⊚ 19 ⊚

81 24 0
                                    

Sudah seminggu pertandingan basket berakhir. Dan sejak saat itu, Jimin mulai menghilang. Tidak benar-benar menghilang, tapi memberi jarak panjang antara dirinya dengan anggota klub, terutama Taehyung. Dia juga sengaja menghindar kala mereka mengadakan acara sederhana untuk merayakan kemenangan tempo hari. Jimin tidak ikut di jamuan makan bersama mereka. Entah dia tahu atau tidak, Taehyung terus memikirkannya seperti orang linglung. Belum lagi di sepanjang keramaian bincang-bincang sesama anggota klub, si pemuda Kim kelihatan murung dan kecewa.

Di kelas, Jimin tampak lebih diam dan terkesan melewatkan perbincangan apapun dengan Taehyung. Pura-pura tidak menyadari saat Taehyung diam-diam mengamatinya. Begitu kelas usai, dia akan mengatakan beragam alasan asal bisa menyingkir.

Kesabaran Taehyung di ujung batas. Lambat laun dia jemu, perseteruan semu tidak akan berakhir bila mata tak juga bersitatap, mulut masih terkunci dan raga terus berkelit. Entah apa gerangan penyebab Jimin seolah menikmati bermain kucing-kucingan dengannya tanpa sebab yang jelas.

Sebuah ide tiba-tiba muncul di benaknya. Rencana sederhana, tapi Taehyung yakin kalau ini kemungkinan berhasil. Dia pikir perlu dicoba dan sekarang adalah waktu yang paling pas untuk bertindak.

Baru saja Pak Choi meninggalkan kelas mereka, dengan langkah cepat Taehyung bergegas keluar mendahului teman-teman yang lain. Lisa dan Jimin bahkan tak menyadari gerak-geriknya.

"Aku duluan, ya. Tadinya berniat mengajakmu ke pasar tradisional. Ada banyak bahan makanan yang harus dibeli untuk memasak hidangan istimewa. Benar 'kan?" Lisa mengumumkan setelah buku, pulpen dan perlengkapan lain sudah tersimpan ke dalam tasnya.

"Perayaan?" Jimin sedikit penasaran. Dia bergeser beberapa langkah mendekati Lisa. Pinggangnya bersandar pada meja, berdiri di sana sambil memeluk buku-buku besar.

"Pesta kecil-kecilan, menyambut kemenangan Taehyung, maksudku tim basket kita. Aku belum kasih hadiah apa-apa untuk dia. Jadi, aku pikir dengan menyiapkan pesta sederhana, memasak menu-menunya sendiri, cukup untuk menyenangkan mereka. Aku ... enggak mau menunggu lebih lama lgi. Kali ini aku harus bisa menunjukkan semua perasaanku kepadanya. Ups! Maaf! Maaf Ji, kok malah jadi begini." Ada yang janggal di senyuman Jimin. Dia bingung mesti berekspresi seperti apa dalam menanggapi pengakuan Lisa.

"Santai dong, Lis!" Jimin mengibaskan tangannya di depan Lisa, tawanya pun terdengar sumbang."Omong-omong, selamat ya. Semoga berhasil, aku yakin kamu pasti berhasil."

"Aku berharap kamu juga ikut. Tenang saja, aku jamin begitu kamu datang, semuanya sudah tersaji. Kamu tinggal makan saja." Lisa tampak gembira dan bersungguh-sungguh mengajak. Tapi, jamuan semacam sudah jelas tidak cocok untuk Jimin bukan? Memang siapa yang mau menyaksikan rival bermesraan dengan gebetan sendiri? Lisa mengangguk pelan penuh harap. Sementara, Jimin terjebak dilema. "Kita cuma bertiga, kalau ganjil 'kan enggak seru. Di rumah hanya kami. Taehyung, aku dan Namjoon. Kalau kamu ikut jadi lengkap. Mau ya? Ayolah, aku memohon padamu." Aku harus bagaimana? Jimin meracau dalam hati. Dia tak bisa menolak undangan Lisa, dan risikonya? 

"Baiklah, aku datang."

"Aku pikir bakal ditolak, ternyata kamu memang teman yang sangat baik." Senyum Lisa mengembang, detik berikutnya raut berubah bingung, "Loh, Taehyung di mana? Apa sudah keluar kali ya?" Kening Lisa berkerut heran mencari sosok Taehyung yang ternyata tak lagi berada di kelas. Lebih tepatnya mereka berdua sengaja ditinggal di saat siswa lain berpulangan. "Oke deh, sampai nanti ya. Aku cari Taehyung dulu, takut kesorean." Berujung Lisa terburu-buru meninggalkan Jimin seorang diri di sana ketika gadis itu tiba-tiba merasakan kedua kakinya seperti terpaku di lantai.

-----

(END) Lowkey in Love with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang