Pagi hari di hari libur, Maisha berniat untuk olahraga pagi. Gadis itu sudah siap dengan baju olahraganya dan mengikat rambut dengan rapi. Kali ini ia tidak mengepang rambutnya, tapi mengikat rambut seperti Adhisti. Ia melihat jam di ponselnya yang menunjukkan pukul 05.45 pagi.
"Oke, ayo semangat joging nya!" ucap Maisha menyemangati dirinya sendiri di depan cermin.
Gadis itu berjalan menuruni anak tangga. Tak sengaja ia bertemu dengan Pak Adam yang hendak sarapan.
"Eh, Pak Adam. Selamat pagi, Pak," sapa Maisha dengan hangat.
"Selamat pagi juga, Non Reva. Anda mau ke mana? Kok sudah rapi seperti ini?" tanya Pak Adam.
Maisha tersenyum simpul dan mulai memakai sepatu.
"Reva mau joging, Pak. Kali-kali aja gitu, biar gak terlalu jompo jadi remaja," jawab Maisha tertawa pelan.
Pak Adam ikut tertawa. "Dasar anak muda zaman sekarang. Tunggu saya, Non Reva. Saya kebetulan mau ikut joging juga setelah sarapan."
"Eh? Oke, Pak. Reva tunggu di luar, ya."
Pak Adam mengangguk dan mulai memakan sarapannya. Sementara Maisha menghirup udara di pagi hari dengan suasana hati yang stabil.
"Ah, udara di pagi hari sejuk banget. Gak kayak di siang hari yang sumpek penuh polusi," gumamnya.
"Jadi keinget Dara. Sekarang gimana kondisinya, ya?"
Maisha hendak mengirimkan pesan untuk sekadar menanyakan kabar. Namun, sepertinya kondisi Adhisti masih buruk. Mengingat Adhisti masih memerlukan istirahat yang cukup, Maisha mengurungkan niatnya.
"Ayo, Non Reva. Tidak perlu pakai mobil, kan?"
Suara Pak Adam membuat Maisha sedikit terkejut. Ia kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas kecil dan tersenyum tipis.
"Gak usah, Pak. Lagian, kan, tempatnya juga deket."
"Iya, Non. Ayo joging," ajak Pak Adam mulai berjalan santai lebih dulu dibanding Maisha.
Maisha menganggukkan kepalanya dan berjalan santai di belakang Pak Adam. Saat mendekati taman yang biasa digunakan orang-orang untuk joging dan olahraga di sore hari, mulai terlihat banyak orang.
"Halo," sapa seorang perempuan yang melewatinya.
"Halo juga." Maisha membalas sapaan orang-orang kepadanya dengan seulas senyum hangat. Kondisi hatinya semakin senang.
"Pak_"
Ketika hendak mengajak bicara Pak Adam, pria itu sepertinya sedang berbincang hangat dengan teman lamanya. Karena tidak mau mengganggu, Maisha memilih untuk jalan-jalan di sekitar taman dan duduk di bangku yang kosong.
"Pak Adam, saya ke sana dulu, ya," ucap Maisha.
"Oh, iya, Non Reva. Hati-hati. Kalau ada apa-apa hubungi saya."
Maisha mengangguk dan berjalan santai menuju bangku kosong di sekitar taman. Namun, sepertinya kali ini ia mendapatkan kesialan. Lantaran gadis itu tertabrak bahu seseorang.
"Lo punya mata gak sih?!"
Maisha mengerutkan keningnya. "Loh? Adek kelas aku, toh? Kamu si Lembayung, kan? Yang di skors selama sebulan karena ketahuan minum arak?"
"Jaga omongan!! Lo punya mata gak sih?! Jalan tuh pake mata! Biar gak nabrak orang!!" sarkas Lembayung memekik marah.
"Utami! Jangan cepet cepet jalannya," tegur Adriana menghampiri Lembayung.
Sementara Maisha menatap remeh Lembayung. "Jalan itu pake kaki. Mata buat ngeliat."
Hal itu semakin membuat Lembayung merasa kesal. Meski Adriana sudah berusaha untuk melerai mereka, sepertinya teguran Adriana tidak digubris oleh Lembayung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harapan di Tahun Baru
Teen FictionTahun baru adalah tahun di mana semua orang memiliki banyak harapan. Namun, hanya ada satu orang yang memiliki harapan yang sama dari tahun-tahun sebelumnya. Terlahir tanpa merasakan kasih sayang kedua orang tua di masa kecilnya, membuat Adhisti se...