⊚ Prolog ⊚

467 37 7
                                    

Bisingnya suara klakson beruntun tak tanggung-tanggung mengganggu ketenteraman telinga, menyebabkan paras manisnya berganti kusut. Langkahnya sengaja dihentikan, Park Jimin bergeming di tempat seraya menahan emosi yang siap meledak-ledak.

Salahkan Kim Taehyung, usilnya bukan main. Dia gemar menjahili si gadis bersenyum manis seakan itu merupakan hal wajib yang tak boleh dilewatkan. Persis sekarang ketika dia terus memencet klakson motornya dengan sangat gembira.

"Sudah Tae, sudah! Kupingku tidak suka mendengar bunyi klaksonmu!" Puncaknya, Jimin berbalik sekadar untuk melantangkan kemarahannya. Tidak begitu terpengaruh terhadap kesenangan pemuda yang sedang duduk santai di atas jok motor. Dia sangat bergaya meski masih duduk di bangku SMA.

Kim Taehyung tertawa. Gelak yang menampilkan pola kotak di bibir tipisnya dan keunikan itu tidak mengurangi gurat tampan di paras si pemuda.

"Pagi-pagi jangan cemberut, Ji! Takutnya matahari tenggelam lagi karena mukamu yang masam itu."

"Aku tidak peduli! Aku mau tetap cemberut, menangis, atau marah-marah, karena matahari akan selalu datang di pagi hari!"

Jika dilihat ke atas, seolah alam membenarkan penuturan si pemuda Kim. Mentari tiba-tiba menyembunyikan pancaran sinarnya. Mendung, suasana kelabu membingkai langit pada detik itu.

"Ji, masih tidak mempercayai kata-kataku?!" Jimin mengedar pandang ke atas, menautkan alis usai mendapati awang-awang menyendukan warnanya. "Wah, penontonnya jadi bertambah banyak. Teriakanmu mengundang mereka ke sini, Ji." Kontan Jimin menurunkan kepalanya dan melongo heran pada siswa-siswi yang kini merapatkan badan saking penasaran dengan jeritan si gadis bersenyum manis. "Kau terkenal sekarang," ejek Kim Taehyung berikut senyum persegi di bibirnya. Lalu, khusus kali ini dia begitu membenci seringai itu. Sungguh!

"Tae, kau tidak sadar, ya? Satu-satunya keributan yang memancing mereka adalah klaksonmu. Buang saja klaksonmu, sekalian motornya juga!"

"Sadar kok, ini mataku terbuka lebar, Ji!" Si gadis bersenyum manis kepalang jengkel hingga memajukan bibirnya bersamaan tangannya mengepal. "Minggir, Ji! Aku mau lewat. Sudah tidak seru lagi, orang-orang jadi ke sini semuanya. Dasar manusia kepo!" Ucapan rendahnya tiada di dengar telinga lain, kecuali si empu yang sejak tadi digodanya.

"Tae Beruang, tunggu!"

"Apa lagi sih, Ji?! Yang lembut dong memanggilnya." Namun, Jimin mendaratkan satu pukulan ke permukaan jok motor bagian belakang.

"Minta maaf dulu, baru kau pergi!"

"Ehm ... salah saya apa, ya?!" Kim Taehyung cengengesan, merasa puas sekali sebab dapat mengusik si gadis bersenyum manis lebih lama dari biasanya."

"Coba hitung deh berapa kali klaksonmu berbunyi pagi ini. Lama-lama telingaku bisa tuli."

Wajah si pemuda Kim berubah tegang, lengkap kelopak mata turut melebar. Hanya sebentar dan ekspresinya kembali cengar-cengir. "Oh, itu yang membuatmu meminta kata maaf dariku? Tapi, Ji, aku cuma memastikan kalau klaksonku ini masih nyaring suaranya. Dan kalau kau keberatan, sumpal saja telingamu. Bagaimana?" Seringainya menipis, berganti tatapan intens pada lipatan detik. "Ji--" tegurnya, dini gadis di hadapannya malah memalingkan muka.

"Terserahlah!" Serta-merta Jimin mengayun cepat tungkai-tungkainya untuk menyingkir dari sana. Setidaknya dia perlu mengendalikan suasana asing yang menghampiri dia tanpa tanda, mengabaikan bahkan berulang-ulang si pemuda Kim menyerukan namanya dengan keras.

-----

(END) Lowkey in Love with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang