Perjuangan

325 25 11
                                    

Ujian ini tidak akan menghancurkan, hanya ingin melihat seberapa besar dan seberapa tulus kasih itu?

•||•

Sesak, jantungnya terasa seperti akan jatuh ke dasar perut. Itulah yang Delva rasakan, ketika mobil berwarna hitam itu dengan sengaja menabrak seseorang yang ada di depannya. Dengan lutut bergetar, pemuda berdarah Tionghoa itu segera turun dari mobilnya. Tangannya sibuk menggeser ponsel, mencari kontak sang papa dan melaporkan semua yang terjadi, sesuai dengan permintaan Alres sebelumnya.

'Om Irwan', begitu Alres memanggil suami tantenya, Tari yang tak lain adalah adik kandung papanya. Irwan merupakan seorang jenderal di markas kepolisian yang dia pimpin, beliau juga dikenal tegas dan handal dalam menyelesaikan kasus yang ada dimasyarakat maupun di kepemerintahan.

Setelah menghubungi sang papa, Delva juga bergegas menghubungi rumah sakit, meminta mereka agar mengirimkan bantuan. Namun sayangnya, baik pusat trauma maupun beberapa rumah sakit terdekat juga disibukkan dengan kecelakaan beruntun dan kebakaran hebat yang terjadi dalam waktu bersamaan. Yang tentu memakan banyak korban, alhasil seluruh ambulance dan tenaga medis di kerahkan ke lokasi untuk mengevakuasi korban.

Karenanya tidak ada pilihan, Alres dan Delva harus segera bergegas membawa Revanna ke rumah sakit tanpa ambulance juga alat penunjang pertolongan pertama. "Lima belas menit, waktu maksimal yang kita punya untuk sampai di Rs!" Peringat Alres.

"Gue akan berusaha sebaik mungkin ko!" Jawab Delva yakin.

Perjalanan pun ditempuh dengan rasa cemas dan kekhawatiran yang menyelimuti, sedetik pun Alres tidak melepaskan pandangannya. Dia terus mengamati Revanna yang berbaring di pangkuannya.

"Bertahanlah Re, saya berjanji akan terus menjaga kamu dan membahagiakan kamu. Karena itu tolong beri saya kesempatan. Saya mohon bertahanlah Re!" Batin Alres, lirih.

"Gawat, ko!" Ujar Delva, menghentikan laju kendaraannya.

"Ada apa Va?" Tanya Alres resah.

"Ada pemindahan jalur dan kayaknya kita juga enggak bisa maksa buat lewat ko, didepan macet parah. Evakuasi korban." Jelas Delva hampir putus asa, dia sungguh tidak tega melihat Reva yang tak berdaya.

Kenyataannya situasi ini benar-benar sulit untuk dihadapi, kedua laki-laki itu terdiam. Dan keadaan pun menjadi semakin mengkhawatirkan, ketika Alres mendapati adanya gejala trauma pada Revanna.

"Revanna kenapa ko?" Tanya Delva panik, melihat laki-laki yang dia panggil koko itu mendekatkan telinganya ke arah dada Revanna. Satu-satunya yang bisa dilakukan untuk mendengarkan suara dada, tanpa bantuan Stetoskop.

"Pneumothorax, entah itu bawaan atau karena trauma akibat cedera pada dada. Yang jelas paru-parunya kolaps." Diagnosis Alres, tentu saja ini tidak boleh dibiarkan.

"Va tolong kamu jaga Reva, jangan sampai posisinya berubah. Saya khawatir tulang rusuk bagian dadanya juga patah."

"Eh, tapi ko!" Delva tampak Ragu.

"Delva, tolong saya. Waktu kita tidak banyak. Kali ini saya memohon kepada kamu sebagai seorang dokter, bukan Koko kamu atau kekasih wanita ini!" Jelas Alres tegas, walau kenyataan batinnya terguncang.

Dia tidak pernah berharap jika hari seperti ini akan dia lalui, hari dimana dia dan Revanna akan bersama dengan status dokter dan pasien. Alres terus berlari, dengan air mata yang tertahan, lokasinya dengan tempat kecelakaan tidak jauh. Dengan begitu dia akan dengan mudah mendapatkan beberapa peralatan untuk melakukan operasi ringan.

Doctor & I; EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang