BTLY - EXTRA PART 2

2.6K 119 11
                                    


EXTRA PART 2 - OUR HAPPY ENDING

Suara penyiar radio terdengar di penjuru mobil beriringan dengan suasana jalanan yang padat di waktu pulang kerja. Saat ini Wira tengah mengemudikan mobilnya menuju tempat makan yang diinginkan Shafa sejak minggu lalu yang berada di sisi selatan kota. Seperti sebelum-sebelumnya, hari Jumat selalu digunakan keduanya untuk berangkat dan pulang bersama.

Saat ini Shafa sedang menikmati lagu yang diputar penyiar usai ia membacakan salam-salam dari para pendengar. Wira mengikuti ketukan pada musik di roda stirnya, sedangkan Shafa mulai menyanyi dengan sumbang karena terlalu lelah hari ini.

"Merem dulu sana, nanti aku bangunin. Daripada suaranya kayak tikus kejepit."

Gadis itu langsung memukul pelan lengan Wira. "Enak aja dibilang kayak tikus kejepit. Mas jangan diem aja dong, nanti aku jadi ngantuk beneran."

"Ya kan emang biar kamu tidur. Tadi katanya capek ngikutin Bang Damar rapat mulu seharian keluar. Lagian kan kamu dari kemarin lembur mulu buat nyiapin hari ini."

"Iya aku nggak sempet nonton drakor."

"Disuruh istirahat malah yang dipikirin drakor."

Shafa hanya membalas dengan cengengesan. Pandangan gadis itu terus mengikuti sisi kirinya. Ia hanya mengikuti perintah Wira dalam lima menit, lalu Shafa sudah kembali dengan topik pembicaraan baru saat ia melihat plang tanda perumahan baru.

"Eh Mas, kemarin kan Papa kasih tunjuk tuh iklan rumah. Ternyata harganya mihil yak di sini. Padahal UMR juga nggak tinggi. Heran gitu itu tanah sama rumah siapa yg beli?"

"Ya gitulah, ada yang nargetin pasarnya bukan orang daerah sini. Target pasar mereka udah ada sendiri-sendiri. Kan rejeki udah ada yang mengatur. Banyak juga sih yang harus kerja keras bagai kuda buat bayar KPR. Ada juga yang beli kerjanya diluar tapi keluarga di sini. Terus pada punya sampingan usahanya juga buat beli-beli gitu. Atau buat aset, buat nanti pas pensiun."

"Harga segitu dibayar pake uang semua ya?"

Wira tertawa mendengar pertanyaan Shafa.

"Ya iyalah Bee uang semua. Mana ada orang mau nerima daun."

"Pada kerja apa ya bisa punya uang em-em an buat beli rumah?"

"Macem-macem Bee. Lagian rejeki udah ada yang atur, nggak akan ketuker. Kalau bersyukur insyaallah pasti selalu dicukupkan. Gaji kita seberapapun kalo nggak pernah merasa cukup ya akan selalu merasa kurang."

"Kok mendadak jadi ustadz Perwira?" goda Shafa.

Pria itu berdecak. "Dikasih tahu juga. Nah mumpung kamu bahas rumah, kalau kita udah nikah, kamu mending kita tinggal di mana?"

"Em, ada opsinya nggak? Mas Wira kepikiran apa?"

"Aku prefer ke rumah sih, mau kontrak dulu atau beli. Kalau apartemen, rasanya tanggung buat Mas."

"Iya, aku lebih suka yang nyentuh tanah. Maksudnya yang nggak di gedung tinggi. Rumah yang sekarang emang sampai kapan Mas Wira kontraknya?"

"Mas selalu kontrak per tahun. Kontraknya sampai pertengahan tahun depan."

"Kalau kita omongin soal rumah, kita pasti bahas keuangan kita masing-masing. Udah boleh kita bahas lebih lanjut?" Wira pun mengangguk. "Kayaknya kita perlu luangin waktu deh buat nyocokin keuangan kita dan planning ulang budget yang udah kita susun."

"Kamu bener. Ada banyak yang harus kita bahas dan perhitungkan sesuai sama rencana dan prioritas kita. Yang jelas Mas ada buat modal nikah sama tabungan buat rumah. Cuma kita perlu itung lagi deh, Bee."

Brave to Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang