20. Awal kehancuran

21 8 47
                                    

Laila mulai mendekati rumah itu. Daerah disekitar rumah dan kedai terbilang cukup sunyi karena adanya festival yang diadakan di depan dan tengah desa.

Seorang diri Laila mengetuk pintu rumah namun tidak ada jawaban. Laila mengintip ke arah jendela dan disana benar-benar tidak berpenghuni. Hingga ia beralih ke pintu belakang rumah. Dia menemukan pintu yang terbuka. Laila diam-diam masuk dan betapa kagetnya ia menemukan seseorang tengah duduk di sofa sambil membelakanginya.

"K-kau siapa?" tanya Laila gugup setengah mati.

"Siapa lagi? Bukanya kau ingin menemuiku?" Laki-laki itu berbalik memperlihatkan wajahnya yang sangat dikenali oleh Laila sendiri.

"Luis?!!"

"Yap bener! Aku adalah orang yang menelpon dan mengirimi kau pesan."

Kaki Laila lemas dia terjatuh dan terduduk di lantai menatap laki-laki itu.

"Jadi yang di gudang?"

"Aku memanipulasimu, aku tau apa yang kau rencanakan Laila, kau pikir aku sebegitu bodoh nya sampai tidak mengetahui gerak-gerik mu? Apa kau lupa? Aku juara paralel di sekolah dulu!"

Gadis itu tersentak, tangannya mulai gemetar, tapi ia langsung menyembunyikannya dalam saku.

"Jadi? Apa saat ini kau ingin pamer? Sekarang kau berbeda, bukan Luis yang punya segalanya. Perlu kuingatkan? Dunia sudah berubah!" tekan Laila sambil bangkit berdiri.

Ponsel Laila terus bergetar, gadis itu tau kalau Mate menghubunginya, dia tidak mengangkatnya dan sibuk berdebat dengan laki-laki yang menyembunyikan sahabatnya.

"Ya aku tahu dunia sudah berubah, kau yang dulu berada di paling bawah kini sudah naik tingkat, kalau aku beberkan kelakuan mu dulu selama di sekolah apa penggemar mu masih mendukungmu?" ucapan Luis membuat Laila terdiam.

"Liat reaksimu! Hahaha apa semenakutkan itu terjatuh? Bukannya dulu kau sudah jatuh seharusnya kau terbiasa, bukan?" Laki-laki dengan rambut gondrong dan brewokan itu tidak hentinya memegang perut sambil tertawa puas.

"Apa yang sebenarnya kau inginkan? Bukanya keinginanmu sudah terpenuhi? Seperti membunuh Meisya dan membawa kabur Seli?"

Luis yang mendengar hal itu langsung bangkit dari duduknya dan mencekek leher Laila sampai tersandar di tembok.

"Jangan sekali-kali kau menyebut nama-nama perempuan jalang itu! Kau tidak tahu seberapa menderitanya aku karena dua perempuan itu! Aku tidak membunuh Meisya, dia yang sukarela bunuh diri, dan untuk Seli harusnya  ku kirim saja mayatnya kerumahnu, setiap hari dia selalu menyebut nama temannya yang sudah meninggal itu!" Laila geram mendengar sahabatnya dibilang seperti itu dengan napas yang hampir habis, dia langsung menendang tulang kering Luis hingga laki-laki terjatuh dan menjerit kesakitan.

"Beraninya kau berkata seperti itu setelah mengundang ku datang kemari! Apa sebenarnya yang kau mau dariku bajingan!" teriak Laila emosi sambil menendang badan Luis yang tergeletak di lantai. Bukanya kesakitan laki-laki itu malah tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya karena tendangan.

"Yaaahhh, amarahmu sama seperti dulu, aku masih ingat kau memang ingin membunuhku." Dia teringat kejadian dimana Laila mengejarnya dengan tangakai sapu di jalan raya.

Laila mengehentikan tendangannya dan beralih duduk di sofa untuk mengambil napas. Padahal dia sudah bertekad untuk tidak main tangan lagi setelah dua kejadian yang menimpa dirinya saat SMA.

"Tidak usah banyak bacot, jawab saja pertanyaanku!"

Luis beralih duduk, saat tersadar tetesan darah keluar dari mulutnya dia terkekeh pelan sambil menyekanya dengan lengan bajunya.

"Kau tanya alasanku? Ya apalagi kalau bukan balas dendam, apa kau tidak tahu ayahku adalah polisi yang menangani kasus ayahmu, karena di pecat hidup kami melarat, ibuku minta cerai dan pergi meninggalkan ayahku, ayahku kerjanya sekarang hanya mabuk-mabukan dan hanya memukuliku, aku dapat imbasnya, aku tersiksa setiap hari di tambah Seli yang dalam tidurnya selalu menyebut nama Meisya. Apa kau tahu seberapa menderitanya aku karena kalian?! Aku tidak bisa tidur nyenyak! Di tambah kau yang hidupnya meroket membuatku... "

Brug!

Satu tendangan mendarat di wajah Luis hingga terkapar.

Napas Laila kembali memburu.
"Kenapa dengan hidupku?! Ayahmu yang membuat ayahku sakit dan menderita sampai sekarang! Di tambah kau yang buat sahabatku terpecah bela! Dan sekarang kau mempermasalahkan tidur mu yang tidak nyenyak? Kau benar-benar sudah gila?!"

Luis kembali terbahak dia menyeka hidungnya yang mulai di banjiri darah segar. "Persetan dengan persahabatan kalian, kalian yang mau merusaknya demi laki-laki sepertiku dan sekarang mempermasalahkannya."

"Oh ya, kau kemari mencari Seli? Dia ada dikamar datangi saja dia, pasti dia senang menyambutmu." Tunjuknya pada pintu yang ada di dekatnya.

Mendengar hal itu buru-buru Laila beralih haluan dan membuka pintu kamar bercat hitam itu dan betapa kagetnya dia melihat mayat gadis yang dicarinya terbaring kaku dengan tubuh yang penuh dengan lebam.

Tangis Laila pecah, kakinya terasa mati rasa, dia terjatuh dan terus menyeret tubuhnya memeluk badan Seli yang sudah dingin.

"Li, bangun. Ayo pulang!" teriaknya sambil berusaha menggoyangkan tubuh sahabatnya itu. Tapi tetap saja tidak ada respon yang dapat ia terima.

Sedangkan di ambang pintu terlihat Luis yang berusaha berdiri sambil tersenyum. Dia mengambil benda pipih yang ada di sakunya untuk menelpon seseorang yang ada disebrang sana.

Jadi bagaimana yah? Apa balas dendam ayah sudah terbalas, kan?

Setelah mendapatkan jawaban, dia keluar dari rumah itu, menyalakan korek api dan membuangnya di lantai. Seketika api mulai menjalar ketempat yang dipenuhi bensin. Luis meninggalkan Laila bersama Seli untuk mati bersama.

Asap mulai memenuhi seisi ruangan, Laila menyadari itu, dia panik dan tetap bersikukuh membawah mayat Seli sambil terus menangis.

"Ya Allah aku harus bagaimana!" teriaknya frustasi karena tidak kuat memapah badan sahabatnya itu.

Badan Laila ambruk di samping gadis itu, matanya terpejam dengan linangan air mata yang terus jatuh di pipinya, sampai kesadarannya perlahan sirna.

Disisi lain berita tersebar dimana-mana menampakkan vidio berdurasi pendek yang memunculkan sosok Laila yang menendang laki-laki yang tak berdaya. Hal itu membuat dunia Maya heboh, apalagi di tambah komentar netizen yang mengaku pernah bersekolah dengannya.

*Aku pernah satu sekolah dengannya, dia memang di kenal anak yang bandel

*Dia pernah mengikuti ujian nasional di ruangan anak-anak bandel

*Aku mantan anggota OSIS, aku sering melihatnya di hukum karena berbicara kasar sama guru

*Laila? Aku kenal nama itu, dia kakak kelasku dulu, dia perna di keluarkan dari aula karena membuat keributan

*Aku guru anak itu, aku tidak kaget lagi melihat dia begitu

*Kami tidak sekelas tapi dia teman hukumanku selama di sekolah haha

*Aku dulu wakil ketua OSIS dia pernah memukul ketua OSIS kami dengan kursi saat sedang rapat

Laila tidak tahu karirnya akan berakhir hari itu juga.

"Selamat Laila," ujar Luis penuh kemenangan.

***

Kitabat Laylaa / RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang