Pukul 05.25 pagi, seseorang sedang sibuk mengelap motor kesayangannya sambil mencoba untuk menghidupkan motor yang sudah agak lama tidak ia sentuh.
"Huh, akhirnya bersih juga. Baguslah, masih bisa di pakai," gumam Kivandra menyeka keringat di keningnya.
"Loh, kamu kok udah ngelap motor aja jam segini? Mau dipakai ke sekolah?" tanya Ayana berjalan menghampiri putra sulungnya.
Kivandra menoleh dan mengangguk singkat. "Iya, Bu. Motor ini mau Kivan bawa ke sekolah. Sayang kalau gak dipakai."
Ayana terdiam sesaat, memandang motor milik anaknya itu.
"Jaga motor itu baik-baik, Van. Itu motor warisan ayahmu. Masih ingat kata-kata di surat terakhirnya, kan?"
Teguran Ayana membuat suara Kivandra tercekat di tenggorokan. Pemuda itu mengangguk pelan.
"Motor ini menjadi warisan buat kamu pakai, Van. Kamu boleh pakai motor itu kalau sudah usia 17 tahun."
Kivandra mengucap ulang apa yang tertera di surat terakhir yang beliau berikan kepada Ayana, beberapa jam sebelum ia berangkat kerja menjadi pelaut dan tak pernah pulang hingga sekarang.
"Iya, itu benar. Ya udah, mandi dulu sana. Habis itu pakai seragam dan sarapan, terus pergi ke sekolah," ucap Ayana.
Manakala reaksi Kivandra hanya menyengir dan menggaruk tengkuknya.
"Hm? Kenapa kayak gitu?"
"Kivan udah mandi, kok, Bu. Tinggal di seragam aja sama buat sarapan, terus pergi sekolah," jawab Kivandra.
"Jam segini? Kok subuh-subuh udah mau berangkat? Biasanya jam 6.15 kamu baru jalan kaki ke sekolah," selidik Ayana penuh curiga.
Kivandra menggeleng cepat dan menyembunyikan ekspresi paniknya.
"Enggak, Bu. Gak jam segini juga Kivan ke sekolah. Nanti jam 6.00 pagi, baru Kivan berangkat ke sekolah."
Ayana hanya mengangguk, kemudian mengacak surai rambut Kivandra. "Ya udah, sana ganti baju. Bisa bikin sarapannya sendiri, kan? Hari ini Ibu gak bikin bekal buat kamu. Lagi agak kurang enak badan."
"Iya, Bu. Ibu istirahat aja, jangan banyak pikiran juga. Kivan bisa bikin roti," jawab Kivandra mengajak Ayana untuk kembali masuk rumah.
Setelah Ayana kembali memasuki kamar dan Kivandra yang sudah mengganti pakaian dengan seragam SMA, pemuda itu berjalan menuju dapur dan membuat roti serta susu yang akan menjadi teman sarapannya.
"Hm, habis ini chat Dara, ah. Dia udah bangun belum, ya?" gumam Kivandra sambil mengoleskan mentega ke roti yang akan segera ia makan.
Tak lama, roti dengan isi meses dan segelas susu hangat telah tersaji. Pemuda itu duduk di meja makan dan mencari kontak Adhisti.
Kivandra tertawa melihat isi chat Adhisti yang sedang panik. Pemuda itu menghela napas dan memakan rotinya yang sudah mulai menghangat dengan perasaan berbunga-bunga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harapan di Tahun Baru
Fiksi RemajaTahun baru adalah tahun di mana semua orang memiliki banyak harapan. Namun, hanya ada satu orang yang memiliki harapan yang sama dari tahun-tahun sebelumnya. Terlahir tanpa merasakan kasih sayang kedua orang tua di masa kecilnya, membuat Adhisti se...