Sedari tadi pagi kuperhatikan Mas Laut lebih banyak diamnya. Padahal biasanya dia banyak tingkah, petakilan, kadang-kadang juga cengar-cengir tidak jelas ketika bertemu denganku. Tapi hari ini dia hanya duduk diam di bangkunya.
Aku bangkit dari tempat dudukku lalu menghampiri Mas Laut yang sedang meletakan kepalanya di atas meja sambil ditutupi telapak tangan. Saat aku menempelkan telapak tanganku di keningnya, suhu hangat langsung menyambut kulitku.
Mas Laut masih demam.
"Kamu masih sakit, kenapa berangkat sekolah?"
Mas Laut mengarahkan pandangan matanya padaku. Wajah sawo matangnya itu tampak pucat.
"Takut ketinggalan pelajaran," katanya.
Aku berdecak. "Nggak percaya. Biasanya juga tiap pelajaran kamu tidur."
Mas Laut hanya nyengir. Memang faktanya seperti itu, jadi ia tidak bisa menampiknya lagi.
"Kalau masih sakit harusnya kamu di rumah aja. Nggak usah maksain berangkat sekolah," kataku.
Aku takut Mas Laut kenapa-napa.
"Nggak bisa Buih," ucapnya lembut. "Obatku ada di sekolah."
Aku mengerutkan kening. "Mana ada obat di sekolah."
"Ada." Mas Laut menatapku lamat-lamat. "Kamu. Obatku sakit itu kamu, Buih."
Sudut bibirku terangkat membentuk sebuah senyuman.
"Serius, Ih. Jangan bercanda mulu. Aku itu khawatir sama kamu," omelku.
"Aku nggak papa asal masih ada kamu."
Seorang wanita paruh baya dengan setelan batik mega mendung warna biru memasuki kelas sambil membawa buku paket di tangan kanannya. Beliau adalah guru IPS kami. Namanya Bu Andin. Kedatangan Bu Andin ke kelas, mau tidak mau membuatku harus kembali ke tempat dudukku sendiri dan meninggalkan Mas Laut.
Pelajaran IPS pun dimulai seperti biasa. Beberapa kali aku menoleh ke belakang untuk memperhatikan Mas Laut, dan saat aku perhatikan kulihat Mas Laut meletakan kepalanya di atas meja sambil memejamkan mata. Aku menghembuskan napas panjang, dia sepertinya tidur. Biasanya aku akan mengomeli Mas Laut ketika dia tidur di kelas, namun kali ini tidak akan aku omeli karena aku tahu dia sedang sakit.
"Ibu tidak bisa lama-lama mengajar karena sebentar lagi ada rapat. Jadi nanti ibu tinggal, tapi ibu kasih tugas. Tugasnya dikumpulkan paling lambat pulang sekolah nanti. Nanti kalau sudah waktunya istirahat, kalian istirahat saja. Oke, sudah jelas ya tugasnya."
"Jelas Bu...."
Bu Andin lantas melangkah meninggalkan kelas usai memberikan tugas untuk mengerjakan tugas esai di buku paket halaman 152.
Ponselku tiba-tiba berdenting. Saat aku lihat, ternyata notifikasi pesan dari Mas Laut. Padahal kita ada di kelas yang sama, tapi tetap saja Mas Laut mengirimkan chat.
Mas Laut:
Buih
Apa sayang?
kepalaku pusing
Aku menoleh ke tempat duduk Mas Laut yang ada di belakang dan kudapati ia meletakkan kepalanya di atas meja. Aku menghampirinya lalu kusentuh keningnya, telapak tanganku merasakan suhu hangat. Demam Mas Laut masih belum turun.
"Ke UKS aja yuk," ajakku.
Tanpa mengucap sepatah kata pun, Mas Laut tiba-tiba meraih telapak tanganku lalu menggenggamnya lembut. Kepala Mas Laut masih tetap tiduran di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buih di Lautan
Ficțiune adolescențiKarena ada suatu masalah, Buih Pitaloka harus pindah dari ibu kota hingga ia bertemu dengan laki-laki bernama Laut Makrib, putra seorang nelayan laut Jawa. Keduanya meramu kasih ditengah perbedaan strata sosial hingga menyebabkan pertentangan dan me...