14. Kembaran

14 3 10
                                    

Laila berangkat bersama Rina ke kantor penerbit. Sesampainya disana, kantor di penuhi dengan wartawan. Rina beralih menatap Laila cemas.

"Nah, kan! sudah kuduga. Pasti ini karena visual lokal!" cercanya. Laila tidak langsung merespon, pandangannya hanya tertuju pada wartawan itu.

"Apa kau yakin pemeran visual lokal itu hanya orang biasa saja? Kayaknya mereka salah satu dari keluarga artis, gak mungkin sampai banyak wartawan."

Bola mata Rina membesar sambil menunjuk Laila. "Gak salah lagi!"

"Emang gak diseleksi dulu sebelum keterima?" Rina melipat mulutnya rapat-rapat harusnya itu tugasnya tapi dia malah terlalu percaya pada Koby.

"Begini saja. Bagaimana kalau aku masuk duluan. Biar wartawan teralihkan. Dan kau bisa menyusul?"

Laila mengangguk paham. Rina turun dari mobil dan menghampiri para wartawan itu yang sedang berkerumun.

Suara ketukan kaca mobil membuat Laila teralihkan. Disana ada Gusti yang sedang melambai dari luar jendela.

Laila turun dari mobil dan Gusti menariknya pergi jauh dari perkarangan kantor penerbit.

"Bentar, kok gak masuk dan malah keluar?" tanya Laila berusaha melepaskan cekalan tangan Gusti.

Laki-laki itu terlihat ngos-ngosan dan menepi ke tempat parkiran mobilnya yang ada di samping tokoh.

"Ayo masuk dulu baru aku ceritakan." Laila menurut saja dan mereka masuk kedalam mobil. Laila juga sampai menunggu Gusti mengambil napas dan meminum air mineral yang ada di mobil karena kehausan.

Setelah meneguk habis barulah ia tersadar melihat Laila yang menatapnya sedari tadi. "Mau minum air?"

Laila menggeleng, berjalan dengan jarak begitu dekat tidak membuatnya haus, yang pantas di tanyai adalah Gusti yang terlihat sangat kelelahan dan hampir kehabisan napas.

"Oke, jadi aku bawa kak penulis kemari karena gak hanya di depan kantor tapi didalam kantor udah penuh sama wartawan. Itu karena Sabo mau konfirmasi soal hubungannya dengan Maryam."

Laila memijit kepalanya yang terasa berat. Padahal dia tidak ingin berurusan lagi dengan media tapi semua orang kayaknya tidak setuju dengan pendapatnya.

"Awalnya dari fyp mereka hanya mantan dan
Menjalin hubungan sama Binar tapi ternyata semua itu agar Maryam cemburu dan itu rencana dari Sabo. Plot twist banget."

Laila berbalik dengan kerut di keningnya. "Apa kau yakin hanya itu Saja? Apa mereka tidak berkeluarga dengan para artis?"

Gusti menggaruk kepalanya dan terlihat bingung. "Aku kurang tau kak, yang terpenting kita harus pergi dari sini juga. Kalau ada para fens yang melihat kita, pasti nanti beritanya muncul di fyp."

"Mau kemana? Aku tidak bisa ikut kemana kau pergi karena kita belum kenal dekat."

Gusti berdehem pelan. "Aku bukan orang jahat kok kak. Ngapain juga aku mau bawa lari kak penulis. Nanti aku gak dapat gaji dong," ujarnya sambil terkekeh.

Senyum itu membuat Laila teringat kembali dengan sosok Hery. Badannya menegang. Dia mengambil napas dalam. Kalau dia terus menjauhi Gusti dia tidak bisa belajar dengan traumanya sendiri.

"Yudah berangkat sekarang."

Gusti terlihat senang dan mulai menancapkan gas keluar dari parkiran tokoh menuju tempat yang lebih aman. Setelah berjalan cukup jauh mereka masuk ke dalam kompleks apartemen mewah yang membuat Laila ternganga karena terkejut.

"Maaf ya kak, aku kurang tahu daerah sini. Jadi aku bawa aja ke tempat tinggalku." Gusti terlihat merasa bersalah dan mulai turun dari mobil.

"Serius? Kau orang kaya?!" Gusti kaget mendapatkan respon yang seperti itu dan itu pertama kali baginya.

"Jangan bilang-bilang kak, ini rahasia!" serunya dramatis sambil tersenyum evil. Laila mengubah wajahnya datar lalu berjalan melewati Gusti begitu saja. Laki-laki itu tertawa dan mulai berjalan beriringan dengannya.

Keduanya naik lift dan belok ke koridor sebelah kiri dan akhirnya sampai setelah Gusti membuka ganggang pintu listrik.

Laila dibuat terkejut saat masuk ke dalam tempat tinggalnya. Ruangannya bahkan lebih besar dari ruang tamu milik Laila.

"Ayo duduk, aku buatkan minuman." Setelah mengatakan itu Gusti menghilang di samping tembok.

Laila duduk pelan-pelan di sofa mewah itu dengan pandangan masih fokus dengan furniture ruangannya.

"Gusti gak keliatan orang kaya, followers juga gak banyak, foto di Instagamnya juga hanya pemandangan yang hanya diasal foto," gumam Laila tanpa sadar.

"Emang kalau kaya harus pamer, gitu? Orang kaya asli mah udah terbiasa dengan kemewahan sampe gak sempat pamer," ucap Gusti baru saja datang membawa minuman jus buah di mapan.

Laila terkesima dan menunduk malu. "Santai aja kak, aku cuman manusia biasa kok," sambungnya.

"Kau tinggal dengan siapa disini?" tanya Laila penasaran. Dia juga tidak mau hanya terdiam kikuk bersama orang yang tidak akrab dengannya.

Gusti duduk di depan Laila sambil membuka jaketnya yang berwarna Navi. "Aku cuman tinggal sendiri disini, orang tuaku di luar negeri. Aku juga punya tujuan kemari tapi saat prosesnya aku di datengin sama kak Koby, mau nawarin jadi visual lokal, aku terima aja biar ada kesibukan sedikit."

Laila kembali meneliti isi ruangan dan baru menyadari tidak ada satu pun foto keluarga atau dirinya disana. Benar-benar bersih.

"Dan nama Gusti juga hanya nama akun Instagam. Nama asliku Mate." Mata Laila langsung tertuju pada laki-laki setengah bule itu. Kesan pertamanya saja ia tidak mengira bahwa nama Gusti cocok dengan wajah campuran milik Mate.

"Banyak banget kebohonganmu! Apa setelah ini kau akan mengatakan kalau kau seorang psikopat yang sedang menahanku di rumahmu!" Laila langsung berdiri dan hendak ingin kabur.

"Wait, dengar dulu sampai habis!" Mate berusaha menahan Laila dan menyuruhnya duduk kembali.

Laila dengan perasaan cemas memilih mendengarkan kembali tidak mungkin takdir membawanya dan mempertemukan Mate begitu saja pasti ada hal yang tersembunyi pikirnya.

"Aku tidak mungkin menceritakan semua rahasiaku padamu secara terang-terangan apalagi orang yang baru ku temui pasti kau juga berpikir sama denganku. Aku juga menerima tawaran visual lokal tidak cuma-cuma, Karena kau orang yang ada di foto bersama saudara kembarku."

"Maksudnya bagaimana? Aku tidak paham!" Laila memotong, semua kebingungan itu membuatnya pusing.

"Tujuan aku kembali karena ingin mengenang saudara kembarku yang sudah lama meninggal, aku melihat benda terakhir miliknya dan salah satu dari itu adalah foto berdua denganmu."

Napas Laila jadi sesak. Semua kejanggalan itu membuat Laila menghubungkan dengan orang yang membuat dia trauma.

"Jangan bilang kalau saudara kembarmu bernama Hery?" Laila mengatakannya dengan mata berkaca-kaca dan napas yang tersengal-sengal.

Mate tersenyum tipis. "Ternyata itu benar kau."

Air mata Laila jatuh. Pengalihatanya mengabur. Dia ambruk begitu saja di karpet berbulu warna hitam legam itu. Samar-samar ia melihat siluet orang yang menghampiri sambil terus menyebutkan namanya.

Pencarian Laila selama ini tidak berakhir begitu saja, ternyata Allah masih mau membantunya mengenai petunjuk hilangnya informasi Hery dan ia di pertemukan dengan saudara kembarnya yang bernama Mate.

Hary dan Mate dibalik menjadi Mate Hery sangat cocok dengan nama yang ada di tokoh tulisan nya yaitu Matahari.

Matahari yang selalu menyinarinya walau kadang meninggalkannya saat datangnya awan mendung. Tapi setelah itu kembali dengan wujud yang jauh lebih baik dari versi sebelumnya.

Laila dengan ingatannya bukan hanya sebatas kenangan. Tapi tujuan awal dari semua teka-teki.

***

Kitabat Laylaa / RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang