9: long distance thoughts

2.4K 421 135
                                    




notes: terima kasih yang mau baca ini sembari gue masih berurusan sama perbaikan-perbaikan post-raker dan belum sempet update SS, makasih buat yang mau vote, yang nyempetin komen, gue happy banget bacain satu-satu... kalian adalah semangatnya aku, ayang...!











9.


Kiara bahkan ga bisa lagi tidur nyenyak tadi malam. Jenar tidak pergi kemanapun, Laki-laki itu tetap tidur disebelahnya dengan dengkuran halus yang menenangkan. Jenar bahkan bangun saat Ajra menangis karena haus lalu kembali lagi ke kasur, memeluk Kiara sembari melanjutkan tidur. Entah apa maksudnya.

Paginya Kiara pura-pura tidur lebih lama hingga Jenar bangun, mandi dan akhirnya pergi ke kantor, untungnya Ajra juga bangun agak siang. Jenar hanya membangunkan Kiara sejenak sebelum ia pergi karena ia meninggalkan Ajra didepan TV, sarapan sambil nonton kartun tiga monster kesayangannya.

Dengan sikap Jenar yang jauh lebih lembut dan lebih intim, Kiara tetap jadi pengecut yang paling besar disini. Ia tau seharusnya bisa bersikap biasa saja atau bahkan ingin bicara soal kejelasan keduanya sore hari saat Jenar opulang, tapi ia memilih pergi ke Attic dengan alasan ada meeting kecil.

"Pulang jam berapa nanti?" tanya Jenar.

Kiara tertegun karena ini pertama kali Jenar bertanya soal jam pulang Kiara, biasanya ia hanya memastikan Kiara akan pulang. "Ehm, bakal naik ke stage pertama, jam 1 udah selesai."

"Gue tidur di kamar utama lagi." ujarnya. lalu terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "lo juga ya?"

Apapun hubungan mereka, Kiara mengangguk. Aneh. Tapi ia mau.








~~








"Ngapa muka lo?" tanya Revin sembari duduk diseberang Kiara.

"Gapapa."

"Suami lo ga dateng nih nonton lo lagi?"

Kiara tersenyum, ia menggeleng tapi kalimat Jenar yang menginginkannya untuk tidur di kamar utama dengan Jenar membuatnya tersipu.

"Idih, kenapa muka lo merah??" Revin tiba-tiba melotot, "lo tidur sama dia ya? Njir, katanya ipar, lo ewe juga??"

"Apaan sih, orang engga!!"

"Engga?" Revin menggeleng, "goblok."

"Hah?"

"Lo tinggal serumah sama cowo se-hot itu, mukanya ganteng, badannya bagus, terus lo diemin aja, wah ada yang salah sama lo, Ki."

Kiara mendengus kesal, "Rev, gue mau aja milikin Jenar, sumpah demi apapun gue suka sama dia, tapi gue ga bisa ngerusak apapun ya, engga sampe Ajra nemuin orang tua asuh dia. Gue mau tetap rasional, ga kebawa perasaan apalagi kalo harus ambil keputusan yang menyangkut Ajra." Kiara mengambil nafas, "kan lo tau, relationship itu ngerusak orang. Jadi ga bisa mikir lurus, jadi ada cemburu, jadi gampang marah, biasanya jadi menyepelekan... Karena kita merasa sudah 'memiliki' satu sama lain, gue ga mau kalo gue dan Jenar malah jadi punya privilege untuk saling menyakiti."

Revin terdiam sejenak sebelum meletakan kaleng minuman yang ia pegang lalu fokus ke Kiara, "Kiara, dia ngerusak mental lo sampe segininya?"

"A-apa? Jenar?? Ya enggalah!"

"Bukan." potong Kiara, "tapi mantan lo."

Kiara tidak menjawab, "Kenapa sebuah hubungan dipikiran lo tuh terdengar toxic banget sih? Emang lo ga pernah ada didalam hubungan yang sehat dan happy ya? hubungan normal, dimana dua orang bersama karena mereka saling melengkapi, bukannya mau ngerusak yang tadi lo bilang..." Revin masih memandangi wajah Kiara dengan rasa khawatir yang dalam. "Apa yang udah dia lakuin ke lo, Ki?"

Accidentally ParentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang