Malam ini ketika aku hendak beranjak tidur di kasur, ponsel yang aku taruh di atas nakas itu tiba-tiba berbunyi. Aku meraihnya, saat aku cek ternyata ada pesan masuk dari Bang Laksmana.
Buih
Gue minta maaf kalau kata-kata gue kemarin bikin lo sakit
Gue sama sekali nggak ada maksut buat nyakitin lo
Aku tersenyum tipis. Sejak kemarin kata-kata Bang Laksmana kepadaku memang terkesan cenderung nyelekit. Tapi sebenarnya aku tahu, Bang Laksmana aslinya tidak seperti itu. Bang Laksmana lantas menjelaskan kepadaku kalau kemarin dia sedang pusing revisian skripsi. Pantas saja kemarin dia bawaannya pengen nelen orang. Sensian mulu. Ternyata dia sedang stress revisian skripsi.
Bang Laksmana:
Intinya gue cuma mau yang terbaik buat lo
Aku tahu, dari dulu sampai sekarang, Bang Laksmana memang yang paling protektif kalau sudah menyangkut perihal kedekatanku dengan laki-laki.
***
Bel yang menandakan kalau jam istirahat sekolah sudah dimulai, berbunyi ke seluruh penjuru sekolah. Guru yang tadi berdiri di depan kelas memberikan materi pun, kini beranjak pergi. Aku bangkit dari kursiku, aku menengok ke belakang, ke tempat duduk Mas Laut. Dia tengah menatapku. Pandangan kami saling bertemu, lalu kami melempar senyuman satu sama lain.
"Mas," panggilku.
"Dalem," jawabnya pelan. Terdengar samar-samar di telingaku.
"Maaaas..."
"Pripun?"
[Gimana?]
"Mas Laut!"
"Dalem sayang."
Aku tersipu malu. Mungkin saat ini pipiku memerah seperti kepiting rebus.
Aku mengajaknya keluar dari kelas. "Ke kantin yuk, jajan. Aku laper."
Mas Laut bangkit dari posisi duduknya. "Ayo aku temenin."
Aku dan Mas Laut berjalan bersebelahan menuju kantin sekolah, kami melangkah di koridor melewati kelas demi kelas hingga akhirnya sampai di kantin. Aku memilih duduk di bangku paling pojok, bukannya pengen mojok berduan, tapi memang hanya bangku ini yang kosong.
Aku sudah menentukan ingin makan apa siang ini, aku ingin makan ayam geprek Bu Siti yang warungnya ada di sisi paling kiri. Masakannya enak, kalau kata Mas Laut sih, sedep. Aku lantas bertanya pada Mas Laut, dia ingin memesan makanan apa. Biar aku pesankan sekalian.
"Aku nggak mau jajan dulu," katanya.
Aku sedikit terkejut, padahal kita sudah sampai kantin. Murid-murid lain pun sedang menyantap makanan di hadapan masing-masing untuk mengisi perut. Tapi Mas Laut justru tidak ingin jajan, dan ini bukan yang pertama kalinya. Kemarin-kemarin dia juga begitu. Akhirnya aku yang makan sendirian. Jujur saja, rasanya ini sangat tidak enak, lebih enakan kalau kita sama-sama makan. Bukan aku yang makan dan Mas Laut hanya melihat saja.
"Aku perhatiin dari kemarin-kemarin kamu nggak jajan," kataku.
Mas Laut tersenyum. "Iya. Aku lagi berhemat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Buih di Lautan
Teen FictionKarena ada suatu masalah, Buih Pitaloka harus pindah dari ibu kota hingga ia bertemu dengan laki-laki bernama Laut Makrib, putra seorang nelayan laut Jawa. Keduanya meramu kasih ditengah perbedaan strata sosial hingga menyebabkan pertentangan dan me...