⊚ 13 ⊚

91 22 0
                                    

Dari seberang lapangan, Lisa duduk menyaksikan pertandingan dengan serius. Sesekali dia bertepuk tangan saat bola karet tersebut lolos dari keranjang bolong yang menggantung. Dan para pemain akan bereaksi heboh, mencari perhatian, menunjukkan macam-macam gaya demi memenangkan perhatian Lisa. Akibatnya, permainan pun berlangsung agak lambat.

Lain cerita yang sedang berlangsung di markas, di mana Jimin masih menyelesaikan tugas-tugasnya untuk membenahi ruangan.

"Ji!"  Taehyung lagi-lagi nongol secara mendadak, hanya kepalanya pula yang kelihatan dari balik pintu, sampai Jimin pun terlonjak saking kagetnya.

"Sengaja banget, sih! Jantungku hampir copot ini! Kalau datang bisa enggak pakai cara yang normal? Jangan aneh-aneh! Lama-lama kamu kayak setan sungguhan. Kemarin langkahnya enggak kedengaran, sekarang cuma kepala yang timbul." Jimin menggurutu kesal, lengkap dengan wajah masamnya.

"Mereka sudah ke lapangan?" Alih-alih menanggapi kejengkelan Jimin, si pemuda Kim malah bertanya perihal lain dan sikapnya tak acuhnya ini mendapat tatapan sinis dari Jimin.

"Punya mata 'kan? Ceklah sana!"

"Malas, ah!"  Taehyung masuk ke ruang klub dan mendudukkan bokongnya pada bangku yang terletak di tengah-tengah ruangan.

"Latihannya sudah dimulai loh, kok malah santai?"

"Aku minta izin sama Namu, hari ini tidak ikut latihan. Cape rasanya, badanku sakit semua." Taehyung mengatakan keluhannya. Dia menepuk-nepuk lengan yang terasa nyeri. Seluruh tubuhnya seperti baru saja dipukuli oleh segerombolan preman.

"Kok bisa?" Jimin refleks duduk di sebelahnya, memperhatikan setiap gerakan dia bahkan yang terkecil. "Seringnya kamu yang paling semangat."  d
Dahi Jimin berkerut saat si pemuda Kim meringis seraya menepuk-nepuk tangannya. "Benaran sesakit itu?"

"Banget kalau ini, kemarin aku latihan sampai malam soalnya."

"Dasar sinting!"

"Kasar amat kamu, Ji! Kayak samyang mulutnya."

"Salah sendiri. Buat apa coba main basket sampai malam? Cari penyakit? Memang sengaja 'kan? Kamu yang bikin ulah, yang lain enggak begitu. Jadi ya terimalah risikonya." Dalam hati, Kim Taehyung puas mengumpat. Dipijat kek, dihibur, disayang ... eh, tapi yang ini enggak mungkin juga. Yang penting apalah asal bukan mengomel. Mulutnya terus komat-kamit di belakang Jimin.

"Cerewet!" Sengaja Taehyung mencibir pelan sambil membuang muka. Berang karena ekspektasinya tidak berjalan lancar. Dia sempat berpikir bahwa Jimin bisa bersikap manis karena prihatin akan kondisinya. Tapi, kenyataan justru sebaliknya. Jimin memarahinya dan ocehan gadis itu sungguh menyebabkan telinganya gatal.

"Mana yang pegal? Sini lihat!" seru Jimin setelah tadi mengambil salep pereda nyeri otot dari dalam tasnya. Dia memang selalu membawa obat itu setiap jadwal pelatihan basket. Buat jaga-jaga jika ada anggota yang mengalami cedera. "Cepat, Tae!" Berujung dia menarik kencang lengan kiri si pemuda Kim.

"Aduh, sakit! Tidak usah dipegang kalau terpaksa begitu, Ji!"

"Makanya jangan sok keren. Badan juga perlu istirahat, kamu bukan robot." Taehyung membisu ketika Jimin menjeritkan kekhawatirannya, dia memperhatikan dengan saksama bagaimana jari-jari lentik Jimin mengoles salap itu kemudian mengurut hati-hati. "Akibatnya ya begini, padahal pertandingan seminggu lagi."

"Itu bukan hal yang perlu kamu cemaskan. Aku yakin kita pasti menang."

"Aku tidak bermaksud meragukan kamu. Usaha keras memang perlu, bukan untuk membelakangi kondisi badan. Kalau kamu tidak bugar, apa masih mungkin menghadapi lawan di lapangan?" Sembari mendengarkan, Taehyung menyerahkan lengan yang satu lagi untuk dipijat juga.

"Anggota lain, ada yang pernah begini?" pertanyaan tersebut membuat Jimin agak bingung.

"Pernah pegal-pegal maksudnya?"

"Iya. Tapi, bukan itu yang mau aku tanya—"

-----

(END) Lowkey in Love with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang