⊚ 27 ⊚

99 18 3
                                    

Ada ransel penuh berukuran besar terletak di depan pintu. Sementara di dalam apartemen, baik Taehyung dan Namjoon tengah bersiap-siap untuk pergi. Kemungkinan perjalanan kali ini membutuhkan waktu lama. Ransel tersebut berisi banyak baju dan kebutuhan yang diperlukan untuk beberapa hari atau minggu ke depan.

"Menurutmu ini perlu dilakukan? Apa enggak berlebihan cuti sekolah di saat-saat begini? Bulan depan masuk ujian semester." Taehyung mengenakan jaket denim hitam miliknya, kemudian menyisir rambut dengan jari-jarinya. "Kurasa sudah mulai panjang ya, hampir menutupi mataku." Sambil mengoceh, Taehyung mengambil ikat kepala di saku celana untuk memakainya.

"Gayamu seperti gangster," kata Namjoon selagi dia menyimpul rambut panjangnya dengan mode top knot.

"Kamu enggak paham apa yang namanya definisi keren, Joon. Ini menyenangkan—kamu sudah siap?" Taehyung memperhatikan penampilan kakak sepupunya dari ujung rambut hingga kaki. Dia lantas bersedekap seraya mengusap-usap dagunya. "Ya ... lumayanlah, setidaknya model sanggulmu itu menjelaskan indentitasmu."

"Sialan!" Namjoon melayangkan sebelah kakinya, tapi Taehyung melompat cepat ke belakang. "Ini warisan paripurna keturunan Kim." Namjoon mengarang sesuatu yang tidak masuk akal, hingga muka Taehyung berkerut aneh serta sebelah alisnya turut naik.

"Kamu dan ayah sama saja. Kalian tunggu bagaimana caraku mematahkan pendapat aneh yang sering kalian ulang-ulang. Masa kepala keluarga wajib menyanggul rambut?! Yang benar saja, dasar alien!" Dan Namjoon merasa tidak perlu menyahut keluhan adik sepupunya ini, "Suatu hari nanti mungkin aku bakal mengubah gaya rambutku  menjadi bergelombang. Wah, aku pasti makin tampan juga dewasa."

"Ya, ya, akan kutunggu hari itu terjadi. Sejujurnya aku sangat yakin kamu ditertawakan, tampangmu justru mirip Marylin Monroe nanti."

"Oh, hahaha! Kamu lucu sekali." Ya, Taehyung tertawa pura-pura, enggan meneruskan perdebatan mereka yang bisa memakan waktu lebih lama. "Ayo, berangkat!"  Kemudian mereka berjalan bersusulan, dengan Namjoon yang masih diam-diam tergelak.

-----

"Jackson, tunggu!" Jimin menghentikan langkahnya tepat di depan pintu. Waktu perkuliahan sudah rampung dan satu-persatu mahasiswa pun keluar. "Maaf karena menahanmu. Tapi, aku tidak melihat Taehyung seharian ini. Kamu tahu di mana dia?" tanya Jimin saksama, sungguh hatinya terus gelisah karena peristiwa kemarin. Dia hanya ingin agar pertemanan mereka baik-baik saja. Jimin tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi, saat di mana Taehyung memutuskan hubungan persahabatan secara sepihak dan dia akan berakhir sendirian lagi.

"Oh, kupikir dia sudah memberitahu. Dia ke bandara bersama Namjoon." Jackson memberitahu kebenaran dengan wajah tenang.

"Jam berapa?!" Jimin mengguncang lengan Jackson. Kecemasan membuncah sebab sebentuk dugaan negatif melayang-layang di benaknya. Tentu gelagat dia ini pun tak pelak menimbulkan pertanyaan lain di pikiran Jackson.

"Ya dari pagi, mangkanya dia izin enggak masuk hari ini. Yang kudengar Namjoon bilang dia mesti ke Daegu, mungkin buat membujuk Lisa agar mau  meneruskan sekolahnya di sini, kuharap sih begitu. Kalau kabar dari anak-anak, kira-kira mereka seminggu di sana."

"Kamu yakin?!" Jimin memekik dengan mata yang berkilap, dia hampir menangis saat ini.

"Ji, kenapa kamu? Apa aku salah bicara? Kamu kayak mau menangis."

"Jack, terima kasih!" Buru-buru Jimin berlari menyingkir dalam keadaan waswas.

"Padahal kata-kataku enggak ada yang mencurigakan, kok si Jimin jadi aneh ya?!"

...

Jimin sempat ke Bandara untuk memastikan keberadaan Taehyung sembari berharap pemuda itu masih bisa dia temukan di sana. Padahal tahu akan mustahil hasilnya. Apalagi hari menjelang senja, pesawat yang mengangkut Taehyung dan Namjoon pasti sudah take off. Tapi, penyesalan bercampur perkiraan buruk mendesak Jimin untuk bertindak ceroboh. Dia menuju bandara tanpa mendapatkan tujuan, pulang bersama luka dan penyesalan batin.

-----











(END) Lowkey in Love with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang