JEALOUSYSemenjak pernyataan perasaan sayang mereka satu sama lain, hubungan mereka menjadi lebih baik. Shafa tak lagi merasa terbebani dengan pikiran untuk siapa hati Wira sebenarnya. Kebiasaan-kebiasaan baru mulai muncul secara natural di antara keduanya. Menurut Wira bahkan ia mulai merasa hubungannya dengan Shafa sudah terasa layaknya sepasang kekasih pada umumnya, meski Shafa tetap tidak suka jika mereka terlalu memperlihatkan di depan umum. Apalagi jika di kantor.
Akhir pekan ini Wira menjemput Shafa di rumah Papa Juan. Mereka sudah berencana untuk nonton di bioskop sekalian mencari kado ulang tahun untuk dua adik Shafa, Kama dan Kalila. Wira duduk berbincang dengan Mama Tasya di ruang tamu menunggu Shafa bersiap diri. Ketika mendengar langkah kaki mendekat, Wira menoleh dan mendapati wajah Shafa yang terlihat sedikit ditekuk.
"Ma, Adek pergi dulu sama Mas Wira." pamit Shafa kemudian mencium pipi sang Mama.
"Iya hati-hati ya. Jangan lupa titipan Mama, kadonya Kama kemarin belum nemu. Sepatu aja, Dek."
"Oke bos. Kemarin Mama jadi beliin tas slempang buat Kalila?"
Mama Tasya mengangguk. "Iya tas gemes sama sendal lucu."
"Oke deh. Yuk Mas berangkat sekarang aja."
"Nggak pamit sama Papa kamu?" tahan Wira.
Kernyitan muncul di dahi Wira ketika Shafa menggelengkan kepala. "Nggak, biar Mama aja yang bilangin nanti."
"Iya udah sana, jalan-jalan dulu biar nggak bad mood. Nanti lagi bujukin Papanya. Hati-hati nyetirnya ya Wira."
"Siap Tante. Kita pamit jalan dulu ya Tan." Pamit Wira akhirnya, lalu menyusul Shafa yang sudah keluar rumah lebih dulu.
Begitu mobil melaju Shafa sudah sibuk untuk memutar playlist lagu di mobil Wira. Pria di sampingnya masih menunggu Shafa berkeluh kesah. Namun gadis itu tampak belum mau membuka mulutnya lebih dulu.
Ketika mereka berhenti di lampu merah, tangan Wira terulur untuk mengelus kepala Shafa. Merasakan usapan dari sang kekasih, Shafa lalu menoleh seakan bertanya.
"Kenapa tadi turun-turun mukanya cemberut? Kamu marahan Bee sama Papa Juan?"
Salah satu perubahan Shafa yang nampak jelas bagi Wira adalah sikap manja Shafa yang mulai ditampakkan di depannya. Gadis itu tak lagi menjaga sikap agar dijauhi Wira seperti awal-awal dulu.
"Papa nggak kasih izin buat nonton konser." adu Shafa pada akhirnya.
"Konsernya siapa emang? Di mana konsernya?"
"Di Jakarta. Kalau aku sebut belum tentu Mas tahu."
"Yang orang-orang Korea?" tebak Wira sambil memindahkan perseneling.
Shafa mengangguk. "Grup band Korea, Day6 namanya."
"Sama siapa nontonnya kok Papa kamu nggak kasih izin?"
"Sama Gladis dan Anya, pacarnya Arya. Arya masih belum tahu mau ikut apa enggak. Papa nggak kasih izin, katanya bahaya nanti selesainya malam terus di Jakarta. Papa nggak bisa nyusulin karena ada seminar di tanggal itu."
"Jadi kalau Papa bisa nyusulin kalian bakal diizinin nonton konsernya?" Shafa mengangguk mengiyakan pertanyaan Wira. "Udah kalian beli tiketnya? Terus kapan emang konsernya?"
"Mas Wira nanya-nanya emang ada solusi?"
Shafa menjadi kesal karena Wira bertanya terus sejak tadi dikala ia sedang bad mood belum mendapat ide untuk membujuk sang Papa.
"Mungkin aja bisa jadi opsi kamu untuk bujuk Papa. Tapi tetap nanti yang menentukan boleh atau enggak ya Papa kamu."
"Konsernya masih tiga bulan lagi, tapi dua minggu lagi udah mulai pembukaan penjualan tiketnya. Takutnya kalau beli dulu nanti mubadzir kalau nggak jadi bisa pergi, tapi Papa masih belum mau kasih izin karena ini nggak di sini konsernya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Brave to Love You
ChickLitShafa kecil tak pernah tahu awal mula ia bisa tinggal di Anugerah. Menjadi bagian keluarga Papa Juan dan Mama Tasya merupakan hadiah terbaik seperti yang Shafa dambakan sejak dulu. Dari keluarganya, Shafa merasakan kasih sayang dan cinta yang tulus...