Ale.
Gue menarik koper mendekati sebuah gerbang dengan rumah berwarna putih satu lantai dengan halaman luas. Rumah di depan gue ini terlihat seperti bangunan baru terlebih dengan desain modern dibeberapa bagian yang membuat rumah tersebut kian mencolok, meskipun begitu ada beberapa bagian yang masih terasa kolonialnya di sudut-sudut tertentu. Gue memastikan alamat yang dituju sudah sesuai dengan alamat yang diberikan.
Sekitar jam 3 sore tadi gue mendarat dengan selamat di bandara Adisucipto Yogyakarta, seperti rencana gue sebelumnya, gue akhirnya mantap pindah ke kota ini untuk sementara waktu. Barang setahun sudah cukup gue mengasingkan diri dari riuhnya kenangan yang menghantam ingatan jika gue berada di Jakarta. Bagaimana kedepannya itu akan gue pikirkan setelah gue pulang dari sini. Sekarang gue fokus untuk menjalani hidup baru, lembaran yang baru di kota orang dan melakukan hal-hal yang gue suka.
Mata gue mengamati rumah yang dari tadi terlihat sepi. Gue celingukan mencari petunjuk sampai ada sebuah derap langkah menghampiri gue dari belakang.
"Hai," seorang perempuan bertubuh ramping dengan rambutnya yang full pirang itu menyapa gue canggung. Gue tertegun selama beberapa saat.
"Hai,"
"Hm, cari siapa ya?" tanyanya sopan. "ada yang bisa saya bantu?"
"Saya cari alamat ini." Gue menyodorkan hape yang menampilkan sebuah alamat kepada perempuan pirang tadi. "Ini benar rumah Pak Jagad Wirasena?"
Perempuan tadi terlihat bingun sepersekian detik sebelum menjawab dengan nada ramah. "Oh iya benar ini rumah Papi saya, tapi ada perlu apa ya sama Papi saya, papi lagi keluar sebentar."
"Saya yang akan menyewa paviliun di rumah ini." Jawab gue jujur.
"AH!" suaranya bikin gue kaget, jujur. "Aduhh lupaaa, iya, tadi Papi pesen katanya ada tamu yang dateng, ih lupa." Dia ngomel sendiri sambil buka gerbang, kemudian mempersilahkan gue masuk dengan gestur tubuhnya yang kelagapan. "Masuk, Kak, silahkan, haduhh.. maaf ya, Kak."
Tiba-tiba banget dipanggil 'Kak'.
"Hee, iya nggak papa."
"Tadi Papi tuh udah pesen cuma akunya lupa malah sibuk di café. Kirain kamu datengnya malem, eh sore udah sampai aja."
"Iya tadi berangkat pagi dari sana."
"Mau minum apa?"
"Teh, kopi, es sirup, susu.."
"Air putih aja." Sahutku cepat.
"Dingin apa yang biasa."
"Dingin."
"Okay, sebentar ya aku ambilin, kamu duduk aja dulu, Kak."
Tiba-tiba banget lagi manggilnya jadi aku-kamu.
Perasaan tadi masih saya-sayaan.
"Duduk dulu ya, aku ambilin minum sebentar." Katanya sambil menyeruak masuk ke dalam rumah meninggalkan gue di teras dengan keadaan canggung. Jari-jari gue bermain di gagang koper sebelum akhirnya suara gadis pirang itu terdengar lagi. "Kak duduk dulu aja, kok berdiri sih, kan habis perjalan jauh, dari Jakarta, kan? Duduk aja, santai, ini minumnya diminum dulu." Katanya tanpa jeda, gue meraih gelas berisi air putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
kala hujan turun lagi
Fiksi Umum(SELESAI) Tentang mereka yang terluka di cerita sebelumnya Tentang mereka yang hanya muncul sebagai pelengkap di cerita sebelumnya Tentang mereka yang dikira akan hidup bahagia seterusnya di cerita yang pernah ada Juga tentang mereka yang ternyata m...