"Hai Laila? Apa kau siap?" tanya seorang wanita berambut perdek, dia memakai kalung id card pengenal sambil membawa map berisi naskah wawancara.
Gadis yang disapa Laila mengangguk mantap dan mulai beranjak dari kursi riasnya.
"Kau sudah tahu apa yang akan kau jawab, kan? Jangan salah bicara, ingat jangan terlalu menonjol," ujar manajernya yang terlihat seumuran dengannya.
Laila menelan Salivanya yang terasa seperti batu besar yang terjanggal di lehernya. Ia tahu akibatnya jika melakukan kesalahan sedikit saja yaitu semua wajahnya akan di jadikan bahan meme di semua media sosial.
"Kau dengar?" tanya Manajernya sekali lagi.
"Iya!" Kali ini ia menjawab dengan mantap dan segera masuk ke dalam ruang podcast. Dia duduk di samping gadis berambut pendek tadi sambil memasang headset di telinganya.
Manajer serta penata suara dan lainnya duduk di sebrang kaca depan mereka. Mengamati apa yang mereka ucapkan.
"Ready? Hitung mundur, 3, 2, 1!"
Pintu yang bertuliskan Air on yang tadi berwarna hijau berubah merah saat itulah musik lembut mulai mengiringi podcast mereka.
"Halo Beibers! Kita ketemu lagi di hari Senin indah ini! Bagaimana kabar kalian? Semoga baik-baik saja, ya! Kali ini kita kedatangan tamu baru, yang blognya sempat viral di semua media sosial, loh! Pasti kalian kenal! Udah tau belom? Pasti udah tahu, yuk kita sambut Laila!"
Gadis rambut sebahu hitam legam itu terlihat gugup tapi dia tetap menyunggingkan senyumnya dengan lebar.
"Hai, Aku Laila," jawabnya berusaha terdengar ceria.
"Oke kita sudah perkenalanya, karena semua orang juga kenal dengan nama Laila." Pembawa acara itu berusaha improvisasi karena melihat ketakutan Laila, dia pun tertawa untuk mencairkan suasana.
"Pasti banyak suka dan duka sebelum terkenal, apalagi netijen zaman sekarang diluar Nurul kalau udah berkomentar, sok bilang gak suka tapi di real live berbicara manis dan mendukung, makanya kebanyakan artis jarang punya teman, mungkin kehidupan Laila juga akan berubah setelah kejadian itu, ya kan Laila? Iya pasti." Kalau bukan mengangguk pasti menggeleng, Laila bahkan terlihat berkeringat di ruang ber AC itu.
"Oh ya, Laila. Aku dan semua penonton penasaran. Apa tulisan blog mu itu dari pengalaman pribadi? Atau hanya fiksi saja?"
Kuku yang berwarna biru muda terkelupas satu per satu mendengar bait setiap kalimat yang pembawa acara itu ucapankan. Laila tahu, lukanya pasti akan digali kembali. Kenangan sedikit demi sedikit memperlihatkan bagaimana saat-saat ia mulai menulis.
***
"Nak, ayo bangun solat subuh dulu!" teriak ayah.
Bukanya bangun aku masih bergulat dengan bantal guling ku. Aku tidak tahu kenapa ayah selalu beribadah tepat waktu, padahal terlambat semenit saja bisa dilanjutkan. Meski begitu belia selalu mengulangi kalimatnya sampai ia tidak terlihat lagi setelah berangkat kerja.
Alarm berikutnya terus berulang sampai jam menunjukkan pukul 7 pagi. Aku bangun karena mimpi buruk, tanganku gelagapan melihat jam dan buru-buru berangkat sekolah hingga berkahir tidak melaksanakan solat. Aku mewanti-wanti diri agar mengerjakan di mushola, tapi sampai di sekolahpun aku berakhir di jemur karena terlambat upacara dan Solat pun terlewat lagi.
Entah kenapa kegiatan solat selalu aku nomor belakangkan, karena yang aku tahu saat itu, Allah akan menjeda jawaban setiap umatnya di karenakan banyaknya manusia.
Jam pertama berkahir, lagi-lagi aku di hukum karena tidak mengerjakan tugas, hukuman untukku membersihkan toilet sampai jam istirahat berakhir. Dari semua keruwetan hidupku, tidak ada yang berjalan mulus. Orang-orang jadi menilai, aku hidup semau aja, terlalu sembrono kata ayahku yang artinya hidup sembarang, seperti tidak ada peraturan dan disiplin yang aku terapkan.
Namun aku bahagia, selagi aku punya otak, aku bisa melakukan apa saja. Contohnya karena terus-menerus di hukum, ide bermunculan, saat itu aku menegaskan pada diriku untuk menjadi seorang penulis suatu hari nanti.
"Laila!" tekan guru BP, Aku menghabiskan waktu di ruang BK karena tanpa sadar telah berkata kasar pada guruku saat jam pelajaran. Aku lupa kronologinya saking sering menghayal, aku lupa membedakan dunia nyata dan fiksi.
"Iya maaf." Hanya itu kalimat yang keluar dari mulutku.
Aku diberikan peringatan pertama, dan Alhamdulillah aku bisa keluar dari ruang pengap itu. Beberapa temanku mendangi. Mengitrogasi untuk kedua kalinya. Mereka penasaran bagaimana aku menjawab dan meluruskan perkara itu.
Jujur, aku bingung. Aku terlalu sering berkata kasar sampai menjelaskan dengan lembut saja susah. Aku takut melukai temanku juga.
"Santai, ayo ke kantin!" Aku kembali melewati hari-hariku dengan baik sampai semua masalah itu pun ku anggap angin lalu. Tidak mempelajarinya, tanpa ku peringatkan diriku bahwa itu akan menjadi bumerang suatu hari nanti.
"Ada apa?" ujar Misya, gadis manis yang memiliki rambut pendek. Baju sekolah yang selalu diketatkan membuatku sering salah fokus dan berakhir tertawa.
"Apa? Kenapa? Apa tertawaku membuatmu tersinggung?" Aku berusaha meredakan tawa sambil memainkan alis mataku melihat seragamnya.
Misya mengangkat satu lengkungan senyumnya. "Aku pikir kau menghayal mencari ide gila mu itu."
"Tentu saja aku sedang buat ide gila itu! Kau tidak lihat di sebrang sana banyak kakak kelas yang menontonmu? Peristiwa ini membuat ku berpikir untuk membuat seorang pria jatuh cinta pandangan pertama pada gadis seksi sepertimu!"
Seli, Rina dan Meisya hanya bisa memutar bola mata malas dan segera meninggalkan kantin setelah makanan kami sudah ludes habis.
Tidak hanya sekali, aku sering melakukan itu pada mereka, rasanya keren sekali mengarang cerita dewasa tanpa memikirkan banyak dosa yang akan aku pertanggung jawaban saat di akhirat.
Aku suka menulisnya di blog pribadiku, dan banyak anak kelas 10 yang membacanya. Awalnya hanya iseng karena Gabut tapi melihat komentar mereka yang mendukung membuatku ingin melanjutkan cerita tersebut.
Setiap cerita yang aku publiskan tanpa sadar membawaku pada kenyataan dan aku harus mempertanggung jawabkannya, Yang aku pikir kan hanya satu bersenang-senang saja dengan tulisan, kan hanya tulisan. Katanya nikmati saja. Toh kan anak remaja. Iya remaja sampai dewasa pun aku masih teringat dengan semua itu.
"Laila! Viewmu banyak! Jangan-jangan karena cerita tadi?!" Meisya berhenti dari langkahnya kemudian memandangku saat itu.
Ketahuilah, seorang penulis selalu melibatkan orang-orang di sekitarnya untuk di jadikan bahan ide atau pelampiasan emosi. Tapi mereka tidak menulisnya secara detail seperti nama dan tempat tinggal, mereka mengambil sedikit kejadian yang menyenangkan dan menyedihkan saja, agar semua masalah mereka bisa teratasi dengan mencantumkannya dalam tulisan.
"Maksudmu apa?" ujarku yang saat itu terlihat bingung, karena jujur saja saat aku bilang mau menuliskannya aku belum menulisnya, karena saat itu aku tidak berada di depan leptopku.
Aku tidak tahu kalau hidupku akan dimulai dari kejadian itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kitabat Laylaa / Revisi
Teen FictionDrama -Religi (kitabat laylaa) كتابات ليلى Tulisan Laila *** "Sabar... Allah tahu kamu mampu." ucap sang ayah jika Laila mengalami masalah. Menjadi penulis adalah bukan pili...