XXIII

227 12 7
                                    

3 bulan setelah mereka berpacaran, Anggara sudah tau apa saja yang disukai Aksara. Dimulai dari makanan, minuman, warna, dan kink Aksara bahkan ia tau.

Aksara sangat suka dipuji atau bisa juga disebut praise kink. Aksara sangat suka dipuji entah dari hal kecil maupun besar. Bahkan ia terkadang memintanya secara langsung dari Anggara.

Anggara yang memang jengah karena pemuda itu semakin mengganggu lebih sering mengiyakan permintaan Aksara. Mulai dari memujinya menggunakan kata kata, dan juga lewat aksinya.

Ver, Fian dan Asta bahkan sudah biasa melihat kakak kelas mereka itu datang ke kantin hanya untuk bermanja dengan Anggara.

"Masuk sana, kak" ucap Anggara sembari mengelus dagu Aksara yang bersandar kepadanya. Aksara merengek, ia mengeluarkan kepalanya dari leher Anggara.

Anggara meliriknya sekilas sebelum menyedot habis minumannya, ia mencium dagu Aksara lalu bangkit meninggalkan Aksara yang membeku sembari memegang bekas kecupannya.

Malamnya, Anggara menunggu pesan dari Aksara. Walau ia terlihat membenci pemuda itu, rasa cintanya jauh lebih besar. Biasanya aplikasi pengirim pesannya sudah dipenuhi notif dari Aksara, tapi sekarang satupun tidak ada.

Anggara semakin khawatir, apalagi hatinya terasa tidak nyaman, ia merasa gelisah. Anggara menerjang hujan berlari ke arah rumah Aksara.

Rumah itu dalam keadaan gelap, tapi motor Aksara ada di sana. Anggara membuka pintu kasar, melihat jelas Aksara yang tersungkur, masih dengan seragamnya yang lengkap. Tapi darah memenuhi wajah pemuda itu.

Mulut dan keningnya dipenuhi darah yang mengering. Anggara terdiam, ia membeku. Kakinya melangkah, berlutut sebelum menyentuh kepala Aksara.

"Asa...? Asa...? AKSARA BANGUN! INI TIDAK LUCU!" Tangannya menepuk nepuk pipi Aksara yang mendingin dan memucat. Jantung pemuda itu sudah tidak berdetak.

Dan Anggara menangis sejadi jadinya. "Maafkan aku... Aku mencintaimu." Bibir yang sudah kehilangan warnanya itu Anggara kecup, tidak memperdulikan rasa darah yang jelas.

Melumat bibir kaku itu. Asin. Rasa ciumannya manis tapi air matanya tidak bisa berhenti keluar. Ia memegang kedua sisi wajah Aksara.

Kembali melumat bibirnya.

Tubuh itu dimasukkan dalam peti, Anggara menatap peti itu, melemparkan bunga ke dalam peti. Dan peti itu dikubur. Meninggalkan penyesalan pada Anggara karena tidak membalas cinta Aksara tepat waktu.

Perjalanan hari ini selesai dan saatnya beristirahat

Hore

Asa (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang