Mengingat kejadian tahun lalu membuat Laila memutuskan untuk sholat dan setelah itu membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. Hatinya sekarang benar-benar resah hanya itu satu-satunya cara agar membuatnya tenang.
"Kau tidak apa-apa, nak?" lirik sang Ayah yang tergeletak di ranjang rumah sakit.
Laila menghapus air matanya lalu berbalik dengan senyuman merekah. "Aku baik-baik saja."
Setelah itu dia menutup Al-Qur'an nya dan segera menghampiri sang Ayah. "Ayah lapar?"
Laki-laki paruh baya itu menggeleng lemah kemudian memegang tangan anak satu-satunya.
"Allah tidak pernah tidur, Allah selalu melihat masalahmu. Serahkan semuanya padanya. Karena sebaik-baiknya penulis skenario terbaik hanya Allah SWT."
Air mata Laila menetes. Dia memalingkan wajah agar ayahnya tak melihat tapi sang ayah menyadari hal itu.
"Kau juga tidak perlu menyembunyikan tangisanmu, aku ayahmu bukan orang asing. Ayah kenal kau dari kecil yang tak pernah menangis sedikit pun setelah kita hidup berdua biarkan ayah tahu kau juga sedang bersedih dan jangan pernah menutupinya." Laki-laki dengan rambut beruban itu mengusap wajah Laila sambil ikut menangis.
Laila tidak ingin menjadi lemah di hadapan ayahnya yang sedang sakit. Siapa lagi yang bisa menyemangatinya kalau bukan dia? Kalau dia bersedih maka ayah nya pun akan ikut bersedih dan membuat sakitnya tambah parah.
Gadis itu terus menguatkan diri, dia yakin tidak bisa berhasil seperti sekarang kalau bukan dari do'a ayahnya. Meskipun 99% masalah itu berasal dari ayahnya sendiri.
***
Tidak hanya disekolah di rumah saja aku selalu mendapatkan masalah, yang aku tahu Allah menguji hambanya dengan semua masalah karena ia yakin hambanya mampu. Tapi aku tidak yakin apa aku akan bisa bertahan di dunia yang fana ini?
Aku rela di benci oleh semua manusia, aku rela ditinggalkan oleh semua manusia yang aku sayangi, tapi aku selalu berdo'a agar Allah tidak pernah meninggalkanku dalam keadaan terpuruk sekalipun.
Saat ayah tak ada di rumah, aku tidak makan apapun. Aku berpura-pura puasa atas nama Allah tapi nyatanya aku tidak memiliki makanan yang layak untuk dimakan. Awalnya memang aku jarang menomor satukan nama agung Allah. Tapi saat tidak teman untuk bercerita dan meminta pertolongan aku yang tanpa malunya selalu menyebut namanya. Mulutku yang kotor memeng tak pantas menyebut nama sucinya.
Aku hanya bisa menangisi diri sendiri sambil memegang perut yang keroncong, hingga suatu waktu teman kerja ayah mendatangiku. Dia berbicara soal ayah yang disiksa dan di permalukan di depan kantor. Aku mendengar itu pun tidak lagi berpikir untuk makan. Aku bergegas lari ditemani teman ayah yang aku tidak kenal sebelumnya.
Saat sampai disana semua orang menonton ayah tidak ada yang menolong ayah, ponsel yang digunakan untuk menelpon polisi atau menghubungi ambulans kini hanya digunakan untuk vidio konten.
Aku berteriak histeris sambil memeluk badan ayah yang lemah. Darah segar bercucuran di dahinya, tanganku sampai gemetar menyingkirkannya agar tidak mengenai mata ayah.
"Ayahmu itu mau menjual organ tubuhnya untuk membayar utang!" teriak seseorang yang pernah mendatangi rumahku. Aku tidak tahu berapa besar utang ayah sampai orang itu tidak ada sopan santunnya pada ayahku yang sudah tua.
"Berikan aku waktu! Aku yang akan membayar utang ayahku! Tapi aku harus tahu kenapa ayahku bisa berhutang padamu! Dan Kau juga tidak harus menyiksa ayahku seperti itu!" teriakku yang saat itu sedang berlutut di hadapannya.
Laki-laki itu tidak membalasnya, seperti ada sesuatu yang ia sembunyikan.
"Nak, ayah tidak pernah berhutang padanya , dia yang memberikan ayah uang secara cuma-cuma dengan tujuan untuk membantu ayah yang saat itu sedang kesusahan dan tiba-tiba sekarang dia menagihnya. Uang itu pun sudah tidak ada," lirih ayah berusaha tetap bicara.
Aku menatap laki-laki itu sengit, dia terlihat gelagapan. "Kau pikir aku takut dengan tatapan itu!? A-aku akan melaporkan polisi!"
Seharusnya aku yang mengatakan itu tapi laki-laki bodoh itu seakan tersakiti, sekujur tubuhnya saja tidak ada luka. Bagaimana dia bisa hidup dengan sikap manipulasi itu?
"Ayo! Silahkan!" tantangku. Hari itu kami bergegas ke polis dan menindaklanjuti soal masalah ayah. Namun lagi-lagi dunia tidak memihakku. Polisi itu mengatakan ayahku bersalah dan menjebloskannya di penjara.
Aku benar-benar kehilangan akal. Bukti pun tidak ada, aku bertanya pada teman ayah, mereka seakan hilang. Satu pun tidak ada yang mendampingi orang yang masih berusia 18 tahun seperti ku. Aku seperti dipaksa dewasa dengan keadaanku sekarang.
Aku mengamuk di kantor polisi, tapi tidak ada yang meladeniku. Sampai rasanya tidak ada lagi yang bisa aku pertahankan. Malam itu aku tidak tidur dan terus meminta ayahku di keluarkan dari sel. Mereka mengusirku dan menyuruhku datang dengan bukti.
Aku sampai bertekad, hingga malam itu aku solat di mesjid sambil terus menangis dan berdo'a di bukakan jalan keluar. Saat tak punya jalan keluar sebuah keajaiban datang padaku. Aku mendengar percakapan dari luar. Aku bergegas dan mengintipnya dari jendela mesjid. Disana aku melihat seorang polisi menerima bayaran dari laki-laki yang menyerang ayahku. Dengan tangan gemetar aku mengambil ponselku dan langsung Vidoakan kejadiannya.
Untungnya malam itu hanya ada aku di mesjid dengan pencahayaan yang minim. Orang-orang itu berpikir aku sudah pulang dan tidak mungkin tidur di sana, bertapa bodohnya mereka, yang tidak ada berpikir kalau ada Allah yang melihat kelakuan keji mereka.
Setelah mereka pergi aku langsung mengunggah vidio itu di aplikasi yang sering viral dengan caption yang menjelaskan polisi tidak berpihak pada rakyat jelata. Paginya akunku ramai komentar dan banyak netijen mentag akun polisi, banyak netijen menyuruhku untuk siaran langsung juga.
Aku dengan beraninya mengiyakan permintaan mereka aku melakukan siaran langsung di akun itu dan masuk kedalam kantor polisi dengan memperkenalkan satu persatu polisi dan orang-orang penipu yang mengatasnamakan menolong.
Para polisi tidak terima dan menahan ku disana bersama ayah. Ponselku di sita dan akunku di hapus secara permanen namun itu tidak berlaku alam, aku sudah memikirkan cara yang akan terjadi kedepannya. Banyak netijen yang sempat vidio siaran langsungku dan mengunggahnya kembali. Berita itu sampai ke buletin tv. Banyak pro dan kontra terhadap kinerja polisi jaman sekarang. Para petinggi turun langsung ke kantor polisi dan memeriksa kembali masalah itu.
Polisi itu sampai di pecat dan orang yang memukuli ayahku di penjara. Aku dan ayah dibebaskan dengan syarat akan membayar utang tersebut. Ayahku sempat di larikan ke rumah sakit karena selama di penjara lukanya tidak di sembuhkan dan bahkan mereka memukuli ayahku masal.
Setelah kejadian itu aku bersumpah tidak akan meninggalkan ayah apapun yang terjadi. Namun lagi-lagi Allah maha baik. Setelah hujan deras pasti ada pelangi yang datang. Aku diundang ke acara live yang sering aku tonton karena akunku viral.
Terimakasih ya Allah, membawaku ke arah yang lebih baik lagi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kitabat Laylaa / Revisi
Teen FictionDrama -Religi (kitabat laylaa) كتابات ليلى Tulisan Laila *** "Sabar... Allah tahu kamu mampu." ucap sang ayah jika Laila mengalami masalah. Menjadi penulis adalah bukan pili...