Part 22 (The End)

6 3 0
                                    

*Alera Sea Madhiaz

Jadi, beginikah akhir dari kisah Sky dan Sea…?
Bahwa langit dan laut gak akan bisa bersatu…?
Bahwa langit dan laut tidak ditakdirkan untuk hidup bersama selamanya…?
Bahwa langit dan laut tidak berada dalam satu garis waktu…?
.

.
Lalu, apa artinya janji kita waktu itu…?
Saat Sea berjanji akan selalu ada untuk Sky selamanya…
Saat Sky berjanji akan selalu bersama Sea selamanya…
.

Waktu itu… perkataan itu… gak ada artinya kah?
.

.
Pepatah bilang, “yang fana adalah waktu. Kita abadi.”
tapi realita bilang, “yang fana adalah waktu. Dan kita fana dalam fananya waktu.”
.

.
Iya. Begitu.
.

Damn
.

Kenyataan menampar gue yang selalu berekspektasi semua akan berjalan sempurna. Kita akan selalu baik-baik aja. Dan semesta menghendaki kita untuk hidup bersama.
.

Kesekian kalinya, hati gue bergetar.

Beginikah akhir dari kisah Sky dan Sea…?
Bahwa terbentang jarak yang panjang di antara mereka…?
Bahwa Sky: langit, jauh di atas sana hingga Sea: laut, gak bisa menggapainya…?

Langit dan laut gak setara.
Langit dan laut gak berdampingan.
.

.
Tes. Satu butir air lolos keluar dari mata gue.
.

Seginikah sakitnya…? Saat hati gue teremas… saat pikiran gue porakporanda… saat raga gue ingin berteriak… dan saat kaki gue berpijak di atas tanah yang gak ingin gue tapaki.

Rasanya… ingin marah dengan waktu. Ingin memberontak dari kenyataan bahwa gue, telah kalah dari waktu. Dan lari dari ekspektasi yang terus membersamai gue, memutar angan-angan masa lalu.
.

.
Aghh. Waktu benar-benar berlalu dengan cepat. Sangat cepat sampai dia terampas, terbawa waktu. Waktu telah merenggutnya dari gue.
.

Sky. Dia akan pergi. Dia akan memetik mimpi. Dia akan meninggalkan gue dan seuntai cerita panjang di antara kita. Meninggalkan kebersamaan yang kini makin hari makin menipis.

Dia… asing.
Dia… seolah berpaling.
Dia… gak ada di saat gue membutuhkannya. Di saat gue menginginkannya untuk selalu ada. Di samping, di saat gue ingin bersamanya.

Entah seberapa panjang lipat lagi jarak yang akan terbentang di antara kita. Entah seberapa lama lagi waktu membuat kita jeda.
.

.
Agh. Sial. Kenapa kepala gue jadi rungsing begini sih?

Gue menyeka air mata yang lancang membasahi pipi gue. Menarik napas panjang… lalu mengeluarkannya perlahan. Berkali-kali menguatkan hati gue sendiri buat tetap bertahan sebentar lagi.

Iya.
Sebentar lagi, Sky pasti datang.
.

Satu jam yang lalu gue mengirim pesan ke Sky kalau gue akan ke rumahnya. Gue berharap kita berpisah tanpa masalah. Gue ingin memperbaiki sebelum dia benar-benar pergi. Sebelum dia berangkat ke asrama militernya– seperti yang Arzha bilang.

Sudah gue bilang waktu berlalu begitu cepat. Wisuda telah terlewati, projek gue dan Ka Bumi berhasil diterbitkan– H-2 launching, dan kini H-1 keberangkatan Sky ke asramanya. H-1 Sky pergi demi mimpinya.

Demi mimpinya…

Dia gak akan ada saat gue mencapai puncak keberhasilan gue. Dia akan sudah pergi saat mimpi gue tergenggam erat.
.

.
Gue memandang penuh harap rumah besar yang menjulang tinggi di depan gue ini. Hari makin larut, tapi belum juga ada tanda tanda kalau Sky akan keluar menemui gue. Gue kembali mengecek handphone, mendapati kenyataan bahwa–
/Sky, Sea ada di depan rumah…/
(ceklis satu)
–Sky belum juga membuka handphone-nya.

Dream, Or You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang