Maya.
Bagian mana yang paling menyedihkan antara dilupakan atau tetap dikenang?
24 jam sudah hampir habis ketika desah napas gue terdengar melelahkan. Sebuah pertanyaan yang sampai sekarang belum bisa gue jawab. Pertanyaan sederhana yang ternyata nggak gue temukan jawabannya walau sudah berada di titik masalahnya. Gue melihat kalender yang sudah menunjukkan bulan Juni. Ternyata sudah satu tahun gue kembali ke Jakarta. Nggak terasa waktu begitu cepat terlewati.
Satu tahun berlalu ada begitu banyak hal terjadi dalam hidup gue. Hal baik, hal buruk, hal menyedihkan, maupun hal menyenangkan. Satu tahun yang awalnya begitu berat gue jalani namun ternyata bisa gue lewati meskipun ada banyak titik gue harus jatuh bangun.
Sudah satu tahun gue di Jakarta dengan segala kesibukan nyatanya nggak mampu meredam segala pertanyaan yang berjejalan di otak. Gue masih nggak bisa memilih mana yang lebih baik antara melupakan atau tetap mengenang. Gue masih nggak yakin apa sekarang gue sudah berhasil move on dari Ale atau sedang berusaha untuk bisa menerima seseorang yang baru. Gue belum tau apa yang diinginkan oleh diri gue sendiri. Apa benar yang gue lakukan sekarang adalah sesuatu yang gue inginkan atau hanya sekedar sebuah pelampiasan supaya otak gue nggak sibuk memikirkan masa lalu?
Gue nggak tau jawabannya.
Namun, bukankah itu adalah hal yang lumrah. Nggak semua pertanyaan di dunia ini ada jawabannya. Dan lagi, nggak semua pertanyaan bisa terjawab singkat dalam waktu satu tahun, kan? Ada pertanyaan yang bisa dijawab ketika sudah mendekati ajal. Namun ada juga pertanyaan yang baru ketemu jawabannya ketika dibiarkan mengalir begitu saja. Toh nanti jawabannya akan muncul sendiri.
Mungkin gue sedang menjalani pilihan itu. Menjalani hidup gue seperti ini adanya tanpa sibuk mencari jawaban. Membiarkan jawaban itu datang kalo memang sudah waktunya untuk datang. Nggak usah dipaksakan dan nggak perlu dicari-cari sampai ujung dunia. Gue takut saat sibuk mencari jawaban gue malah mengabaikan waktu dan kebersamaan yang gue punya dengan orang-orang terdekat gue. Sudah nggak dapat jawabannya, gue juga harus kehilangan momen kebersamaannya. Haduh ruginya dua kali lipat. Jadi, yasudahlah, gue memilih menikmati setiap momen yang gue punya bersama orang-orang kesayangan gue.
Seperti sekarang, di depan gue terdapat pemandangan langka dimana Sean dan Nares tengah sibuk berkutat dengan kerjaan masing-masing. Katanya sih nemenin gue yang ngerjain lemburan kantor untuk launching katalog baru untuk brand perusahaan, tapi nyatanya dari tadi mereka sibuk sendiri dengan laptop masing-masing.
Oh ya, sekedar informasi, Nares baru saja kembali ke Jakarta setelah beberapa waktu di Italia. Nggak menetap sih, katanya kemungkinan di sini sekitar tiga bulanan karena ada urusan yang harus diurus. Sekalian dia bisa remot kerjaannya yang ada di Italia. Entahlah, kalo ini disebabkan oleh pertemuannya tiga bulan lalu dengan Iris di Bali secara nggak sengaja itu. Dia belum cerita apapun ke gue dan gue pun nggak mau memaksanya berbicara. Mungkin dia belum siap berbagi dan sebagai temannya gue hanya bisa menunggu sampai dia bicara sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
kala hujan turun lagi
Художественная проза(SELESAI) Tentang mereka yang terluka di cerita sebelumnya Tentang mereka yang hanya muncul sebagai pelengkap di cerita sebelumnya Tentang mereka yang dikira akan hidup bahagia seterusnya di cerita yang pernah ada Juga tentang mereka yang ternyata m...