"apalagi masalah yg kau buat, Arbeid Agra Diasa?"
Agra hanya diam sembari mengangkat bahu, "tidak tau dan tidak peduli" ucapnya sembari duduk dengan menyilangkan kaki.
Ia melirik pintu yg dibuka, dan terdapat Anggara yg membawa peti besar. "Baik, maaf saya telat" Anggara pun duduk.
Agra berdiri lalu mendudukkan bokongnya di paha Anggara, "duduk yg benar Agra" bisiknya. "Nggak."
Anggara menghela nafas, "menurut catatan, nak Agra ini memukul nak Astra lebih dahulu lalu dilanjutkan dengan pertengkaran yg lebih besar. Bisa dijelaskan dari masing masing pihak?"
"Dia emang kagak jelas, udah tau saya nggak salah apa apa. Main dia pukul aja" ucapnya menggertak. Agra yg diberi rubik untuk dimainkan itu dengan tenang menjawab, "lho, bukannya kamu duluan yg ngatain aku Anak haram Abang. Kan kamu yg ngatain itu kenapa aku yg kena."
Anggara tau jika saja tangan Agra tidak ditahan menggunakan rubik sudah pasti wajah pemuda itu akan hancur secara langsung.
"Kamu jangan main main Agra, saya tau kamu duluan yg mukul anak saya. Menjijikkan, abangmu juga sama menjijikkan" Anggara melepas rubik dari tangan Agra lalu membiarkannya berdiri.
"Saya nggak peduli lagi, mau dia ngamuk salah anda" Anggara lalu berdiri dan mulai membuka dan membereskan peti yg ia bawa.
Astra mulai dipukuli oleh Agra yg susah dihentikan, ibunya langsung menarik kerah baju Agra agar melepaskan Astra yg wajahnya sudah hancur itu.
"LEPASKAN ANAK SAYA, DASAR MENJIJIKKAN" Agra tidak mendengarkan dan tetap memukuli Astra, ia berdiri lalu mendekati kepala sekolah mereka dan menonjok kepalanya.
"Anda ini bodoh atau bagaimana?" Rambutnya dicengkeram oleh Agra. "Ahaha—AHAHAHAHA ANGGARA INI MENYENANGKAN!!" Wajahnya tersenyum puas sembari terus menarik rambut kepala sekolah mereka.
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Peti yg Anggara bawa langsung menelan Agra yg sedang mengamuk itu, "berhasil" Anggara menurunkan peti itu lalu melihat keadaan Agra yg sudah tertidur.
Anggara kembali duduk di kursinya lalu mengeluarkan file yg cukup tipis lalu mulai berbicara.
"Baik, jadi menurut mata mata saya. Apa yg dikatakan Agra itu benar, Astra yg pertama memulai semua ini dan justru adik saya yg salah, kalian dungu atau bagaimana? Adik saya melindungi diri, dan kalian malah memilih tersangka dari semua ini"
Anggara membawa peti berisi Agra lalu melemparkan kertas di amplop. "Untuk kepala sekolah tersayang dan untuk ibu Astra" Anggara lalu membanting pintu dan pergi.
Anggara dapat mendengar suara teriakan dari dalam ruangan kepala sekolah, ia mendengar mereka memohon untuk mendapat kesempatan lagi.
Yah, Anggara memberi ibu Astra kertas tentang Astra yg tak akan bisa diterima di sekolah mana pun hingga harus pindah negara, dan kepala sekolah mereka yg ditendang keluar.
Perjalanan hari ini selesai, dan saatnya beristirahat
Mohon di read
Ini tuh Anggara bisa ngeluarin susu, sesuai dengan tag yg ada di buku, di mohon baca tag dulu, baru memasuki supaya tidak terjadi masalah
KAMU SEDANG MEMBACA
Asa (Hiatus)
RandomBapak anak tapi panggilannya Abang Adek Notes: Nggak suka silahkan pergi, lebih baik habiskan waktu dengan yg lebih penting daripada ngetik hal jahat disini. BL tipis tipis (bukan incest) suka ada AU tiba tiba WANJAI BUKU GW MASUK PERINGKAT SATU WO...