GETTING INVOLVED
Pagi ini Shafa sedikit kesiangan karena semalam ia baru menyelesaikan maraton drama Korea. Ia segera bergegas ke garasi kosannya untuk mengeluarkan motor. Sejak empat bulan bekerja sebagai sekertaris direktur, gadis itu terus merengek pada Mama dan Papa untuk diizinkan tinggal sendiri seperti Dimas, kakak laki-lakinya itu. Selain dengan alasan mencari tempat yang dekat dengan kantor, ia juga ingin bisa mandiri seperti kakak keduanya.
Dengan sedikit drama ngambek dan mogok makan di rumah, akhirnya Papa mengizinkan untuk Shafa tinggal di kosan yang dekat dengan kantor dengan syarat kedua orang tuanya yang memilih rumah kos dan mewajibkan Shafa pulang ke rumah di hari Sabtu dan Minggu.
Ketika Shafa akan berbelok ke kiri keluar area komplek perumahan, bunyi klakson mengagetkannya. Melihat dari mobil dan plat nomornya saja Shafa sudah tahu siapa pelaku yang membunyikan klakson itu.
"Astaghfirullah. Biasa aja kenapa sih? Kayak jalan punya dia aja main klakson terus-terusan seenaknya. Dasar nyebelin!" gerutu panjang Shafa begitu mobil itu sudah melintas.
"Nambah-nambahin mood orang nggak enak aja. Dasar Ardiaz Perwira."
Ya, mobil yang baru saja dengan sengaja mengklakson dan membuat gadis itu kaget adalah milik Wira. Seakan takdir memang sedang menguji ketahanan hati Shafa, rumah kos yang disetujui oleh Papa berada di komplek perumahan yang sama dengan rumah kontrakan Wira. Meski sudah hampir dua tahun ini Shafa bekerja di perusahaan kakak iparnya, keduanya masih saja sering berdebat dan saling senggol untuk menyulut emosi satu sama lain, terutama Wira. Setiap kali mereka berpapasan atau berada di tempat yang sama pasti Wira akan menyulut emosi Shafa. Seperti saat ini, Wira sengaja mengagetkan gadis itu dengan klaksonnya padahal ia juga sama terlambatnya dengan Shafa.
Dengan sedikit berlari, Shafa melangkahkan kakinya menuju lift. Tepat ketika ia sampai, kotak besi itu membuka sehingga ia langsung bergegas masuk. Saat ia melihat Wira yang masuk lobi kantor, gadis itu segera menekan tombol tutup agar pria itu tidak masuk lift yg sama dengannya. Shafa menjulurkan lidahnya mengejek Wira yang sudah sadar jika adik Dimas itu sengaja menutup lift untuknya.
Pintu lift terbuka di lantai lima dan seseorang masuk berdiri di samping Shafa yang mengamatinya.
"Kamu dateng telat kenapa malah senyum-senyum? Kayak abis berhasil ngisengin orang."
"Enggak telat Pak, cuma ngepas aja dan tebakan Pak Dimas betul sekali."
"Masih pagi Dek, akur dikit kenapa sama Wira."
"Ini udah di kantor ya." ucap Shafa mengingatkan Dimas. "Kok tahu kalau yang saya usilan Pak Wira?"
"Siapa lagi yang selalu kayak anak kecil musuhan sama kamu." Shafa hanya diam tak menanggapi.
Keduanya keluar dari lift dan berjalan menuju arah yang sama, ruangan Damar. Sebelum masuk ke ruangan atasannya sekaligus iparnya itu, Shafa meletakkan tas dan mengambil buku agenda dan ipad. Pagi ini ada rapat internal, biasanya Shafa akan datang setengah jam lebih awal untuk menyiapkan segala hal. Namun karena ia terlambat maka, ia harus buru-buru ke ruang atasannya sebelum ke ruang rapat.
****
Usai makan siang Wira mampir ke ruangan Dimas sebentar sebelum ia pergi untuk meeting. Ia segera masuk begitu Dimas mengizinkan.
"Dim ada yang mau gue omongin. Tapi ntar aja gue ke apart lo."
"Kenapa nggak sekarang aja ngomong?"
"Pertama, gue buru-buru mau keluar meeting, kan gantiin lo. Kedua, ini penting dan nggak bisa diomongin di sini, ntar ada yang ngamuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Brave to Love You
ChickLitShafa kecil tak pernah tahu awal mula ia bisa tinggal di Anugerah. Menjadi bagian keluarga Papa Juan dan Mama Tasya merupakan hadiah terbaik seperti yang Shafa dambakan sejak dulu. Dari keluarganya, Shafa merasakan kasih sayang dan cinta yang tulus...