Ale.
Gue menilik jam di tangan yang sudah menunjukkan pukul lima sore. Tangan gue meraih ponsel yang gue saku sejak tadi. Nggak ada satu pesanpun dari Swan. Gue mengernyit tumben-tumbenan ini anak dari semalem nggak ada WhatsApp gue sama sekali. Biasanya dia rajin ngabarin gue. Sibuk kali ya, apalagi jadi karyawan baru pasti banyak perkenalan dan juga penyesuaian yang harus Swan jalani. Gue mendesah lelah.
Kerjaan gue hari ini banyak banget. Gue baru saja menyelesaikan pemotretan untuk sebuah majalah dengan model-model instagram, beberapa gue kenal karena sudah wara wiri pemotretan di studio. Salah satunya adalah Iris Pradyana. Gue mengenalnya karena dulu dia sering cekcok sama Maya untuk hal-hal sepela yang bikin kepala Nares pusing. Lalu gue mengenalnya lebih banyak setelah dia sempat berpacaran dengan Juna selama beberapa bulan. Gue melirik Juna yang berdiri di belakang komputer tengah mengamati sesi pemotretan terakhir.
Iris masih berdiri di posisinya saat setelahnya gue mengacungkan jempol. Sebagai sebuah tanda pemotretan berjalan sesuai rencana dan hasilnya pun bagus. "Thank you, Ris."
"Anytime, Ale." dia tersenyum miring sambil melepas jaket yang dia pakai menyisakan kaos pendek crop top dengan bahu terbuka lebar. Dia mendatangi meja tempat Juna berada. Iris hanya berniat untuk memonitoring hasil pemotretannya barusan kok nggak ada maksud lain apalagi berurusan dengan Juna. Hubungan mereka sudah selesai sejak lama dan kelihatannya keduanya sama-sama memilih untuk berdamai dengan keadaan.
"Lo suka hasilnya?" Juna bertanya pada Iris.
"Oke kok."
"Menurut gue juga oke. Hasilnya bagus. Thank you ya, Ris."
"Hm." Lalu begitu saja urusan sebagai sesama profesional itu berakhir antara Juna dan Iris. Iris meninggalkan studio pemotretan meninggalkan gue dan Juna. Gue mendekat ke Juna.
"Lo aman, Jun?"
"Heh?" dia menatap gue bingung. Gue berdehem lalu memberi isyarat kepergian Iris barusan. "Oh, soal Iris. Ya aman-aman aja sejauh ini, Le. Mau gimana lagi. Gue sama Iris ada di sebuah bidang kerjaan yang saling berkaitan. Nggak mungkin untuk nggak ketemu, jadi ya.." Juna mengedikkan bahunya lalu tersenyum lebar. "Hidup harus terus jalan, Le. Masa lalu itu toh sudah gue selesaikan dengan Iris. Pertemuan kami nggak bisa dihindari selama masih sama-sama bekerja di bidang kreatif begini. Lo juga tau industri kayak kita ya paling ketemunya sama orang-orang itu aja, kan?" Juna berdiri menepuk bahu gue. Gue saling bertatapan dengan Juna, lalu kepala gue memunculkan potongan memori bersama Maya. Mungkin hubungan gue dan Maya akan berakhir seperti Juna dan Iris. Hanya sebatas hubungan profesional yang saling menguntungkan nantinya. Nggak ada lagi rasa di dalamnya tapi hanya sebuah kebutuhan semata.
"Bagus deh kalo gitu. Gue sempat khawatir kalo kalian ketemu yang ada hanya teriak-teriak."
"Masa lalu itu, Le." Juna terkekeh. "Iris kelihatan lebih dewasa sekarang, pembawannya jauh lebih tenang ketimbang sebelumnya. Dia mendapatkan pasangan yang baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
kala hujan turun lagi
Ficción General(SELESAI) Tentang mereka yang terluka di cerita sebelumnya Tentang mereka yang hanya muncul sebagai pelengkap di cerita sebelumnya Tentang mereka yang dikira akan hidup bahagia seterusnya di cerita yang pernah ada Juga tentang mereka yang ternyata m...