CHAPTER 26 | BERPROSES

1.6K 102 11
                                    

Aku berdiri di balkon kamar memandang hamparan langit Semarang sambil bertelpon dengan abangku yang ada di kota Jakarta.

"Lo udah buka pengumuman SNMPTN?" tanya abangku dari seberang sana.

"Udah," jawabku tanpa semangat.

"Gimana hasilnya?"

"Gagal, bang," ucapku lesu.

Kupandangi langit malam dengan mata berkaca-kaca. Aku pikir setelah lulus SMA hidupku akan jauh lebih baik-baik saja karena tidak akan terlalu banyak tugas yang harus aku kerjakan. Rupanya aku salah besar. Ternyata kehidupan yang sebenarnya adalah setelah lulus sekolah.

"Lo kemarin pilih universitas mana aja?"

Kujawab, "UI semua."

Dari ujung sana terdengar helaan napas panjang Bang Laksmana. "Kayaknya lo salah strategi."

Entah aku yang salah strategi atau memang jalur SNMPTN itu adalah jalur ghaib, karena orang-orang yang lolos dijalur itu banyak yang tidak bisa ditebak. Ada yang dari awal dia orangnya pintar, sering ikut kejuaran, aktif organisasi, dan peringkatnya selalu dapat yang teratas, namun terpental ketika memakai jalur SNMPTN. Ada juga yang orangnya biasa-bisa saja, tapi dia bisa tembus PTN memakai jalur tersebut.

"Udah, nggak papa. Masih ada jalur SBMPTN. Ntar lo ikut ujian itu aja, yang penting nyoba dulu."

Aku hanya berdehem mendengar saran dari Bang Laksamana. Rasanya aku benar-benar tidak ada semangat untuk melanjutkan hidup setelah lulus SMA. Aku tidak tahu apa yang aku mau dan aku tidak tahu kedepannya aku akan seperti apa. Semuanya masih tampak abu-abu. Lulus  universitas negeri saja juga terasa sangat sulit.

"Kalau nggak lolos, masih bisa kuliah di swasta. Semangat, Bu. Nggak boleh nyerah, ya?"

Dari semua jawaban yang keluar dari mulutku sepertinya Bang Laksmana sudah bisa langsung menebak kalau saat ini aku memang tidak bersemangat untuk menjalani hidup.

"Makasih, Bang. Nanti biar gue coba," jawabku pada akhirnya.

Sejujurnya saat ini aku sama sekali tidak bisa fokus belajar. Pikiranku hanya tertuju pada Laut Makrib. Hanya dia. Selalu dia.

Dia pikir setelah mengakhiri hubungan denganku, aku akan bisa berproses dengan baik? Kamu salah, Mas. Kamu salah besar. Aku terasa kehilangan arah. Kenapa harus mengakhiri ini disaat aku masih dalam masa-masa berjuang untuk mendapatkan universitas impianku. Dengan mengakhiri hubungan ini, api dalam diriku yang semula menyala seketika redup. 

Aku memandangi tumpukan buku trik tembus PTN dan juga latihan soal-soal di hadapanku dengan muak. Namun, aku tetap memaksakan diri untuk terus belajar dan mengerjakan soal-soal itu. Ditengah mengerjakan latihan soal tersebut, air mataku jatuh hingga membasahi lembar buku berisi soal-soal itu.

Di dalam hening kamar, aku duduk di meja belajar, menangis tanpa suara sambil terus belajar.

Ponselku berdenting hingga mengalihkan seluruh perhatianku, ketika aku mengecek ternyata ada pesan masuk dari laki-laki yang paling aku rindukan dan aku tunggu kehadirannya. Dia, Laut Makrib.

Buih

Gimana proses belajar kamu?

Aku menyeka air mata di pipiku.

Nggak baik

Aku nggak bisa fokus

Aku bisa bantu apa?

Buih di LautanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang