yang mencuci piring di dapur. Aku nggak keberatan, karena sejak kecil aku selalu diajari untuk bisa melakukan pekerjaan rumah tangga.
Seperti yang kalian tau, dari kecil aku hidup bersama nenek dan kakek, Papi yang lebih sering bekerja di luar kota sesekali menjengukku untuk melihat keadaanku. Kalo boleh jujur waktuku bersama Papi memang lebih terasa akrab saat aku beranjak dewasa. Setelah usiaku menginjak 20an Papi mulai mengurangi pekerjaannya yang padat dan menggantinya dengan menemaniku di rumah. Jadwal Papi yang seharusnya dari jam pagi sampai malam di luar rumah, kini sudah berubah dan sangat berkurang. Sekarang Papi hanya menghabiskan setengah harinya di luar rumah dan sisanya dia habiskan untuk bersamaku.
Pilihan yang tidak mudah mengingat sekarang aku hanya bekerja sebagai freelancer dan nyambi parttime di café Papi. Tapi toh Papi tidak pernah keberatan dengan apapun pekerjaanku. Karena bagi Papi selama aku masih sendiri dan belum menikah kebutuhanku adalah tanggung jawabnya.
Aku senang ada banyak waktu yang bisa aku habiskan dengan Papi sekarang, seolah mengisi kenangan-kenangan yang dulu sempat kosong. Hari-hari biasa Papi dan aku sering melakukan perjalanan berdua, menggunakan waktu untuk menciptakan momen-momen baru untuk kami simpan. Sebagai seorang anak yang tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu sejak kecil, aku merasa kehadiran Papi sudah lebih dari cukup. Dia berperan sebagai seorang ayah sekaligus ibu, itu tidak akan mudah bagi seorang laki-laki muda yang ditinggalkan oleh pasangannya dan dipaksa keadaan untuk mengurus seorang bayi perempuan. Untungnya Papi memiliki orangtua yang mendukung apapun keputusannya dan mau mengurusku sejak aku bayi hinggal dibilang cukup dewasa.
Kepergian nenek dan kakek adalah sebuah kehilangan untuk kami berdua. Selama bertahun-tahun aku dan Papi bahu membahu untuk saling menguatkan. Bahwa sekarang kami hanya memiliki satu sama lain untuk bertahan hidup. Kami berdua kehilangan kakek dan nenek di tahun yang sama, hanya selisih sekitar empat bulan dengan nenek pergi lebih dulu. Masa berkabung itu belum sepenuhnya hilang dari hidup kami, tapi paling tidak sudah jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
Aku menghampiri Papi yang tengah menyetel tivi dengan menampilkan komedian-komedian terkenal ibukota. Papi memang suka melihat acara-acara komedi tivi, katanya seru dan menghibur. Namanya manusia pasti butuh hiburan, Papi selalu tertawa setiap melihat Sule, Parto, Andre, Nunung dan Azis Gagap yang tampil totalitas.
"Yah ini kan episodenya udah pernah tayang, Pi." Kataku saat melihat beberapa adegan yang pernah kutonton sebelumnya.
"Ya nggak papa, bagus kok. Papi suka, lucu."
"Yeuuu, kenapa suka banget nonton ovj sih?"
"Kak, nonton komedi itu bagus, biar hidup nggak tegang-tegang amat." Jawab Papi. "Besok kamu kemana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
kala hujan turun lagi
Художественная проза(SELESAI) Tentang mereka yang terluka di cerita sebelumnya Tentang mereka yang hanya muncul sebagai pelengkap di cerita sebelumnya Tentang mereka yang dikira akan hidup bahagia seterusnya di cerita yang pernah ada Juga tentang mereka yang ternyata m...