Aku melakukannya bukan karena aku kehilangan logika, hanya saja aku tidak sanggup melihatnya terluka.
•||•
Gelap, pusing, dan juga sesak.
Aku mendapati diriku sedang terbaring disebuah ruangan yang lembab dan pengap, ketika aku baru saja membuka mata. Tanganku seketika gemetaran, dan lututku lemas tak bertenaga.Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling, "Asing!" Tempat ini begitu asing bagiku.
Aku beranjak, menuju pintu. Tentu saja aku harus segera keluar dari tempat menakutkan ini. Namun, pintu itu terkunci. Satu-satunya jendela yang ada di ruangan ini juga dilapisi oleh besi penghalang.
"Handphone," Aku mencari ke sekeliling, tetapi benda pipih itu sama sekali tidak terlihat.
Aku terdiam, mengambil napas. Mencoba berpikir, aku tidak boleh panik, aku tidak boleh membiarkan akal sehatku dikendalikan oleh rasa takutku. Pasti ada cara untuk keluar!
Kriett....
Suara itu terdengar ketika pintu itu akhirnya di dorong, dengan napas ku yang kembali tersengal aku menatap pintu itu. Was-was menanti akan seperti apa manusia yang menghampiriku?
Perlahan aku berjalan mundur, pakaian hitam, topi dan penutup wajah hitam. Lelaki serba hitam itu, berjalan ke arahku dengan langkah yang tenang. Dia berhasil menyita seluruh perhatianku, aku terus menatapnya takut. Aku mencoba mengingat apa yang sebenarnya membawaku ke tempat ini? Tetapi ingatanku mendadak hilang, seperti kepalaku terbentur oleh benda keras yang menyebabkan cedera otak.
Aku tidak mengingat apapun kecuali, Delva. Seingatku dia menghubungiku untuk bertemu, ada hal yang belum sempat dia jelaskan ketika itu. Karena dia yang sedang terburu-buru untuk menemui klien. Selanjutnya, entahlah...
"Berhenti!" Cegahku dengan suara bergetar.
"Memohon lah Re," Dia memiringkan kepalanya, mentertawai ketakutanku.
Dan suara itu, suara yang sepertinya sangat ku kenal.
"Memohon dan menngislah, akui kalau kamu hanyalah wanita yang lemah, Re." Dia membuka penutup wajahnya dan menunjukkan senyum iblisnya, membuatku bergedik ngeri.
"Ka-Tama?"
"Yeah, ini aku Re. Artama Adiraja, seseorang yang terus mengemis cinta kamu kembali, tapi terus kamu abaikan." Dia kembali melangkah.
"Re, tinggalkan laki-laki itu atau aku akan membuat kamu kembali kepadaku dengan cara paksa!"
Aku kembali melangkah mundur, ternyata ini maksud dari ancamannya ketika itu. Aku tidak habis pikir, jika dia akan benar-benar segila ini.
"Itu bukan kesalahan saya!" Tegasku, aku berusaha menahan air mataku. Meski sebenarnya aku sedang ketakutan, aku tidak boleh menunjukkan sisi lemahku dihadapannya, karena itulah yang sebenarnya dia inginkan.
"Ternyata kamu benar-benar seorang pemberani ya Re?" Dia menatapku dengan tatapan yang menakutkan.
"Sayang sekali, padahal jika kamu menangis dan memohon ampun di pelukanku. Aku akan membiarkan kamu keluar dari sini dengan selamat." Katanya, lagi-lagi dengan senyuman yang menyeramkan.
"Tuhan saja maha pengampun Re, aku juga akan mengampuni kamu kalau kamu minta. Tapi anehnya, kenapa kamu tidak bisa mengampuni kesalahanku meski aku terus memohon?" Kali ini dia berkata dengan suara parau, penuh keputus asaan.
"Ahh,, kamu membuatku frustasi Re. Aku sungguh mencintai kamu, tapi Karin, wanita jal*ng itu...." Jeda, aku bisa melihat kak Tama melepas jaketnya juga gesper yang melingkar di pinggangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor & I; Eccedentesiast
RomanceSejak kecil Revanna sudah mengalami kehidupan yang berat, Ayahnya yang pergi dari rumah tiba-tiba kembali dengan membawa istri serta anaknya. Entah sudah berapa lama perselingkuhan itu, yang Reva tahu ibunya benar-benar setegar karang. Namun, tentu...