Bab 6 : Seblak

39 14 47
                                    

Tepat pada pukul satu siang, mereka berhamburan ke luar kelas. Sementara Adhisti dan Kivandra berjalan menuju kelas Maisha seperti pesan yang Maisha kirim ke kontak Adhisti.

"Ini dia suruh apa? Kok tumben kita harus ke kelasnya?" tanya Kivandra mencoba mencairkan suasana.

"Gak usah nanya ke gue. Gue aja gak tahu." Seperti biasa, Adhisti menjawab dengan ketus dan tidak bersemangat.

Gadis itu memilih untuk kembali melihat isi pesan yang dikirim Maisha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis itu memilih untuk kembali melihat isi pesan yang dikirim Maisha. Sudah tiga puluh menit berlalu sejak Maisha meninggalkan aplikasi chat, namun Maisha masih belum kembali online.

"Jangan marah-marah, dong. Nanti gue traktir seblak, deh. Cewek-cewek kan biasanya demen banget sama seblak," bujuk Kivandra mencari segala cara agar Adhisti tidak melampiaskan kekesalan kepadanya.

Sementara Adhisti yang sedang mengecek ponsel pun diam-diam mencuri perhatian menatap Kivandra, tentu dengan tatapan sinis.

"Level 2, titik. Sekarang, kan?" tanya Adhisti. Gadis itu merasa pipinya mulai memerah.

"Hah?"

"I-ish! Lo bilang mau traktir gue seblak. Sekarang, kan? Pulang sekolah?" ucap Adhisti mengulang pertanyaannya.

Dengan tawa canggung, Kivandra menganggukkan kepalanya.

"Iya, Dara. Tapi level satu aja, ya. Jangan level 2," tegurnya dengan nada yang halus.

"Kenapa?" Adhisti melirik sekilas ke arah Kivandra sebelum gadis itu mengalihkan tatapannya.

"Lo punya asam lambung, Dara. Apalagi lo belum makan apa-apa dari pagi. Ya paling cuman roti. Nanti dikasih pedas level 2, kasihan lambung lo."

"Gak usah pedulikan lambung. Keseimbangan suasana hati nomor satu, lambung belakangan," sanggah Adhisti berjalan lebih cepat meninggalkan Kivandra.

"Huh, dasar cewek." Kivandra berlari menyamakan langkah kakinya dengan Adhisti.

Begitu sampai di depan kelas Maisha, Kivandra berinisiatif untuk mengetuk pintu.

"Masha, kita masuk, ya."

Ia membuka pintu kelas, dan hanya terlihat Maisha yang masih belum berbenah. Gadis itu sontak membalikkan badannya dengan sapu yang masih ia genggam.

Adhisti berjalan cepat menghampiri gadis tersebut dan menepuk kedua bahunya.

"Kenapa belum selesai piket?"

"Hehe, ini baru selesai, kok." Ia berjalan mengembalikan sapu tersebut ke tempatnya, kemudian menarik tangan Adhisti untuk pergi ke luar kelas. "Yuk, ke luar kelas. Mau jalan-jalan dulu, gak? Masih jam satu soalnya," sambung Maisha.

Sementara Adhisti yang ditarik pun merasa terkejut. Begitu juga dengan Kivandra yang menghela napas lelah. Selalu saja ia ditinggal di belakang.

"Lo mau ke mana, Masha? Tadinya gue mau ajak Dara traktir seblak, sih. Mau ikut?" tawar Kivandra berjalan di samping Adhisti.

Harapan di Tahun BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang