“Aduh, gak lagi deh, Kak Masha. Kapok Agha naik Otang Anting,” keluh Agha memegang kepalanya yang terasa pusing. Langkahnya pun sedikit limbung.
Tak jauh berbeda dengan Agha, Maisha pun tidak ingin lagi menaiki wahana tersebut. Gadis itu memegang perutnya yang terasa mual.
“Duh, iya, Gha. Kakak juga kapok, deh. Gak mau nyoba lagi.”
“Apa Non Reva dan Agha butuh air putih? Mau duduk dulu?” tawar Pak Adam.
Mereka berdua menggelengkan kepala.
“Gak usah, Pak. Kita mau langsung jalan ke alap-alap aja, nanti kan bakal ketemu lagi sama mereka bertiga,” tolak Maisha kembali menggandeng tangan Agha dan melangkah lebih awal.
Pak Adam mengangguk dan mengikuti mereka di samping.
“Agha, kok kamu sayang banget sama Dara? Hubungan kalian berdua udah kayak saudara kandung, loh. Biasanya orang yang gak punya hubungan darah gak sepeduli itu.” Maisha bertanya sambil sesekali menatap Agha yang sepertinya agak terkejut dengan pertanyaannya itu.
Sebelum Agha benar-benar memberikan jawaban, Pak Adam lebih dulu menyela.
“Non Reva, maaf menyela. Apa anda tidak terlalu ikut campur masalah pribadi mereka? Saya yakin, jika non Dara tahu akan hal ini, dia pasti tidak menyukainya. Saya hanya khawatir pertanyaan Non Reva melukai perasaan Agha,” ucapnya begitu melihat perubahan ekspresi wajah yang Agha tunjukkan.
Ucapan Pak Adam membuat Maisha terkejut dan menutup mulutnya dengan kedua tangan. Wajah gadis itu sedikit pucat. Ia melirik Agha yang tersenyum teduh kepadanya.
“Gapapa Kak, Pak Adam. Makasih atas kekhawatiran Pak Adam, tapi Agha gak sakit hati atau tersinggung sama pertanyaan Kak Masha, kok.”
“Tapi kalau Dara sampai tahu ini dia pasti bakal ngambek,” tutur Maisha penuh penyesalan.
Agha menggeleng singkat. Ia tersenyum lebar ke arahnya.
“Gapapa, Agha bakal tutup mulut soal ini. Soal pertanyaan Kakak perihal Agha sesayang itu sama kak Dara, bakal Agha jawab.”
“Kita berdua emang bukan saudara kandung. Mungkin sejak pertemuan pertama aku sama kak Dara di tempat itu, aku ngerasa aman. Soalnya Agha pengen banget ngerasain punya seorang kakak, dan karena kak Dara juga yang ngebuat Agha gak ngerasa kesepian lagi.”
Maisha mengangguk paham, manakala Agha memberikan senyuman manis kepadanya. Hal itu membuat Maisha ingin mencubit pipi Agha yang menurutnya imut.
“Wah, kamu lucu banget, Agha. Mau gak, nambah kakak baru? Biar kamu punya dua kakak. Kak Dara sama Kak Reva. Mau gak? Mau gak?”
Agha merintih meminta Maisha melepaskan cubitan di pipinya.
“Aduh, Kak. Kenapa Kakak hobi banget nyubit pipi Agha? Merah pipi Agha nanti. Lagian kalau kak Dara tahu, apa gak ngamuk tuh kak Dara ke Kak Masha? Kak Dara kan protektif banget kalau sama Agha,” ucap Agha mengelus pipinya yang Maisha cubit dengan pelan.
“Habisnya kamu lucu, sih,” elak Maisha tertawa pelan, kemudian melanjutkan perkataannya. “Kamu gak risi apa kalau Dara protektif sama kamu?”
Agha menggeleng kuat. Terpancar keyakinan di matanya bahwa ia sama sekali tidak merasa risi atau terganggu oleh sifat protektif kakaknya itu.
“Agha gak lucu, Agha itu ganteng. Lagian buat apa risi? Kak Dara punya sesuatu yang gak bisa didapatkan dari orang lain. Selagi yang kak Dara larang masih berhubungan sama keselamatan Agha, ya gak masalah.”
Ketika Maisha hendak menyahut, ponsel Agha berdering. Hal itu membuat pemuda tersebut merogoh ponselnya dan memunculkan nama sang kakak di layar notifikasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harapan di Tahun Baru
Novela JuvenilTahun baru adalah tahun di mana semua orang memiliki banyak harapan. Namun, hanya ada satu orang yang memiliki harapan yang sama dari tahun-tahun sebelumnya. Terlahir tanpa merasakan kasih sayang kedua orang tua di masa kecilnya, membuat Adhisti se...