25. Kematian yang begitu dekat

15 7 47
                                    

"Hmp!" teriak Laila saat mulutnya diikat dengan kain.

"Apa? Kau terkejut, ya? Kau pikir aku tidak lagi mendatangimu?" tanya laki-laki yang bernama Luis dengan mata yang masih tertuju pada ponsel Laila.

Laila terus berusaha menggerakkan tubuhnya tapi ikatan laki-laki itu jauh lebih kuat.

"Aku tau dimana salahku dan aku menyesalinya tapi kenapa kau seperti tidak ingin aku hidup?" lanjut Luis dan kini berpindah tempat ke hadapannya.

Mereka saling duduk berhadapan dan saling menatap satu sama lain dengan sorot mata yang tajam.

"Kau bisa melihat penampilanku, apa aku terlihat hidup baik-baik saja? Kau bahkan jauh lebih bahagia dariku." Laila langsung menelan salivanya yang terasa seperti batu besar.

"Tak perlu takut, aku tidak punya keuntungan untuk menyakitimu. Sebentar lagi Rina akan datang karena aku sudah memberikan lokasinya."

Alis mata Laila terangkat sebelah, bingung mengapa laki-laki itu harus repot-repot menyandrakannya jika harus meloloskannya begitu saja.

"Enak sekali hidup sepertimu kau hanya perlu menulis cerita orang lain dan mendapatkan uang dengan begitu mudah tapi anehnya aku merasa setiap tulisan yang kau abadikan bagaikan buku kematian untukku." Terdengar napas gusar dari mulut laki-laki itu.

"Setelah kejadian di sekolah aku pergi menjauh dari hidupmu sebagai bentuk rasa bersalah tapi selalu saja hidupku berkaitan denganmu, seperti orang tuaku yang berselisih dengan ayahmu dan temanmu yang sekarang menjadi istriku, apa mungkin itu karma untukku? Di tambah lagi seluruh dunia mengejar ku karena vidio viral itu, lelah sekali hidup ini, makan pun harus sembunyi, menyewa penginapan saja harus menunjukkan KTP, menginap sama keluarga tidak ada yang mau menampung, aku bahkan tidak tahu harus lari kemana lagi."

"Kali ini aku ingin kau menulis bukan tentang masa SMA lagi melainkan bertemu diriku saat dirimu di sekap, pasti ceritamu buming dan trending lagi." Entah kenapa Laila merasa sedih mendengar hal itu terlebih lagi Luis membicarakannya sambil meneteskan air mata.

"Ceritakan bagaimana akhir dari sosok Luis yang mengahamili temanmu dan berakhir bunuh diri, ceritakan juga bagaimana ia mengoda temanmu sampai hidup meminjam uang, dan berakhir menculik dirimu di gedung tua dan mati mengenaskan."

Dia tersenyum tanpa ragu sambil menatap dengan sorot mata redup. Kakinya mulai menaiki tangga yang ada di samping kursi Laila.

"Hemp! Hemp!" Laila berusaha berteriak untuk tidak melakukan hal bodoh tapi mulutnya bahkan tidak bisa mengucapkan itu.

Luis tidak menggubrisnya dan terus menaiki tangga itu sampai di atas balkon. Laila mendongak sambil terus menangis dan menggerakkan kursinya berharap dia bisa lolos dan menghentikan aksi gila laki-laki itu.

"Buat apa lagi aku hidup? Menurutmu setelah kau mengumbar identitas hidupku, aku akan masuk penjara dan tobat? Tidak, hidupku selama ini bahkan terasa di penjara, masuk di sana sama dengan menyiksa diriku sendiri dengan bertemu ayah, meskipun setelah keluar dari sana beberapa tahun, aku tidak bisa berkeliaran bebas, nilai tinggi selama di sekolah tidak berlaku apabila aku punya catatan kriminal, aku sudah memprediksi segalanya dan itu membuatku frustasi. Satu-satunya cara untuk membuat hidupku lebih bermanfaat dengan mendatangkan ide cerita untukmu dan membuatmu terkenal lagi."

"Hump! Hump!" teriak Laila sekeras mungkin berusaha untuk menghentikannya.

Luis menghapus jejak air matanya dan tersenyum bahagia.

"Laila lihat baik-baik!" serunya senang dan menjatuhkan diri di depannya sampai darahnya terciprat di mana-mana termasuk wajah dan pakainnya.

"HEMP!!!!"

Kitabat Laylaa / RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang