chapter 17 - sebuah permohonan

43 5 0
                                    

Swan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Swan.

"Kak Ale, udah jangan diperpanjang ya, aku nggak apa-apa kok." Aku berusaha menahan tubuh Kak Ale yang jelas jauh lebih besar dariku itu. Laki-laki itu hendak memburu seorang laki-laki bertato yang tadi dengan sengaja menabrakku hingga nyaris terjatuh. Muka Kak Ale sudah merah padam waktu laki-laki tadi menatapnya tanpa rasa bersalah bahkan sempat menodongkan jari tengah pada kami berdua.

"Manusia brengsek!" Kak Ale keliatan sekali emosi, kakinya sudah hampir melangkah saat sekali lagi aku menahan tubuhnya sambil menggeleng keras.

"Kak Ale, plis. Udah. Aku nggak apa-apa, jangan dipermasalahin lagi ya, plis?" aku menatapnya memohon. Kak Ale balik memandangku intens, kali ini wajahnya melunak. Kak Ale menarik napas panjang lantas berusaha melepaskan kedua tanganku yang berada di pinggangnya. Dia mengangguk sebagai tanda dia akan menuruti permintaanku. "Jangan berantem, aku nggak mau Kakak berantem sama orang nggak jelas."

"Oke, nggak berantem." Katanya menenangkan. Tangan Kak Ale meraih kedua bahuku lantas memposisikan tubuhku di depannya. "Jangan jauh-jauh dari gue, ya."

Aku mengangguk, mengerti maksud Kak Ale. Sepertinya dia sedikit khawatir kejadian tadi terulang lagi.

Beruntung sampai acara selesai, nggak ada kejadian yang menyebalkan. Semuanya berjalan lancar dan aku senang sekali melihat deretan kembang api yang sedari tadi terus meluncur di atas kepala, kemudian menyala terang dibawah langit yang keunguan itu. Saking terpananya dengan kembang api yang terus berpendar di atasku, aku baru sadar jika sejak tadi tubuhku sudah berpindah sendiri berdiri di samping Kak Ale. Yang bikin aku tertegun adalah satu tanganku menggamit lengan Kak Ale dan laki-laki itu tidak kelihatan keberatan sama sekali. Dia masih sibuk menatap sisa-sisa pendar kembang api yang sebentar lagi selesai dan menyatu dengan warna malam yang semakin keunguan.

Dari samping aku melihat bentuk wajah Kak Ale yang seperti dipahat sempurna oleh sang pencipta. Garis rahangnya yang tajam, dagunya yang sedikit lancip, kelopak matanya yang bahkan terlihat begitu lentik dibandingan perempuan kebanyakan, juga bibirnya yang terlihat setengah penuh itu. Aku masih takjub memperhatikan sosok yang akhir-akhir ini memenuhi ruang pikiranku. Siang dan malam, wajahnya seringkali berkelebat bebas di benakku. Aku mengulum senyum tipis bersamaan dengan sebuah suara terdengar.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
kala hujan turun lagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang