Ketidak-mungkinan

352 33 2
                                    

Mencintai kamu, adalah hal yang tidak mungkin saya lakukan lagi.

•||•

Napasku tersengal, saat monitor itu berderit. Menunjukkan gari-garis yang memilukan. Aku dan Hanin sudah berusaha memberikan tindakan dengan sebaik mungkin, tetapi sepertinya pasien mengalami DOA (Dead On Arrival). Kondisi dimana pasien sudah meninggal secara klinis sebelum sampai di rumah sakit.

"Kecelakaan terjadi di persimpangan jalan, menurut saksi korban hendak menyebrang." Aku melirik, dua orang laki-laki berseragam itu tampak memberikan kejelasan kepada Mas Alres, maksudku dokter Alres.

Dokter Alres mengangguk, "Kecelakaan itu tidak hanya membuat tulang lengannya saja yang patah, tetapi tulang leher dan tengkoraknya juga mengalami kerusakan parah. Apa keluarga korban sudah dihubungi?" Dia bertanya dengan wajah serius.

"Kami sedang menunggu, mereka sedang dalam perjalanan." Laki-laki itu tampak sedikit gelisah, pasti dia juga kebingungan harus menyampaikan kabar duka itu seperti apa?

Pada akhirnya setelah hari-hari berlalu, aku memahami; Di dunia ini aku hanya perlu bertahan tanpa melibatkan perasaan. Supaya aku tidak terus menderita atas kematian pasien-pasien. Seperti laki-laki yang sedang berjalan ke arahku itu alami. Entah saat ini dia sudah benar-benar pulih atau tidak? Aku hanya berharap kehadiranku bisa mengembalikan bahagia-nya yang menghilang sejak hari itu. Seperti dia yang berhasil mengembalikan arti kehidupanku, aku juga ingin melakukan hal yang sama.

Sunset are proof that no matter what happens, every day can end beautifully.

Mas Alres pernah berkata padaku, "Matahari terbenam adalah bukti bahwa apapun yang terjadi, setiap hari bisa berakhir dengan indah. Kehidupan kita pun begitu, meski banyak hal-hal yang tidak menyenangkan kita masih tetap bisa memaknainya dengan indah." Darinya aku belajar tentang bagaimana melihat kehidupan dari sudut pandang yang berbeda.

"Sembilan tiga puluh, di rooftop." Dokter Alres berkata, sambil berjalan di sampingku.

Isyarat agar aku menemuinya disana. Tanpa menjawab aku hanya berbalik, menatap punggungnya yang membuatku tersipu malu. Lihatlah betapa aku tergila-gila padanya, hanya dengan melihat punggungnya saja aku salah tingkah.

"Sadar Re, sadar!" Aku menepuk-nepuk pipiku, mengembalikan kewarasan sambil menuju ruang observasi untuk mengamati operasi yang dilakukan oleh dokter Tama.

Aku harus lebih banyak belajar, membaca jurnal dan menonton video-video operasi yang diberikan Mas Alres saja tidak cukup. Karena itu dimana pun ada kesempatan untuk belajar aku tidak boleh melewatkannya.

"Semangat Re, lo bisa dan ini ga akan pernah jadi sulit. Tunjukkan kalo apa yang Mas Ares bilang itu bener, lo bisa punya versi terbaik dalam kehidupan lo. Fighting!"

🩺🩺🩺

Aku menunggunya, angin malam ini cukup kencang. Aku bisa merasakan hembusannya yang membuat rambutku sedikit berantakan. Disisi lain langit malam tampak cerah, dengan bintang-bintang yang berkilau. Hatiku berbunga-bunga tak sabar untuk melihat wajah Mas Ares.

"Revanna!" Suara itu seketika membuatku menoleh.

"Mas Al ... res!" Aku terbata.

Suara itu, "Kak Tama, kenapa disini?"

"Bahkan kamu memanggil lelaki itu dengan kata Mas. Tiga tahun ini, sepertinya sudah banyak yang aku lewatkan dari kamu ya Re?" Kak Tama berkata sambil tersenyum sinis.

Doctor & I; EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang