Bab 2 : Menjemput Adik

39 13 18
                                    

RULES!
1. JANGAN SANGKUT-PAUTKAN CERITA ORANG LAIN KE CERITA INI. MASIH MAU? SKIP!
2. CERITA INI MURNI IDE SENDIRI. ADA KESAMAAN DIKIT MOHON MAAF.
3. BIJAKLAH DALAM MEMBACA DAN BERKOMENTAR!
————
Tepat pada pukul dua siang, kelas dibubarkan karena masih dalam masa pengenalan lingkungan sekolah. Termasuk kelas sebelas dan kelas dua belas.

“Hai, Dara. Mau langsung pulang?” tanya Kivandra ikut membereskan bukunya.

“Hm, gak tahu.”

“Kita jemput mereka, yuk. Kayaknya udah pada bubar juga,” ajak Kivandra yang sudah menggendong tas di punggungnya.

Adhisti terdiam. Dia lupa kalau Agha menuntut ilmu di sekolah yang sama seperti adiknya Kivandra.

“Ya udah, ayo.”

Adhisti jalan lebih dulu ke luar kelas menuju koridor, sementara Kivandra menyusul di belakang Adhisti.

“DARA! VAN! TUNGGU AKU!”

Lagi dan lagi, Adhisti harus menghela napasnya. Ia melambatkan langkah kakinya menunggu Maisha.

“Kalian mau langsung pulang?” tanya Maisha berjalan di samping Adhisti.

“Niatnya kita mau jemput Trisha sama Agha di SMP nya, sih.” Bukan Adhisti yang menjawab, melainkan Kivandra yang sedang membenarkan rambutnya.

“Ngapain? Mau ikut, lo?” tanya Adhisti menatap malas.

“Iya dong! Aku mau ikut. Di rumah ngebosenin, lagian masih jam dua siang,” jawab Maisha penuh semangat.

Melihat semangat Maisha yang selalu membara, Kivandra terkekeh pelan. Ia mengotak-atik ponselnya, membiarkan kedua gadis itu saling bicara.

“Ngomong-ngomong, Van. Adek lo udah bubar atau belum?” Kini Maisha beralih menatap Kivandra.

“Oh, iya. Baru aja dia balas chat gue. Katanya lagi nunggu di gerbang bareng Agha,” jawab Kivandra memasukkan ponselnya ke dalam saku.

“Kita harus cepat.” Adhisti mempercepat langkah kakinya. Ia tidak peduli pada Maisha dan Kivandra yang berteriak memanggil nama sembari ikut berlari.

Tak berselang lama, mereka sudah sampai di sekolah Trisha dan Agha. Gadis bermata elang itu mengedarkan pandangannya, mencari sosok adik yang telah ia tunggu.

“KAKAK!!!”

Seorang anak lelaki berusia 14 tahun berlari menerjang sang kakak. Pemuda itu memperlihatkan wajah senang dengan semburat merah di pipinya.

Sementara Adhisti tertawa canggung. Gadis itu tidak terbiasa dipeluk dan dijadikan pusat perhatian. Ia mengelus puncak kepala adiknya dan tersenyum tipis.

“Gimana sekolahnya?” tanya Adhisti.

“Aku sekelas lagi sama Melati! Agha enggak sendirian lagi,” jawab Agha dengan senyum yang merekah.

Adhisti mengangguk singkat. Pandangannya ia alihkan menatap Trisha yang sedang bicara dengan Kivandra dan Maisha.

“Ke sana, yuk.”

Adhisti berjalan menghampiri Trisha dan yang lainnya sambil bergandengan tangan dengan Agha.

“Hai, Melati. Gimana kabar kamu?” tanya Adhisti.

“Hai juga, Kak Dara. Aku baik-baik aja,” jawab Trisha tersenyum hangat.

“Kamu sebangku sama Agha, kan?”

Trisha mengangguk.

“Jaga adikku saat aku gak ada di sampingnya, ya. Jangan sampai ada yang berani menyentuh dan melukai Agha,” ucap Adhisti memberi peringatan.

Harapan di Tahun BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang