Bab 7 : Tamasya

38 19 79
                                    

Setelah membaca ulang pesan Maisha seminggu yang lalu, Adhisti menghela napas lelah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah membaca ulang pesan Maisha seminggu yang lalu, Adhisti menghela napas lelah. Gadis itu kembali menaruh ponselnya di dalam tas.

Setibanya mereka masuk ke tempat tujuan, Adhisti menghirup banyak oksigen dari rongga mulutnya dengan satu tangan yang menepuk bahu Kivandra. 

"Lo kenapa, Dara?" tanya Kivandra. 

"Kak, Kakak punya sakit asma?" Agha tak kalah panik dari Kivandra. Pemuda itu menepuk bahu sang kakak. 

Adhisti tersenyum, ia menggeleng pelan. Gadis itu menegakkan kembali posisi tubuhnya yang semula sedikit membungkuk, kemudian mengelus puncak kepala Agha dan menggandeng tangannya. "Kakak enggak kenapa-kenapa, kok. Gak punya penyakit asma juga, kamu jangan khawatir." 

"Lo gak biasa di keramaian, ya?" terka Kivandra.

Belum sempat Adhisti menjawab, suara melengking Maisha yang sudah jauh di depan membuatnya memamerkan senyum tertekan. 

"Dara, Agha, Van! Kenapa masih di situ?" pekiknya menghampiri Adhisti. 

"Bentar, anjir! Ambil napas dulu, ini. Sabar dikit napa," gerutu Adhisti sambil berusaha mengatur napasnya. 

"Sepertinya Non Dara tidak menyukai tempat ramai seperti ini, ya?" tanya Adam, sang sopir.

"Bukan gak suka, tapi benci tempat ramai," ketus Adhisti. Gadis itu beralih menatap Maisha.

"Sumpah, lo. Lo sering ke tempat beginian?" 

"Kalo gak salah ingat, sih, terakhir aku ke tempat ini waktu kelas tiga atau empat SD. Bareng orang tua sama adik-adik, dan ini kali keduanya aku main lagi. Sekarang bareng kalian," jawab Maisha terdengar sangat antusias. 

"Bisa lo berdesak-desakan di tengah lautan manusia munafik? Gila, gue aja hampir pingsan gara-gara desak-desakan sama mereka." 

Maisha tertawa pelan mendengarnya. 

"Ya gapapa, makanya belajar sosialisasi sama orang-orang. Udah, yuk. Mending sekarang cari toilet, biar nanti waktu lagi main gak keganggu," ajak Maisha menarik tangan Adhisti hingga membuat genggaman tangan Adhisti pada Agha terlepas begitu saja. 

"Woi! Adek gue ketinggalan di belakang!" pekik Adhisti berusaha melepaskan tangan Maisha yang menggenggamnya. 

"Gapapa, Agha kan ada Pak Adam sama Kivandra. Ada Trisha juga yang nemenin. Dah, yuk. Jangan terlalu protektif sama Agha, bebasin dia dikit."

Adhisti berdecak sebal. "Kalo gue gak protektif sama Agha, dia bakal terluka. Dan gue gak mau itu terjadi."

Sementara Maisha melirik sekilas wajah kesal Adhisti sebelum kembali menatap jalan.

"Ya iya, aku ngerti. Tapi kalian kan bukan saudara kandung, kenapa se-protektif itu? Lagian kan Agha ada Pak Adam, orang dewasa yang nemenin. Ada Kivandra sama adeknya juga."

Harapan di Tahun BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang