Bab 3

4.3K 247 4
                                    

Mature scene 21+

Happy reading, semoga suka.

Yang mau baca duluan, bisa ke karyakarsa ya, sudah update sampai bab 6. Contains mature scene ya dan sedikit tema dark di bab 6 ini. Some punishment for Reina karena mencoba melarikan diri, jadi read only if you enjoy dark romance.

 Some punishment for Reina karena mencoba melarikan diri, jadi read only if you enjoy dark romance

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luv,

Carmen

___________________________________________________________________________

Reina sedang berbaring tengkurap, tangannya terselip di bawah dagunya saat mata hijaunya yang mengantuk perlahan menyesuaikan diri dengan keremangan ruangan. Sesuatu menggoda Reina dari tidur tanpa mimpinya, membuat alis Reina berkerut kecil.

Ia masih berbaring dengan posisi tengkurap, perutnya menekan tempat tidur kayu berukiran rumit di sebuah ruangan yang berperabotan jarang. Sinar matahari yang pucat masuk melalui jendela kecil di ruangan itu dan menyinari tubuh Reina. Ia masih berbaring sambil merenungkan apa yang telah membangunkannya dari tidur dan ingatannya kembali lagi kepada sosok itu. Garrick Altreides.

Oh Lord... Reina menutup mata saat merasakan gelombang panas yang mulai menyapu dirinya. Tapi bahkan dengan mata terpejam, ia tidak bisa menghapus ingatannya tentang pria itu atau apa yang telah dilakukan Garrick Altreides pada Reina. Juga, sepasang mata abu dingin itu tidak mau lepas dari bayangan Reina.

Reina berjengit pelan saat merasakan udara hangat yang bertiup pelan di antara kedua pahanya yang terbuka. Reina mendorong rambutnya ke belakang, lalu mengangkat tubuhnya dengan satu siku, mencoba melihat apa yang telah menggangu tidur lelapnya.

Apa yang ditemukannya membuat Reina terkesiap kaget. Sebuah tangan yang besar mulai menampar bokongnya, membuatnya menjerit terkejut. Dan Reina berguling telentang dengan cepat, bermaksud melindungi dirinya. Terdengar sebuah suara tawa pria yang menyusup masuk ke dalam benaknya yang masih berkabut oleh kantuk. Reina langsung tersadar sepenuhnya. Di sana, di bawah kakinya, berlutut seorang pria, polos seperti hari ketika dia dilahirkan. Napas Reina tercekat di tenggorokan saat menyadari cara pria itu menatap tubuhnya yang juga terbuka. Mata itu membuat Reina menggigil, mata abu dingin milik Garrick Altreides.

"My... My Lord! Apa yang... oh!"

Reina tak punya waktu untuk bertanya. Ia mencengkeram selimut di samping ranjang besar itu lalu menutupi tubuhnya dengan cepat. Tapi pria itu begitu cepat. Belum satu kedipan mata dan ia mendapati pria itu sudah berada di atasnya. Lengannya yang kuat dan panjang merenggut selimut itu dari tangan dan tubuh Reina. Ia berusaha melawan, berusaha menyentaknya kemblai, tapi Reina persis seperti kupu-kupu tak berdaya yang sudah berada dalam cengkeraman singa.

Ia terengah saat berat pria itu menekannya ke kasur dan melihat dengan tak berdaya bagaimana selimutnya dibuang begitu saja ke bawah. Reina menggeliat di bawah pria itu, berusaha keras mendorong sepasang bahu kuat itu sementara kaki-kaki kuat pria itu mencoba menekannya, berusaha menyelinap ke antara dirinya. Tepat ketika Reina berpikir bahwa semua perlawanannya berakhir sia-sia, ia akhirnya berhasil mendorong pria itu menjauh. Tapi kemenangan itu hanya sesaat karena pria itu dengan mudah meraih pinggangnya dan berguling bersamanya. Tapi Reina menggeliat membabi buta, mencoba menggerakkan kakinya, mendesakkan diri, mendorong tubuh hangat itu dalam usahanya untuk melepaskan diri, tidak sadar akan bahaya yang ditimbulkan untuknya sendiri karena ia bergerak dan menggeliat seperti ini. Berjuang untuk meraih selimut, ia tidak sadar bahwa pria itu sudah berada di kedua kakinya.

"Ohh!"

Reina terkesiap keras saat bibir pria itu melekat di salah satu puncak dadanya dan ia merasakan puncak itu mengeras. Ia menggeliat semakin keras tapi kali ini, pria itu dengan mudah mematahkan perlawanan tak berartinya. Ia kini berada di bawah tubuh besar itu, menatap ke dalam mata abunya yang menimbulkan bulu roma. Mata Reina melebar saat merasakan sesuatu yang keras menekan paha dalamnya. Dan pria itu tersenyum padanya, jenis senyum yang menakutkan, menimbulkan getar bahaya, senyum yang tidak sampai kepada mata abu pria itu...

Reina bergidik pelan. Tapi saat ini, ia berada dalam masalah lebih besar. Tubuhnya terperangkap di bawah tubuh besar itu. Tangannya mencoba mendorong bahu kekar itu lagi tapi gagal. Kekuatannya sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan pria itu. Lalu Reina membuang wajahnya, tak sanggup menerima tatapan berlama-lama pria itu di wajahnya. Apa yang diinginkan pria ini dari Reina?

Reina menelan keras saat jari pria itu menangkap lembut dagunya lalu memaksanya agar kembali menatap pria itu. Sentakan pelan terasa di perut bawah Reina ketika pria itu menundukkan wajahnya. Ciuman pria itu keras dan menuntut, menjajah dan memaksa sementara Reina merintih kecil. Pinggul Reina bergerak, mendesak, berusaha menjauhkan pria itu, berusaha mencari celah untuk lari dari bawah tubuh yang sedang memerangkapnya itu dan sama sekali tidak sadar bahwa gerakan-gerakan itu hanya membuat pria itu semakin keras.

"Le... lepaskan aku!" bentak Reina saat berhasil menarik dirinya dari ciuman pria itu. Ia masih tidak sadar bahwa perlawanannya hanya membuat pria itu semakin bergairah.

"Oh? Jadi tawanan kecilku ingin melawanku, hmm?" bisik pria itu serak sambil menempelkan ciumannya pada pelipis Reina.

Reina menggerungkan protes, ia memejamkan matanya keras dan mengerang marah saat pria itu mencengkeram kedua pergelangannya dan membawa keduanya ke atas kepalanya. Ia sama sekali tidak siap ketika tangan pria itu turun ke bawah tubuhnya dan menyentuh posesif di bawah sana.

"Oh! Apa yang kau lakukan!"

Pria itu menyunggingkan senyum jahat. "Ketahuilah, aku akan menandaimu di sini, Reina," bisik pria itu serak dan sambil menatap Reina, pria itu menyusupkan satu jarinya ke dalam tubuh Reina yang tidak siap lalu menariknya kembali.

"Hentikan!"

"Oh, aku akan melakukan lebih dari itu," balas pria itu kemudian. "Aku akan melebarkan kedua kakimu dan merenggut keperawananmu. Akan terasa sakit pada awalnya tapi kau akan belajar mengakomodasiku, lalu pelan-pelan kau akan menikmatinya, malah kau akan merindukan keberadaanku di dalam dirimu setelahnya."

Oh, mengapa pria itu mengatakan hal-hal menjijikkan seperti ini? Reina tak sanggup mendengarnya!

"Tidak, tidak, hentikan!"

Reina menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan saat rasa takutnya semakin tumbuh karena ucapan pria itu. Tapi pria itu sama sekali tidak peduli. Ia terkejut saat merasakan kain lembut yang mengikat kedua pergelangan tangannya ke kepala ranjang. Reina kembali melawan, berusaha mencakar pria itu, menggerakkan pergelangannya, memutarnya tapi semua itu tidak berhasil. Pria itu dengan tenang mengencangkan ikatannya.

"Hentikan! Hentikan! Tolong lepaskan aku!"

Teriakan Reina hanya singgah di telinga tuli. Reina lalu menendang tapi pria itu dengan cepat mematahkan perlawanannya. Ia berteriak keras saat pergelangan kakinya juga diikat ke sudut ranjang, lalu pergelangan satu lagi ke ujung lain, membuat Reina terbuka begitu lebar sampai-sampai nyaris terasa sakit. Pria itu mengikatnya sehingga Reina tidak bisa mencegah pria itu melakukan apapun yang ingin dilakukannya, berusaha merampas apa yang tidak rela ia berikan. Bedebah! Jantung Reina terasa nyaris meledak saat pria itu berlutut di antara kedua kakinya dan menyelipkan bantal di bawah pinggul Reina.

"Apa... tidak... please stop it," Reina berbisik, memohon, suaranya bergetar, rasa takut memenuhinya saat ia menatap kekerasan pria itu di antara kedua kakinya yang kuat. Ia memejamkan matanya erat dan mulai menggeleng keras. Tidak... tidak mungkin...

"Ssshh..." bujuk pria itu dengan suara yang mendirikan bulu roma Reina, jarinya bergerak memutar di perut Reina. Ia bergetar, perutnya terasa mengetat oleh rasa takut. Reina merasa begitu terbuka, begitu rapuh, terbentang di bawah pria itu, tidak bisa melindung dirinya dari tatapan memangsa pria itu. Air mata amarah dan malu memenuhi kedua mata hijaunya.

"Mengapa?" bisiknya. Mengapa pria itu melakukan ini padanya?

"Don't worry, the pain will be over soon," bisik pria itu, menyuarakan janji yang mendirikan bulu roma Reina, ia bergidik saat merasakan tangan itu menyusuri paha dalamnya.

_________________________________________________________________________

Bab 3 yang lengkap bisa dibaca di Karyakarsa ya.

The Devil's RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang