AWAL INTERAKSI
Shafa sedang fokus menginput data di file Excel ketika telepon di mejanya berbunyi. Setelah selesai dengan panggilan telepon itu, ia segera menuju ruangan atasannya. Ia mengetuk pintu dan ketika sudah mendengar jawaban dari dalam, gadis itu segera masuk.
"Pak Damar, perwakilan dari yayasan rumah sakit Harapan, Pak Doni, sudah hadir dan saat ini sedang diarahkan oleh staf untuk menuju meeting room."
"Oke, lima menit lagi aku keluar. Jangan lupa file yang udah aku kirim ya Sha."
"Siap, sudah ada di laptop Pak. Saya permisi dulu."
Ya, Shafa saat ini sudah bekerja menjadi sekretaris direktur di perusahan Kakak iparnya, Bang Damar, suami Kak Disa. Tentunya Shafa tetap mengikuti prosedur rekrutmen. Ia tidak ingin dianggap masuk karena orang dalam, meskipun dia agak sangsi juga dengan penempatannya. Awalnya Shafa tidak mau menjadi sekretaris Bang Damar karena ia yakin penempatan itu pasti ada unsur campur tangan Bang Damar. Rekrutmen yang ia daftar bukan untuk menjadi sekretaris Direktur, tapi sekretaris kepala HRD. Ia ingin berada di divisi lain tapi Kak Disa melarang dan terus memaksa aku menerimanya. Bahkan Kak Disa juga mengancam Shafa apabila adiknya itu berani melamar pekerjaan di tempat lain.
Akhirnya Shafa setuju untuk melanjutkan bekerja sebagai sekertaris Bang Damar setelah mendapat kabar dari HRD jika ia diterima tetapi ia tentu memberi syarat pada Bang Damar. Ia tidak mau orang-orang kantor tahu tentang dirinya yang merupakan adik dari Adisa dan Dimas. Dia bersikap sangat profesional apabila sudah menginjak lobi kantornya. Bukan hanya Damar yang diperlakukan profesional sebagai atasan, dengan Dimas pun ia juga seolah tidak kenal kehidupan pribadinya.
Shafa segera membereskan barang-barangnya yang akan dibawa ke ruang rapat. Ketika ia sedang membuka kembali file yang tadi diminta Bang Damar, suara ketukan di mejanya terdengar berbarengan dengan suara itu.
"Hai, Bang Damar ada di dalam?" tanya laki-laki yang saat ini mengenakan kemeja slim fit berwarna biru muda.
Shafa mengenal suara itu meskipun ia baru sekali bertemu saat datang ke wisuda Dimas. Ia hanya mendongak dan diam cukup lama karena sedang membaca situasi yang terjadi. Ketika ia akan tersenyum ceria, kepalanya kembali mengingatkan janjinya untuk tidak lagi mengaguminya agar ia tidak semakin suka.
Ia berdeham dan mengatur ekspresi wajahnya, kemudian menjawab. "Pak Damar ada di dalam, tetapi sepuluh menit lagi kami ada rapat dengan yayasan Harapan. Apa sebelumnya sudah membuat janji?"
Pria di depan Shafa mengulum senyum mendengar cara berbicara Shafa yang berusaha tetap formal dan profesional.
"Kamu adiknya Dimas kan? Nggak usah formal-formal deh. Masih ingat aku kan?"
"Mohon maaf Pak, jika ingin bertemu dengan Pak Damar untuk saat ini tidak bisa. Nanti setelah jam makan siang beliau ada waktu kosong. Nanti akan saya beri tahu beliau."
"Pak? Panggil Wira aja deh atau kayak kamu manggil Dimas. Aku nggak setua itu. Umurku sama Dimas sama." Wira mengulurkan setumpuk berkas dan satu map. "Ya udah kasih ini ke Bang Damar, nanti habis makan siang aku kesini mau bahas berkas itu."
"Baik Pak Wira, nanti akan saya sampaikan ke Pak Damar. Ada lagi yang bisa saya bantu?"
Belum sempat Wira menjawab, Damar sudah keluar dari ruangannya.
"Lho ada kamu Wir, ada apa?" tanya Damar begitu menyadari keberadaan Wira di depan meja Shafa.
"Tuh, naruh itu Bang. Tadinya mau sekalian laporan dan diskusi tapi katanya Bang Damar ada rapat."
"Iya ketemu yang dari rumah sakit." Damar beralih melihat ke arah Shafa. "Hari ini ada rapat lagi nggak Sha?"
"Setelah makan siang Pak Damar ada waktu kosong untuk diskusi terkait berkas yang dibawa Pak Wira. Nanti jam tiga ada rapat dengan Bu Soraya dan Pak Roni terkait laporan produksi yang kemarin Pak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Brave to Love You
ChickLitShafa kecil tak pernah tahu awal mula ia bisa tinggal di Anugerah. Menjadi bagian keluarga Papa Juan dan Mama Tasya merupakan hadiah terbaik seperti yang Shafa dambakan sejak dulu. Dari keluarganya, Shafa merasakan kasih sayang dan cinta yang tulus...