Pesan yang didapat kan oleh Laila membuat dia terguncang. Orang yang selama ini pergi hilang entah kemana kini hadir. Buru-buru dia mengambil tasnya dan segera keluar mencari keberadaan Rina yang pergi karena ada urusan.
Mate yang hendak ingin berbicara kini hanya terdiam di tempat melihat gadis itu melewatinya begitu saja dengan langkah cepat.
Saat ia ingin mengejarnya, dia tahan oleh Binar untuk mengajak live bareng.Sedangkan disisi lain. Air mata Laila tidak bisa terbendung. Meskipun rasa benci pada Seli begitu besar tapi ia sangat merindukan sahabatnya satu itu.
Dia segera mengirimkan pesan pada Rina untuk menemuinya di rumah. Saat sampai di rumah pun dia tidak mampu membuka kolom chat dari nomor baru. Ponselnya hanya di letakkan di kasur dengan dia yang cemas sampai langkahnya bolak-balik tidak bisa diam.
"Kok buru-buru pulang sih? Padahal pihak dari rumah produksi ingin meeting denganmu soal naskah yang akan di filmkan."
Laila tidak menjawab dan langsung menutup mulut gadis itu dengan telunjuknya. "Itu bukan yang terpenting sekarang, yang aku mau kau mengambil ponselku disana dan bacalah pesan baru," potong Laila saat Rina baru saja memasuki kamarnya.
Rina mengambil napas kesal dan mau tak mau mengambil benda pipih itu. Saat ia membukanya, dia bahkan tidak kalah kagetnya dengan sahabatnya.
"Bagaimana bisa manusia jahanam itu masih menghubungimu!" teriak Rina tidak percaya.
"Kenapa kau mengatakan Seli seperti itu! Dia sahabat kita! Kita bahkan tidak tahu dia ada di mana sekarang! Apa kau tidak khawatir!" Laila merampas ponselnya dari tangan Rina. Jawaban nya membuat Laila tidak jadi mendiskusikan kembali.
"Kau tahu betul bagaimana dia dan anggota OSIS lainnya mengkhianatimu, Lai! Dan kenapa kau jadi sok baik sama dia!" Amuk Rina tidak terima. Susah senang selama ini ia lakukan bersama Laila dan sahabatnya itu bahkan mau menerima pesan dari Seli yang pernah menyakitinya.
"Iya aku tahu! Aku tahu betul sampai sadar diri Rin! Aku tahu selama ini dia ngenalin kalian sama aku agar punya teman! Aku tahu selama ini tanpa dia aku gak akan berakhir baik di sekolah! Aku tahu bagaimana rasanya diperhatikan sama Luis karena ada dia! Aku tahu, semua itu berarti untukku, setidaknya aku tahu kalau tidak begini maka aku tidak akan berdiri kuat sampai ke titik ini!" Air mata Laila jatuh tak berhenti di pipinya membuat Rina memalingkan wajahnya tidak kuat.
Laila memeluk gadis itu dari belakang berusaha untuk menenangkan. "Kita sudah dewasa, tidak ada lagi yang namanya kebencian. Saat mati pun kau tidak mungkin terus membawa dendam itu."
Rina menutup wajahnya menggunakan tangan dan mulai terisak. "Maafkan aku Lai."
Laila membalikkan tubuh sahabatnya yang kecil sambil menyeka air matanya. "Aku tau kau ingin melindungiku, tapi kita tidak mungkin terus menghindarinya." Rina menatap Laila sambil mengangguk pelan.
Keduanya mulai berbaikan kembali dan pergi ke kafe untuk menyegarkan diri. Rina sibuk menikmati jusnya hasil dari traktiran Laila sedangkan yang mentraktir malam sibuk menatap ponselnya.
"Apa susahnya sih bales, mikirnya lama benget lagi," celetuk Rina.
Laila menggaruk kepalanya bingung. "Yudah si kau aja yang bales."
Rina mengelengkan kepalanya. "Pesannya yang kemarin aja aku ogah bales," gumamnya tanpa sadar.
"Dia ngechat kau?" Rina terdiam sejenak menyadari keceplosannya.
"Kenapa gak beritahu?!"
"Ya buat apa?! Orang kayak dia gak perlu di maafin!" potong Rina emosi.
Laila hanya bisa melirik sinis, berdebat dengan Rina tidak akan membuat semuanya berjalan lancar. Akhirnya dia pun mengetikan balasan pesannya.
Hai Seli! Apa kabar? Lama kau tidak menghubungiku. Apa kau baik-baik saja? Sekarang kau di mana? Waktu itu aku mendatangi rumahmu tapi kata tetangga disana kalian pindah.
Rina yang melihat wajah serius Laila akhirnya keluar dari kursinya dan berdiri di belakang Laila untuk membaca pesan itu.
"Gak perlu intro gitu sih, tanyai aja dia butuh berapa? Orang kayak dia mah bisa ditebak."
Tangan Laila berhenti mengetik dan mendorong Rina menggunakan lengannya. "Bisa diam gak si? Lagian gak boleh souzun! Kalau pun dia mau pinjam uang ya biarin aja!"
"Kau tu ngeyel banget ya jadi orang! Orang tua dia cerai gara-gara kelakuan dia! Emak bapak dia tu tau kelakuan Luis sama Meisya tapi si Ono masih belain, pas pindah aja dia gak mau ngikut salah satu dari orang tuanya dan malah mengekor Ama si brengsek itu kayak prangko aja. Mana si kutu kampret gak ada masa depan lagi! Malah nambah nampung si beban. Jodoh emang mereka!"
Laila terkejut mendengar Rina bercerita panjang lebar, ternyata selama ini hidup Seli semenderita itu bersama Luis dan dia tidak tahu apa pun.
"Kenapa kau gak beritahu aku?"
"Untuk apa? Biar dia nyusahin kau lagi? Cape banget sama kalian berdua ini! Yang satu gak tahu malu! Yang satu ini urat kebenciannya udah putus!"
"Gak boleh..."
Rina menutup telinganya saat Laila hendak bicara. Dia beralih duduk di bangkunya sambil kembali menikmati jusnya.
"Trus kau mau aku biarin aja gitu?" Rina mengangguk mantap.
"Dengar Lai, gak hanya uang kau aja yang di porotin tapi status kau yang sekarang, kalau pun kau mau meminjam kan dia uang, dia gak bakal kembalikan, dia sekarang gak ada disini, dia udah pindah ke kota lain dan hidup bahagia sama si brengsek itu."
Mendengar hal itu Laila merasa ada yang janggal. Apalagi kata Rina mereka ada di kota lain, seingatnya Mate mengatakan bahwa Luis berada di sekitarnya.
Rina mengambil kesempatan saat Laila menghayal, dia langsung merampas ponselnya. "Hari ini aku sita! Kau gak boleh bales atau pun berhubungan lagi dengan dia!" Rina menghapus nomor itu dan meletakkan ponsel Laila di tasnya.
"Alat banget si Rin, trus aku pakai apa? Kalau pak Andika telpon aku gak bales? Dia marah kau yang selesaikan, ya?"
Rina menggerutu tidak senang. "Sehari doang ma! Gak mungkin juga pak Andika telpon setelah rapat tadi! Atau jangan-jangan ada seseorang yang kau tunggu mengirim pesan?" Godanya sambil memicingkan mata penuh curiga.
"Mulai deh, kau kan tahu selama ini aku cuman sendiri." Laila berusaha untuk tidak gugup. Padahal kenyataannya dia memang menunggu pesan dari seseorang.
"Hayoloh! Kalau bener aku periksa log panggilan mu!" Rina langsung mengambil ponsel itu kembali dari tasnya.
Buru-buru Laila keluar dari kursinya dan segera menahan pergerakan tangan Rina. "Ih jangan! Privasi tau!"
Rina tidak mendengarkan dan terus menghindar Laila dengan tangan yang mulai menjelajahi isi ponselnya. Hingga satu nama yang ada di log panggilan teratas membuat Rina tersenyum menggoda.
"Hayoloh siapa Mate?!"
"Rinaa!!!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kitabat Laylaa / Revisi
Teen FictionDrama -Religi (kitabat laylaa) كتابات ليلى Tulisan Laila *** "Sabar... Allah tahu kamu mampu." ucap sang ayah jika Laila mengalami masalah. Menjadi penulis adalah bukan pili...