COMFORT HER
Wira menarik kursi kosong di seberang Arya. Ia baru saja menyelesaikan laporan yang diminta Dimas untuk digunakan pada rapat nanti siang. Ia menikmati es jeruk yang sudah dipesankan oleh Shafa.
"Lama banget Shafa ke toilet." gumam Gladis.
"Shafa di toilet emang dari kapan?"
"Ada kayaknya dua puluh menit, Pak. Saya susulin aja kali ya di toilet." usulnya.
Wira menahan Gladis untuk pergi menyusul Shafa. Ia membuka ponselnya untuk menghubungi. Satu pesan dari Shafa muncul di notification bar.
Mbak Pacar 🤍:
Mas Wira bisa ke rooftop sekarang?Wira:
Oke tunggu, aku naik sekarang.Membaca pesan dari Shafa membuat keningnya berkerut. Ia segera minta pada Gladis untuk membungkuskan makan siang mereka yang sudah ada di meja. Ia mendadak merasa khawatir pada Shafa.
Gladis kembali dengan satu kantong kresek berisi nasi goreng dan mie goreng yang tadi di pesan Shafa. Wira beralasan jika Shafa sedang mengerjakan sesuatu yang urgent sehingga tidak kembali ke cafetaria. Usai berpamitan, ia segera menuju rooftop di mana Shafa berada saat ini.
Ketika Wira sampai di mana biasanya mereka menghabiskan jam istirahat, Shafa tengah menelungkupkan wajahnya pada lipatan tangan yang berada di atas meja. Ia yakin ada sesuatu yang terjadi tapi ia tidak dapat menebak apa. Wira segera mendekati Shafa, menepuk pundak gadis itu pelan dan memanggilanya.
"Shafa."
Gadis itu menegakkan tubuhnya dan berbalik menghadap Wira. Ia menatap laki-laki yang kini menjadi kekasihnya itu dengan sendu.
"Hei, kamu kenapa Sha?" Nada khawatir terdengar jelas dari pertanyaan Wira.
Saat ini pikiran dan hati Shafa tengah kacau. Ia sebenarnya bingung harus berlari untuk bercerita pada siapa. Satu-satunya yang tahu tentang ini adalah Wira, maka ia tadi memutuskan mengirimkan pesan pada pria itu. Berharap bisa merasa lebih baik.
Namun, kini ia ragu dengan tindakannya. Karena saat ini yang ia butuhkan selain bercerita, ia juga ingin dipeluk. Ia tak mungkin memanggil Dimas, Damar, atau Adisa saat ini. Dan nama Wira yang muncul setelah nama ketiga kakaknya.
"Kok diem aja, ada apa hem?" tanya Wira lembut.
Entah keberanian dari mana yang Shafa dapatkan, ia kemudian berucap. "Boleh peluk Mas Wira sebentar?"
Awalnya Wira kaget, namun ia segera menormalkan ekspresinya ketika melihat tatapan sendu dan rapuh Shafa. Ia mendekat padanya usai meletakkan kresek putih yang ia bawa di atas meja.
"Boleh."
Hening. Tak ada yang bersuara selain bising kendaraan dan kicau burung. Wira yang berdiri di depan Shafa masih juga diam dan hanya mengusap kelapa gadis itu sembari mendekap Shafa yang duduk di depannya.
"It's okay. Mas nggak akan maksa kamu cerita sekarang. Kalau kamu udah lebih tenang, kita makan dulu. Kamu nanti masih harus ikut rapat kan?"
Gadis itu mengurai pelukannya dan menunduk. "Aku nggak tahu bisa fokus atau enggak nanti di rapat."
Wira menarik dagu Shafa agar dapat melihat kedua matanya.
"Semua akan baik-baik aja. Mas akan ada buat bantu kamu apapun itu. Kamu nggak sendiri. Sekarang kamu makan dulu dan tenangin diri dulu sebelum rapat, okay?"
Seakan terhipnotis oleh tatapan Wira yang dapat meyakinkannya, Shafa mengangguk setuju. Ia menuruti semua yang Wira katakan. Beberapa menit berlalu Shafa sudah berhenti menangis dan lebih tenang. Wira kemudian membantu membuka makan siang mereka. Usai menghabiskan makan siang masing-masing, Wira mengantar Shafa hingga di lantai ruangannya berada.
![](https://img.wattpad.com/cover/350171671-288-k345827.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Brave to Love You
ChickLitShafa kecil tak pernah tahu awal mula ia bisa tinggal di Anugerah. Menjadi bagian keluarga Papa Juan dan Mama Tasya merupakan hadiah terbaik seperti yang Shafa dambakan sejak dulu. Dari keluarganya, Shafa merasakan kasih sayang dan cinta yang tulus...