BTLY - Chapter 18

1.4K 125 3
                                    

TWO FAMILIES

Awalnya Papa mengusulkan untuk kembali menggunakan ruangan di Orion untuk pertemuan Shafa dan keluarganya. Namun hal itu langsung Shafa tolak. Ia tidak ingin bertemu di luar. Ia takut akan menimbulkan sesuatu yang mencolok atau kehebohan. Segala pikirannya kadang masih kacau dengan hal negatif atau ketakutannya.

Maka akhirnya mereka memutuskan untuk melakukannya di rumah Mama dan Papa. Kehebohan persiapan sudah terjadi sejak semalam ketika Mama merencanakan menu makan siang yang akan mereka suguhkan. Sudah sejak subuh tadi dapur di rumah Papa sudah penuh dengan canda tawa sembari mempersiapkan masakan dan camilan.

Suara riuh Mama yang sedang menggosipkan Dimas pada sang menantu, Abel, diiringi oleh tawa Shafa dan protes Dimas tentunya. Mama kerap kali menggosipkan anak-anaknya di depan orang yang sedang dibicarakan.

Jam sudah menunjukkan pukul 10.00. Tak berapa lama terdengar suara mobil berhenti di depan rumahnya. Papa sudah berada di teras untuk menyambut keluarga Ayah Hanif. Ia segera mempersilakan untuk duduk di ruang tamu.

"Nyasar ndak Pak Hanif?"

"Alhamdulillah ndak Pak Juan. Untung jaman sekarang sudah ada google map ya Pak."

"Iya, sekarang kemana saja mudah Pak." Papa Juan menoleh pada Kama yang dempetan dengan Kalila. "Sudah main ke mana saja Kama sama Kalila?"

"Belum ke mana-mana Om. Paling cuma ke mall." jawab Kama.

"Panggil Papa saja seperti Kakak kalian."

Seluruh anggota keluarga Ayah Hanif terkejut dengan perkataan Papa. Si kembar tak berani langsung mengiyakan permintaan Papa. Mereka menatap kedua orang tuanya yang sedang menatap Papa Juan yang tersenyum dan mengangguk.

Ayah Hanif merasa haru mendapat penerimaan hangat dari Papa Juan. Ia dan sang istri kembali mengucapkan kata terima kasih.

"Kita akan jadi keluarga Pak Hanif, ndak usah sungkan. Besok kalau kalian pas libur ikut Papa mancing atau ke pantai ya."

"Iya Pa." jawab Kama dan Kalila serempak meski sempat canggung.

Mama yang sudah heboh dibuntuti Adisa yang membawa minuman dan camilan mendekat untuk menyapa.

"Sehat Bu Fio?" tanya Mama usai cipika cipiki dan menerima salim dari Kama dan Kalila.

"Alhamdulillah sehat Bu. Bu Tasya kelihatannya tambah fresh, sehat Bu?"

"Alhamdulillah sehat Bu. Habis main sama cucu jadi fresh gini. Kak minta tolong si Adek dipanggil."

"Iya sebentar Kakak panggil dulu. Silakan diminum Bu Fio Pak Hanif, Kama, Kalila."

Usai mendekatkan piring pisang goreng ke depan Kama dan Kalila, Adisa segera beranjak untuk ke lantai dua. Dimas dan Damar juga sudah ikut duduk di ruang tamu. Sedangkan Shafa dan Abel berada di kamar sedang menemani para krucil nonton film.

Adisa kembali ke ruang tamu dengan Shafa menggandeng lengan Kakak sulungnya. Hanya Shafa yang ikut turun, karena mereka memang tidak ingin anak-anak mendengar pembicara di ruang tamu. Gadis itu gugup ketika berjalan mendekati sofa.

Semua mata tertuju ke arah Shafa. Semua percakapan seakan otomatis terhenti. Hening terasa menyulitkan langkah kaki Shafa. Menyadari suasana yang berubah senyap, Mama lebih dulu berinisiatif menghampiri bungsunya.

"Sayang, ini salim dulu sini sama Ayah Hanif dan Ibu Fio." Ucap Mama seriang mungkin. Ia tidak ingin suasana berubah murung.

Tangan gemetar Ibu Fiona dapat Shafa rasakan. Mata Ibu Fiona dan Pak Hanif tampak berkaca-kaca. Shafa kemudian mengambil duduk di samping Mama.

Brave to Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang