CHAPTER 5 | DIA MAS LAUT

8.6K 949 136
                                    

Aku mengecek ponselku dan seketika ada notifikasi chat masuk serta panggilan tidak terjawab dari Mama.

Mama: Buih udah sampe?

             Kalau udah sampe,
               berkabar sama mama sama     
               Bang Laks ya

Aku menelpon balik Mama dan tanpa menunggu, panggilanku langsung tersambung.

"Ini barusan pesawatnya landing, Ma," ucapku.

"Om Malbi udah disana?"

"Belum tau, Ma. Ini Buih masih nyari."

Setibanya di bandara Ahmad Yani, aku menyeret koperku dan berjalan ke luar untuk mencari-cari dimana keberadaan Om Malbi yang katanya akan menjemputku.

Mataku menyapu ke sekeliling, hingga akhirnya pandanganku bersirobok dengan kedua netra milik seorang pria yang mengenakan kemeja dibalut jas hitam yang berdiri di pojok sana.

"Buih!" Teriak pria tersebut seraya melambaikan tangan padaku, guratan senyum nampak jelas di wajahnya.

Dia kemudian melangkah ke arahku. Aku tersenyum menatapnya.

"Om Malbi," panggilku.

Wajah Om Malbi tidak menua dan malah kelihatan segar bugar. Aku tidak heran karena dia memang selalu berolahraga dan menjaga pola makan.

"Udah lama om nggak ketemu kamu. Sekarang kamu sudah sebesar ini."

Om Malbi memelukku, aku balas memeluknya. Dapat kurasakan Om Malbi mengusap-usap lembut puncak kepalaku. Nyaman sekali.

Om Malbi melepaskan pelukannya. "Sini, biar Om yang bawakan."

Ia mengambil alih menyeretkan koperku, satu tangannya yang kosong menggandengku dengan erat.

Setiap kali melihat om Malbi, aku jadi merindukan mendiang ayahku.

Ayah, sahabat ayah sekarang ada disini. Memelukku. Andai saja ayah masih disini dan bisa memelukku.

Om Malbi mengajakku masuk ke dalam mobil Avanza keluaran terbaru warna hitam miliknya, lalu mobil itu ia kemudikan menyusuri jalanan kota Semarang menuju rumahnya yang berada di daerah Semarang bawah.

"Buih makan dulu, ya. Buih mau makan apa?" Tanya Om Malbi.

"Apa aja boleh, Om," jawabku.

"Bakso aja mau?"

"Boleh." Aku mengangguk-angguk.

Om Malbi tersenyum. "Om tau, ada warung bakso yang enak di Genuk. Biasanya Om makan disitu."

Om Malbi mengemudikan mobilnya menuju jalan Wolter Monginsidi, ia kemudian menghentikan mobilnya di depan sebuah warung bakso yang bertuliskan; "WARUNG BAKSO PAK SAPRI"

Aku memesan mie ayam bakso dan es teh sebagai minumannya, sedangkan Om Malbi lebih memilih memesan mie ayam dan jeruk hangat sebagai minumannya. Sambil makan, Om Malbi mengajakku mengobrol tentang banyak hal.

"Buih, Om turut prihatin denger cerita mama kamu yang katanya kamu digituin sama temenmu. Sekarang kamu udah disini, kamu udah jauh dari mereka. Jadi kamu nggak perlu khawatir dan takut lagi. Om akan selalu berusaha jagain kamu dan kasih yang terbaik buat kamu. Om Malbi udah anggep kamu kayak anak sendiri," ucap Om Malbi memulai obrolan.

Kami masih menunggu pesanan kami disiapkan.

Aku mengangguk. "Makasih banyak, Om. Maaf kalau Buih ngrepotin terus," ucapku.

Om Malbi mengekeh jenaka, "Ah, enggak."

Seorang laki-laki paruh baya, yang sepertinya bernama Pak Sapri selaku pemilik warung bakso itu, membawa nampan berisi dua mangkok sekaligus. Ia kemudian menghidangkan mangkok tersebut ke hadapanku dan hadapan Om Malbi.

Buih di LautanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang