Sunflower

271 21 2
                                    

Karena kita enggak perlu menjadi besar seperti matahari, untuk bisa tetap bersinar.


•||•

Hari-hari terus berlalu, waktu dengan cepat berganti. Aku sibuk dengan kegiatan residensi ku, sedangkan mas Alres dan kakek sibuk mengurus ini dan itu di persidangan.

Kini semua akar masalah, mulai tampak mendekati akhir penyelesaian. Tama yang mengakui kesalahan dan menyesali semuanya, menerima masa tahanannya dengan hati yang lapang. Juga papa, Karin, dan Anita. Kabar terbaru, mereka tertahan oleh pihak imigrasi luar negeri karena permasalahan Visa, izin tinggal dan kerja yang berujung proses hukum lebih lanjut. Tampaknya mereka tidak akan kembali untuk jangka waktu yang lama.

Rumah ibu yang mulai selesai proses renovasinya, juga bisnis kakek yang mulai berpindah ke tanganku satu per satu dengan bantuan sir Kaffman dan dibawah pengawasan kakek tentunya. Membuat rongga di dadaku rasanya sedikit lebih lega, ditambah lagi tawa-tawa manis dan ceria anak-anak yang sedang berlarian di depan sana, membuat bibirku tak henti berucap syukur. Perjalanan panjang yang penuh lika-liku dan drama, tak ku sangka, ternyata aku bisa bertahan sampai sejauh ini.

"Mom, where's dad?" Kavian menghampiri ku dengan napas yang tak beraturan.

"Why did he leave you alone?" Dia bertanya lagi dengan tampang kesal, membuatku tertawa.

"It's okay baby!" Jawabku sambil mengusap keringat dari wajahnya.

"He didn't leave me alone, he was just working!" Jelasku, memberikan pengertian.

"But it seems you are lying, mom!" Sanggah Kavian.

"Hemm, lying?" Aku bingung, karena aku sungguh tidak berbohong.

Kavian terdiam, dengan sorot matanya yang tampak semakin kesal. Ekspresi khasnya saat merajuk.

"Hi, Daddy's here!"

Mas Alres datang menyapa, seandainya dia tahu putranya sudah terlanjur kecewa. Sepertinya dia akan menutup rapat senyuman manisnya itu. "Mas ka-"

"Pasien saya aman Re." Jawab mas Alres cepat.

"Tapi ma-"

"Re saya udah janji in soal hari ini sejak kamu di rawat di rumah sakit. Jadi tolong bantu saya, jangan kecewakan anak-anak untuk hari ini." Aku mendengus kesal, karena sebenarnya ada hal lain yang ingin ku tanyakan.

Saat aku dan Kavian merasa kesal terhadap bapak berkaos hitam ini, Albian justru berlari kepelukan mas Alres dengan sangat-sangat bahagia. "I miss you so much dady!" Mulut mungil Albian berceloteh.

"I miss you too, sayang!" Mas Alres tampak senang mendengar pengakuan Albian, dia tidak berhenti mencium pipi anak itu.

Tidak bisa dipungkiri sikap hangatnya membuatku luluh, aku bisa membayangkan bagaimana anak-anak ini akan tumbuh. Mereka akan menjadi laki-laki dewasa, yang hangat, lembut, dan romantis. Laki-laki berlesung pipi disamping ku ini, jelas dirinya diliputi dengan ketulusan dan kebaikan.

Karena itu sampai detik ini, aku tidak pernah menemukan alasan yang bisa ku terima. Kenapa laki-laki sebaik mas Alres harus diselingkuhi? Dia tidak hanya di campakkan tetapi juga, harus menjadi orang tua tunggal yang di tuntut untuk kuat bahkan disaat perasaannya runtuh berkeping-keping.

Dan melihat Kavian yang sejauh ini tumbuh dengan baik, tanpa pernah mengeluh meski harus menghabiskan banyak waktunya di baby care. Juga tidak banyak menuntut karena mas Alres tidak punya banyak waktu bersamanya, adalah bukti bahwa Kavian dipaksa tumbuh dewasa oleh keadaan.

Doctor & I; EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang