Part 11

9 5 0
                                    

*Sky Airlangga Damaresh

Gue kira semua cuma mimpi .

Gue pikir, gue bisa kembali tersenyum saat terbangun kini.

Nyatanya,

I in the wrong for it.

I didn't illusion.

.

.

.

Perlahan, gue memaksakan tubuh untuk bangun dan duduk bersandar kepala ranjang. Pandangan gue tertuju kearah jendela besar dikamar gue, menatap jauh tapi kosong. Tanpa gue inginkan, kepala gue memutar memori hari belakang. Menampilkan detik-detik dimana satu sayap gue yang tersisa akhirnya menyerah dan menyusul sayap lainnya yang tiga hari sebelumnya lebih dulu meninggalkan.

Keadaan Mama memburuk.

Tapi dia justru menolak pengobatan meskipun sudah kita bujuk.

'Biarin Mama, Papa udah nunggu Mama disana, Mama akan bahagia.'

Dua hari gue lewati penuh derita, penuh ketakutan yang luar biasa. Tapi Mama, dia dengan tenangnya mengatakan itu dan mengabaikan rasa sakitnya.

Dunia gue hancur saat Papa pergi, gue nggak bisa membayangkan saat Mama menyusulnya. Dan saat akhirnya itu terjadi, gue baru tau; kalau kehilangannya, membuat jagat gue berhenti.

'Hidup bahagia disini Sky, Mama akan bahagia juga disana.' Mama berbisik lembut ditelinga gue.

'Berdiri yang tegak, kamu kuat. Dunia masih ingin kamu terus berpijak, kamu masih punya mimpi yang belum didapat, Sky.'

Gimana Sky bisa melewati itu semua Ma? Sedangkan dua sayap Sky sudah tiada-sedangkan penyemangat Sky sudah pergi-sedangkan alasan Sky merangkai mimpi, sudah nggak ada di dunia lagi.

.

.

.

Tanpa menjawab keluh kesah gue, Mama menghela nafas terakhirnya, menciptakan episode terkelam dalam hidup gue.

.

.

.

Gue memejamkan mata erat, menahan sesak yang terus menyergap.

'Lo kuat Sky, semua orang bilang lo kuat. Lo harus yakin itu!'

.

.

.

Ceklek

Pintu kama gue terbuka, menampilkan laki-laki berkaus putih dengan nampan ditangannya-yang langsung tersenyum saat melihat gue udah terbangun; bang Rion.

"Udah bangun? Gue kira masih tidur." Sapanya sambil mengacak rambut gue. Gue diam, mendatarkan wajah; belum ingin menyamai wajah cirianya. Karena gue tau, dia cuma pura-pura, dan itu menyakitkan.

"Makan Sky, istri bang Rigel udah buatin lo bubur. Pasti enak banget. Secara, dia kan koki. Ya nggak?" tawar bang Rion sambil menyodorkan mangkuk ke gue.

Gue diam. Menolaknya.

"Mau gue suapin?" tawarnya dengan terkekeh kecil. "Ck. Mentang-mentang bungsu ini ceritanya, tapi okelah. karena gue sayang adek, nih gue suapin. Aa... "

Gue mendengkus pelan, menjauhkan sendok yang menggantung didepan mulut gue. "Bang, gue nggak laper."

"Lo harus makan."

"Gue nggak laper."

"Kapan terakhir kali lo makan?" tanya dia yang sepertinya mulai jengah dengan gue. "Jangan gini, Sky."

Dream, Or You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang