Jangan lupa vote dan komennya. Nanti minta tolong share di insta story dan tag aku yaaa....
Selamat membacaaaa!!!
----000----
Saat bel tanda jam istirahat berbunyi, aku bersama teman-temanku berjalan melewati koridor sekolah menuju kantin.
"Si Vale kemarin malu-maluin aja sumpah," ucap Zeline seraya menunjuk Vale dengan jari telunjuk.
Suny tertawa, "Tau tuh anak, beli tas di mall pake nawar segala, dikata pasar kali ya."
"Mana ujung-ujungnya kagak jadi beli lagi," imbuh Zeline. Ekspresinya heboh.
"Lah, masih mending gue ya daripada si Zeline," sanggah Vale.
"Ngapa jadi gue dah," Zeline menyelipkan rambutnya ke telinga.
"Heh, lo kagak inget. Kemarin lo kentut kenceng banget sampe mbak-mbak SPG pada nengok," tuding Vale mengingatkan.
"Kelepasan gue, serius," jawab Zeline dengan muka polos.
"Si Suny langsung kabur anjir," Vale menatap Suny seraya tertawa.
"Bukan temen gue sumpah!" Jawab Suny.
Mereka kemudian tertawa bersama. Sementara aku hanya diam saja.
Kenapa mereka pergi ke tidak mengajakku? Walaupun ujung-ujungnya aku tidak ikut, tapi setidaknya mereka sudah menawariku saja, aku sudah senang.
Di sela-sela melangkah menuju kantin, kami terus mengobrol. Tepatnya mereka yang asik mengobrol, aku hanya diam saja seraya terus berjalan di samping mereka yang tertawa-tawa. Aku bingung harus menimpali obrolan apa karena setiap aku bersuara, rasanya suasana yang semula seru menjadi tidak seru. Ucapanku diacuhkan begitu saja.
Berbeda dengan temanku yang ketika nimbrung obrolan, teman-teman yang lain berbondong-bondong menimpali. Lalu suasana mengalir begitu saja, asik sekali. Namun ketika aku yang nimbrung, suasana justru sepi. Bahkan kadang obrolannya tiba-tiba langsung berakhir begitu saja.
Mungkin itu semua hanya sebatas perasaanku. Namun sejujurnya, rasanya sangat tidak nyaman. Memangnya ada apa denganku? Apa yang salah dengan ucapanku? Kenapa perlakuan mereka berbeda?
Ah, sepertinya aku yang terlalu banyak berpikir.
Aku menatap botol-botol scincare milikku yang tergeletak di atas meja rias. Ada beberapa yang sudah kosong dan harus aku beli lagi. Tonner, masker, dan serumku sudah habis. Aku tidak mungkin bisa melewatkan untuk tidak membelinya, namun Mama sudah berpesan untuk aku bisa berhemat bulan ini.
Tapi scincare itu adalah hal paling penting dalam hidupku. Tidak mungkin kalau harus menunggu bulan depan dulu untuk membelinya.
"Skincare gue habis, jatah duit bulanan juga nggak cukup karena kemarin udah gue buat beliin temen-temen hadiah," aku berdecak kesal.
Aku terdiam, mencoba untuk mencari jalan keluar.
"Gue pinjem duit mereka aja kali, ya," pikirku.
Aku mengambil ponsel untuk menelpon Suny. Tidak butuh waktu lama panggilanku langsung terhubung.
"Sun, gue boleh pinjem duit lo ngga?" tanyaku.
"Gue lagi nggak ada duit."
"Cuma 2 juta doang, Sun. Besok langsung gue ganti," bujukku.
"Kenapa nggak nunggu besok aja waktu lu punya duit?"
"Gue butuhnya sekarang, Sun," jawabku.
"Sorry, gue juga lagi butuh duit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Buih di Lautan
Novela JuvenilKarena ada suatu masalah, Buih Pitaloka harus pindah dari ibu kota hingga ia bertemu dengan laki-laki bernama Laut Makrib, putra seorang nelayan laut Jawa. Keduanya meramu kasih ditengah perbedaan strata sosial hingga menyebabkan pertentangan dan me...