Part 18

7 3 0
                                    

*Alera Sea Madhiaz

"Sky, gapapa kan kalau kita– yah, begini. Ber-partner lagi," tanya Kak Bumi di sela-sela membaca part baru yang gue kirim. Selepas kumpul komunitas dia mengajak gue buat ngobrolin projek. Menyusun rencana buat part selanjutnya, katanya. Barusan gue udah kirim naskah gue, besok giliran bagiannya dia. Dan kita perlu bicara buat nyambunginnya.

Gue tersenyum lebar, " no problem! Dia oke kok."

Kak Bumi mengerjap cepat, berembus lega. "Syukurlah…"

"Asal lo ingat janji kita aja sih kak…" celetuk gue. Membuatnya berhenti membaca dan mengalihkan pandangannya dari laptop ke gue, mengernyitkan dahi.

"Jan…ji? Masih berlaku juga buat sekarang?"

"Yee masih laah… till the end of the time. Sampai kapan pun. Hahaha"

Kak Bumi berdecak, menggeleng kecil.
"Bisa bucin juga ya lo… ck ck ck," lalu tergelak singkat.

"Buciiin?"

"Iya. Lo bucin banget sama Sky. Sampai sampai gak biarin gue buat berada di antara kalian."

Hum? Berada di antara gue dan Sky? Maksudnya..?
Dia mau masuk ke dalam hubungan gue dan Sky seandainya gue mengizinkan? Eh– apa gimana? .

"Ahahah biarin."
Balas gue pada akhirnya. Meskipun sebenernya gue gak tau ini apa maksudnya. Tapi anggap aja dia cuma bercanda. Iya, canda. Yang garing, wkwk.
"Btw kak… gue belum minta maaf ke lo soal… gagalnya projek kita yang kemarin. Jatuhnya mimpi kita, mimpi lo, karena gue. Maaf, kak."
Gue tiba tiba teringat terakhir kita bicara panjang lebar waktu itu, gue belum sempat menebus kesalahan gue.

"Ya ampun Sea, lo masih mau bahas itu? Gue aja udah lupa haha"

Bohong. Ketara banget dia bohong.

"Mana bisa–"

"Gue yang harusnya minta maaf Sea. Gue udah menyalahkan lo gitu aja. Padahal mungkin kalau gue berada di posisi lo, gue yang jadi lo, mungkin gue akan melakukan hal yang sama seperti lo. Gue menyadari itu… jadi gak usah mempermasalahkan lagi. Sans aja sama gue," terangnya tulus, diakhiri seutas senyum.

"Gue gak merasa lo salah kok, kak. Tapi, berarti itu yang buat lo beri gue kesempatan untuk memperbaiki…?"

Kak Bumi gak langsung menjawab. Meluruhkan punggungnya ke kursi, lalu menutup laptopnya.
"Kita ini sama sama terjatuh, Sea. Bukan cuma gue aja. Bangun mimpi kita lagi sama-sama, kita satukan kepingan-kepingan yang telah runtuh, kita perbaiki jadi utuh. Together. Bersama, semua jadi mudah."

Nadi gue berdenyut pelan, kehangatan menjalar di dalamnya. Seperti saat pertama kali kita bangun angan dan harapan, dia membawa gue ke dalam kubangan asa yang menjulang tinggi. Mengajak gue buat terbang seolah bintang bisa gue petik dengan mudah.
"Thanks… kak. Gue gak tau apalagi yang bisa gue berikan selain naskah…"

"Lebay, hhahah," timpal Kak Bumi dengan entengnya. Ya ampun… lagi serius juga.

"Gue serius kaak!" gereget gue dengan melebarkan mata. Kak Bumi meringis, "...your welcome, Sea. Tanpa lo projek ini juga gak ada artinya. Gue gak bisa selesai tanpa lo. Sebagian isi, hanya lo yang menghidupkan. Ide cerita ada di lo sebagian," katanya kemudian.

“Alay, ahaha,” gantian gue yang menyeletuk.

“Eww copas! Plagiat itu…”

“Eh- enggaklah. Gue cuma balas dendam ya ahaha.”

Ka Bumi mengerling malas, “up to you.”

Gue cuma menyengir, gak melanjutkan lagi. “Jadi itu gimana part gue? Oke? Kita lanjut?” tanya gue beralhi serius.

Dream, Or You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang